"Selamat datang Pak Ganesha dan Oji." sambut Kirana saat melihat calon besanya datang.
"Terimakasih Bu Kirana."
Kirana menatap Oji dengan tatapan lembut. "Ibu turut berduka atas kepergian Ibu Kamu."
"Iya Bu Kiki, terimakasih. Mohon di maafkan kalau Ibu Saya ada salah dengan Bu Kiki." Oji menunduk pelan.
"Ibu juga minta maaf, karena mengadakan makan malam ini saat Kamu masih berduka."
"Tidak apa-apa, Bu. Saya justru tidak enak kalau sampai batal. Acara ini sudah lebih dulu direncanakan. Kepergian Ibu Saya adalah musibah yang tidak diduga. Saya maklum."
"Gea kemana, bang?" tanya Ken saat tidak melihatnya ikut turun dari mobil. Ia juga kesulitan menghungi Gea sejak terakhir Dia menelpon tadi siang.
"Gea bilang agak sedikit terlambat karena mengejar sunset untuk fotonya kali ini. Mungkin masih dijalan, biasa Jakarta macet kan." gurau Ganesha menenangkan Ken yang tampak gelisah.
"Saya minta maaf Bu, karena klien tiba-tiba minta ganti dan yang ini hanya mau Gea yang handle. Jadi tidak bisa tepat waktu datang kemari." ucap Oji saat mereka sudah duduk di ruang keluarga.
"Tidak apa-apa. Ini kan hanya makan malam biasa, bukan untuk membicarakan urusan pernikahan mereka. Saya maklum, Gea memang bagus kalo ambil gambar."
Ditengah kehangatan pembicaraan keluarga Ken dan Gea. Kenan meresakan keresahan yang meningkat saat jam menunjukan setengah sembilan malam. Dia kembali menengok ponsel, berharap ada satu saja notifikasi pesan dari Gea kalau Dia sebentar lagi sampai.
Sayang sekali, itu hanya terjadi dalam pikiran Kenan. Nyatanya, ponselnya masih senyap. Dia memisahkan ponsel pribadi dan ponsel khusus untuk bekerja, dan ponsel pribadinya tidak menampakan notifikasi apapun.
"Gea sudah ada kabar, Yah?" tanya Ken.
Perhatian semua orang beralih pada Ken. Menyadari bahwa mereka terlalu larut dalam percakapan, tidak menyadari bahwa Gea belum juga datang.
"Sebentar, Saya hubungi staff-" kalimat Oji terhenti saat mendapati banyaknya panggilan dari staff yang menjadi asisten Gea dipemotretan kali ini. Karin sudah berkali-kali menghubunginya dan menebarkan banyak pesan disebuah aplikasi chat.
"Kenapa Ji?" tanya Ayah.
Tangan Oji gemetar saat membaca pesan teratas yang Karin kirimkan sejak tadi. "Gea.. hilang."
©©©
Mas Oji, bad news. Mbak Gea hilang di lokasi pemotretan. Tidak ada satu pun kru yang lihat Mbak Gea kemana. Semua barangnya masih ada di mobil, Dia hanya bawa hp.
Ken berkali-kali membaca pesan yang dikirimkan staff Oji yang bernama Karin dari ponsel Oji yang masih Ia genggam sejak tadi. Saat ini pukul 22.23, dan belum ada tanda-tanda di mana keberadaan Gea. Polisi setempat sudah mulai menyisir lokasi. Ken, Oji, Jeno dan Ayah sedang berangkat menuju Puncak.
"Sudah ada kabar?" ini adalah kali kesekian Ken bertanya kepada Jeno yang sedang menyetir. Dia satu-satunya orang yang sedikit lebih tenang dari ketiga orang yang ada di mobil itu.
Jeno hanya menggeleng. Sudah hampir 4 jam, dan pencarian Ge belum menemukan petunjuk apa pun.
"Apa lokasi pemotretan Gea sangat pelosok? Kenapa polisi lama sekali hanya untuk mencari petunjuk? Staff yang lain juga pada ngapain sih sampai Gea ilang ngga ada yang tau sama sekali? Mereka-"
"Ken tenang." potong Ganesha. Ia tahu saat ini Ken benar-benar khawatir dengan keadaan Gea. Begitu juga semua yang ada di mobil ini. "Semua khawatir dengan Gea, tapi Kita harus tenang. Om tahu Kamu juga ketakutan, sama Om juga. Om adalah Ayahnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hi, You! Again? (TAMAT)
General Fiction"Yaya." Kepala Gea mendongak, berusaha menghalau air mata yang merebak di sepanjang lengkungan kelopak matanya. "Lo adalah pemicu mimpi buruk gue Ken." Gea mengusap kasar air mata yang mengalir di sebelah pipinya. "Gimana gue bisa hidup dengan tena...