43. Feeling carried away

808 119 20
                                    

Usai mengisi perutnya. Sehun menyandarkan punggungnya pada sofa dan melingkarkan sebelah tangannya pada pinggang Luhan.

"Ayahh, Ziyu mau ke toilet"

"Bol-"

Belum juga menyelesaikan ucapannya. Ziyu langsung pergi keluar ruangan, di ikuti Haowen yang ada di belakangnya.

"Biar aku iku-"

"Nggak, nggak. Kamu disini aja"

Ceklek

Pintu terbuka. Muncul seorang staffnya yang menunduk, menatap beberapa kertas yang ada di tangannya.

"Eh kamu, tolong ikuti anak saya yang lari keluar ya" titahnya.

Kepalanya pun mendongak. "Baik pak"

Pria itu menutup lagi pintu ruangannya dan pergi menyusul kedua putranya yang berlari ke arah toilet.

Sudah merasa tenang karena kedua putranya ada yang mengikuti. Sehun pun melirikan matanya pada Luhan, di sampingnya, yang sedang membereskan bekas alat makannya.

"Sayang"

"Kenapa pak Oh?" tanpa menoleh.

"Kenapa harus pak Oh sih? kan bisa mas, sayang, honey, dear"

Luhan menggelengkan kepalanya sekilas sambil tersenyum. "Aku akan memanggilmu dengan sebutan itu jika kita sudah menikah nanti"

Sehun membenarkan posisi duduknya. "Apa kamu memberiku kode ingin cepat menikah?" godanya.

Pergerakan tangan Luhan pun berhenti. Wanita bermata rusa itu sama sekali tidak mau menolehkan kepalanya pada Sehun yang sedang menatapnya lekat di sampingnya.

"M-mwo? A-aku tidak memberi ko-kode apa-apa"

"Geojitmal"

"A-aniya"

Sehun tersenyum. Ternyata menggoda Luhan bisa lebih mudah daripada apa yang di bayangkannya.

"Jika kamu berpikiran ingin cepat menikah. Aku juga jadi berpikiran ingin cepat memiliki anak dari-"

Seketika Luhan langsung beranjak daru sofa. "Se-sepertinya aku harus menyusul anak-anak"

"Kenapa? Kan sudah ada yang menjaga mereka" mencoba menahan tangan Luhan. Tapi kekasihnya itu langsung menepisnya dan melangkah menjauhinya ke arah pintu.

"A-aku pergi"

Luhan langsung membuka pintu ruangannya dan pergi keluar, meninggalkannya sendiri di dalam ruangan.

"Luhan, Luhan"

---

Berhasil menggantikan staff tadi yang mengikuti Haowen dan Ziyu. Luhan pun memboyong kedua bocah itu keluar dari toilet dan berniat membawanya kembali ke arah ruangan.

"Jika kamu berpikiran ingin cepat menikah. Aku juga jadi berpikiran ingin cepat memiliki anak"

Matanya seketika terpejam saat kata-kata Sehun tiba-tiba muncul di pikirannya dan membuat kedua kakinya berhenti melangkah.

Memiliki anak? Tentu Luhan ingin memilikinya. Tapi untuk saat ini, itu terlalu cepat. Terlebih mengingat bahwa hubungan mereka baru satu bulan dan masih perlu mengetahui satu sama lain.

"Ya.. itu masih terlalu jauh" gumamnya.

Ketika akan melangkahkan kakinya lagi. Ucapan Yuna pun muncul di kepalanya.

"meskipun duda, tapi dia kan ganteng dan juga masih kuat"

Nafasnya tercekat mengingat tekanan kata yang di ucapkan Yuna bahwa Sehun itu masih kuat. Dan tentu saja Luhan tahu apa yang di maksud kuat itu.

"Ck Yunaa" rengeknya.

Mendengar itu, Haowen dan Ziyu pun menolehkan kepalanya. Mereka tampak kebingungan menatap Luhan yang memejamkan matanya dengan raut wajah yang sulit di artikan.

"Bunda.." panggilnya.

Kedua mata Luhan pun seketika terbuka.

"Bunda.. kenapa?"

Sadar bahwa sedang di perhatikan. Luhan pun buru-buru membenarkan pakaiannya sembari melangkahkan kakinya pada Haowen dan Ziyu.

"Bunda-"

"Dia pasti gila" cicit Haowen.

"..."

Luhan memejamkan matanya sekilas. Untuk kali ini, ia setuju dengan ucapan Haowen. Ia pasti sudah gila.

---

Karena makanannya sudah habis. Luhan pun memasukan kembali kotak makan yang ada di dalam meja, lalu menjinjingnya untuk di bawa pulang.

"Pak Oh. Kami pulang dulu" bungkuknya sekilas.

"Eh tunggu"

"Ya?"

Sehun beranjak dari kursi kerjanya. "Apa kalian boleh menunggu di luar sebentar?" liriknya pada kedua putranya.

"Kenepa mereka harus menunggu diluar?"

Tapi siapa sangka. Kedua putranya itu setuju, dan melangkahkan kaki kecil mereka keluar ruangan, meninggalkannya dengan Luhan berduaan di dalam ruangan.

Luhan yang merasa tak nyaman dengan situasi seperti ini pun berusaha menjaga jarak dengan Sehun, agar tidak ada rasa canggung di antara mereka.

"Kenapa kamu menjauhiku seperti itu?"

"Hm? A-aku tidak menjauhimu"

"Oh ya?" kakinya mencoba mendekat pada Luhan. Tapi Luhan langsung memundurkan kakinya, seakan tak ingin berdekatan dengannya. "Kamu kenapa sih?"

"Aku? Memangnya aku kenapa?"

"Kamu menjauhiku, sayang"

"Ani" elaknya sambil sedikit mendekatkan kakinya pada Sehun.

Sehun tersenyum tipis. Sepertinya Luhan masih terbawa perasaan dengan godaannya tadi. Padahal niatnya hanya bergurau, tapi Luhan menganggapnya beneran.

"Yasudah, tidak apa-apa kalau kamu mau seperti itu. Aku hanya ingin mengatakan bahwa aku akan pulang sangat malam, hari ini"

"Eoh?"

"Jadi kalau kamu bosan menungguku di apartemen. Kamu bisa pulang duluan"

Luhan menolehkan kepalanya. Ia dengan sigap menahan tangan Sehun yang akan kembali ke kursi kerjanya.

"Kenapa?"

"Ja-jangan pulang terlalu malam" cicitnya.

"..."

Tak ada tanggapan. Luhan pun mendekatkan tubuhnya pada Sehun dan mengecup bibir kekasihnya itu sekilas.

"To-tolong jangan pulang terlalu malam"

"Akan ku usahakan" usap Sehun pada kepalanya.

"Kalau begitu, aku pulang"

"Hm. Hati-hati ya"

Kepalanya hanya mengangguk. Luhan langsung melepaskan tangannya dari lengan Sehun, lalu melangkahkan kakinya keluar ruangan.

-tbc

Nanny'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang