Di dapur. Ling berdiri di samping suaminya, Wei, yang sedang berkecak pinggang dengan raut wajah tak biasa, sambil sesekali menghela nafas panjang, seperti orang yang sedang meredam amarah.
"Wei-"
"Apa? Aku sedang tidak ingin membahas soal tadi" timpal Wei, tanpa menolehkan kepalanya.
"Aku tahu. Kita juga belum kenal dengan pria itu. Tapi Luhan terlihat begitu mencintainya, dan bahkan sudah menerima lamaran pria tadi untuk menikah"
Wei mendengus, dan mulai menolehkan kepalanya. "Kau ini bagaimana sih? Kau sudah tahu bahwa kita belum kenal dengan pria itu, tapi kau malah mendukung keputusan Luhan dan-"
"Wei!" potong Ling, dengan nada meninggi. "Mengapa kau jadi seperti ini? Kita bisa memberi waktu satu minggu untuk mengenal lebih dalam pria itu. Baru setelah itu, dengan semuanya sudah jelas, kita bisa memberikan restu untuk mereka dan mengizinkan mereka untuk menikah"
"..."
"Jadi janganlah untuk berpikir terburu-buru, Wei"
"Siapa yang berpikir terburu-buru?" kedua mata Wei menajam, menatap manik mata sang istri. "Aku tidak pernah berpikir seperti itu"
"..."
"Yang kupikirkan adalah, status pria itu yang sudah menjadi duda. Luhan tidak boleh menikah dengan seorang duda. Mau pria itu kaya atau miskin. Tetap, aku tidak akan mengizinkannya"
"Mengapa? Mengapa tidak boleh?" tatap Ling tak kalah tajam. "Toh, selagi dia mampu bertanggung jawab dan mencukupi kebutuhan Luhan. Aku akan menyetujui mereka, walaupun kau tidak setuju"
"..."
Terus beradu pendapat tentang putri semata wayang mereka. Suasana di dapur pun menjadi semakin panas, dan membuat keduanya semakin sengit, dan tak juga melepas tatapan.
Wei mulai menghapus jarak diantaranya dengan Ling, dengan keringat yang perlahan turun dari dahinya. "Mengapa kau bisa berucap enteng seperti itu? Apa kau lupa tentang kejadian yang dialami tetangga kita di desa?"
"..."
"Anak perempuan tetangga kita itu berujung gagal menikah karena sang calon pria yang mengaku status 'duda' itu ternyata masih memiliki istri dan juga dua orang anak"
"..."
"Bagaimana jika pria tadi itu memang masih memiliki istri dan mempunyai niat untuk menjadikan Luhan yang kedua agar dia-"
"Cukup, Wei!" Ling seketika mengeluarkan semua kesabarannya. "Pria itu tidak mungkin mempunyai niat yang seperti itu. Dan aku yakin bahwa pria itu akan menjadikan Luhan satu-satunya wanita yang dipercaya untuk menjadi ibu sambung kedua putranya yang mungkin sudah terpisah dengan ibu kandung mereka"
"Ling-"
Sebelah tangannya terangkat di depan wajah Wei. "Tolong jangan memperpanjang perdebatan ini lagi. Karena aku yakin. Luhan tidak akan mungkin salah pilih pria yang akan menjadi calon suaminya nanti"
"..."
Untuk mengakhiri perdebatannya. Ling langsung pergi meninggalkan Wei keluar dapur, dan berharap bahwa suaminya itu mau mendengarkan ucapannya.
---
16:15 PM, waktu setempat.
Terlihat, Luhan menggeliatkan pelan tubuh mungilnya di atas kasur, tepatnya di samping Sehun, sambil membuka kedua matanya perlahan.
"Nghh, nyamannya" Luhan melenguh pelan dengan suaranya yang serak khas bangun tidur. Sebelah tangannya yang sebelumnya terangkat pun meluncur lagi kebawah dan tak sengaja membentur sesuatu di sampingnya, yang tidak lain adalah lengan Sehun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nanny's
FanficBisakah Luhan meluluhkan hati kedua anak Sehun, yaitu Haowen dan Ziyu untuk menerimanya bekerja di rumah sebagai pengasuh mereka? Rank : 080720 - #1 haowen 080720 - #1 ziyu 180720 - #1 hunhan 180720 - #1 wuqian