"Bang, jawab jujur kenapa bang Oji bisa sampe malnutrisi." tanya Gea saat merapikan selimut Oji. Malam ini Gea memutuskan untuk menjaga Oji dan meyuruh yang lain pulang termasuk Kenan.
"Tadi kak Ginar bilang kalau Abang juga terlalu banyak mengonsumsi alkohol. Kenapa?" Gea menumpukan dagunya pada kedua tangan yang Ia lipat diatas ranjang Oji.
Tangan Oji terulur, mengusap dahi Gea. "Abang sedang banyak pikiran, jangan khawatir."
"Bohong." Gea menarik tangan Oji dan menggenggamnya.
Oji menatap sesuatu yang melingkari jemari Gea. Dia mendapati sebuah cincin palladium melingkar disana. "Apa ini artinya 'Iya'?" tanya Oji.
Gea terkekeh dan mengangguk. "I love him, so much." Aku Gea dengan pandangan yang teduh menatap cincin itu.
"He's a lucky bastard. And He love you too. That's important thing." ucap Oji dengan suara lembut. "Janji sama Abang setelah ini Kamu akan bahagia."
Gea tersenyum kecil, betapa Ia harus bersyukur memiliki Kakak seperti Oji. "Of course. Dan Gea juga ingin Abang bahagia." tanganya meraih tangan Oji yang masih mengusap puncak kepalanya. "Sana ajak Kak Ginar nikah. Aku nggak mau Abang kesepian."
Gea memeluk Oji. "Apapun masalah yang Abang hadapi, Gea akan selalu ada disisi bang Oji. Terimakasih sudah menjadi Kakak terbaik untuk Gean." Gea tau Oji berusaha mengalihkan pertanyaanya. Kali ini Gea tidak ingin keras kepala. Ia tahu Oji hanya tidak ingin membebani pikiranya.
And I'm happy brother, Gean. Janji setelah ini Kita akan bahagia. Kamu, Abang dan.. Ayah. Batin Oji.
©©©
Lautan manusia itu semakin membludak saat jarum jam menunjuk pukul 11 malam. Dentuman music, teriakan yang bersahutan semakin menghidupkan suasana club malam eksklusif di Jakarta.
Disana, Nela tampak meneguk tequila dari botolnya. Tubuhnya menunduk, saat kepalanya hampir pecah karena terlalu banyak meneguk alkohol. Dan mulutnya tak ada hentinya mengumpati Ken dan Gea.
"Lo tau ini sia-sia Nel." ucap seseorang yang bergabung duduk di meja bar. Tepat disebelah Nela yang tengah menenggelamkan wajahnya.
"Diem. Kalo lo masih cerewet, lebih baik cabut." dengus Nela. Dia kembali meneguk minumanya.
Sebuah lengan yang terbalut jaket bomber warna hitam meraih botol dan ikut meneguknya. "Gue temenin deh." ucapnya setelah Ia melepas botol minumanya. Dia berdecak dan melepas jaket. Memakaikan dengan paksa pada tubuh Nela yang sudah lemas. "Baju lo itu bahayain iman orang tau."
"Jen, stop perhatian sama gue. Percuma." ucap Nela yang tak lagi menolak uluran jaket dari Jeno-sepepu Ken.
"Lo tahu gue nggak akan kemana-mana Nel. Mau lo nolak gue sekeras apapun, gue tetep disini." Jeno mengusap ranbut Nela yang mulai lepek.
Nela berdecak sebal. Jeno. Laki-laki ini tampan. Dia lebih muda 4 tahun darinya. Sejak mereka kenal, tepatnya saat Nela membantu Jeno- atas permintaan Ken- pindah ke Australia untuk berkuliah, Jeno menyukainya. Jeno sering pergi menemani saat Nela tidak ada teman.
"Kenapa nggak bisa suka gue? Jangan pake alesan gue lebih muda. Bang Kenan juga lebih muda dari lo." decak Jeno. Sepertinya Dia ikut mabuk karena berkali-kali menenggak minuman saat Nela akan meminumnya.
"Hanya satu tahun lebih muda."
"Hei listen, Gue bisa jadi pria dewasa buat lo. Mau nikah besok gue jabanin deh." seru Jeno sebal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hi, You! Again? (TAMAT)
General Fiction"Yaya." Kepala Gea mendongak, berusaha menghalau air mata yang merebak di sepanjang lengkungan kelopak matanya. "Lo adalah pemicu mimpi buruk gue Ken." Gea mengusap kasar air mata yang mengalir di sebelah pipinya. "Gimana gue bisa hidup dengan tena...