Rafael | 06

39.9K 2.9K 16
                                    

SEBELUM MEMBACA BUDAYAKAN VOTE, COMENT AND SHARE YA!

FOLLOW DULU AUTHOR NYA DONG!
.
.
.


Sekali-kali main gak papa kali ya 

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sekali-kali main gak papa kali ya 

Rafael Arsenio
~~~~~

HAPPY READING ❤️

"Kalo di copot, berarti tangan kanan sebagai gantinya." suara Papanya mengalihkan Rafael dari tangan nya yang masih di infus, menatap Papanya takut

Cepat-cepat Rafael menunduk saat Samuel berjalan mendekat. "Rafa gak copot kok." cicitnya pelan.

"Masaa?" Samuel tersenyum menggoda anaknya, tapi sepertinya Rafael tak melihat senyuman nya karena anak itu masih saja menunduk menatap tangan nya.

"Terus kenapa tuh tangan nya tadi jail pegang-pegang plester yang ada jarum infusnya."

"Tangan Rafa sakit, Pah."

Samuel menghembuskan napasnya kasar, mendengar suara Rafael yang seperti itu membuat hatinya merasa tak tega. Dengan pelan Samuel duduk di tepi kasur, melihat tangan anaknya yang ternyata membengkak akibat infusan nya.

"Tunggu Kak Daniel sama Om Andra dulu ya?"

Rafael mengangguk menurut, kepalanya masih menunduk tak berani menatap Papanya. Sedangkan Samuel yang melihat anaknya seperi itu kembali menghela napas pelan, tangan besarnya mengusap lengan Rafael kembut.

"Rafa, liat Papa." Samuel berkata lembut, memastikan jika anaknya dapat memahami apa yang di ucapkan. "Jangan di ulangi lagi, apa yang Rafa lakuin itu bahaya. Gimana kalo misalnya Rafa ke kunci sampe malem di dalam mobil, hm?"

"Maaf, Papa." Rafael bergumam lirih.

"Papa maafin, tapi janji gak boleh gitu lagi, gak boleh bikin Papa khawatir lagi, dan jangan bikin Mama nangis lagi."

"Mama nangis?" sela Rafael cepat, karena memang saat Mamanya mengantarkan makanan ke kamarnya, ia tak melihat jika Mamanya menangis, ia hanya melihat jika kedua mata Mamanya memerah.

"Mama gak kuat liat Rafa pingsan di dalam bagasi, makanya Mama nangis." kata Samuel berterus terang.

Rafael menunduk lesu, dalam benaknya merasakan perasaan bersalah karena sudah membuat Mamanya khawatir, ini memang salahnya, tak seharusnya ia pergi diam-diam seperti itu.

Tiba-tiba saja Rafael merentangkan kedua tangan nya. "Gendong, Papa." dengan pelan Samuel langsung mengangkat tubuh anaknya yang memang terasa ringan.

"Mau Mama." lanjut Rafael dengan menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Papanya.

Samuel seakan mengerti, dirinya langsung memanggil bodyguard yang berjaga diluar untuk membantunya membawakan tiang infusan keluar kamar. Sepertinya memang anaknya butuh udara segar.

~~~~~

Sesampainya di lantai bawah, Rafael meminta untuk di turunkan. Kakinya melangkah cepat menghampiri Mamanya yang sedang melamun di kursi depan.

"Rafa, jangan lari." seruan keras dari Samuel tidak di dengar nya, anak itu malah tertawa kala Mamanya malah memeluknya erat.

Astaga, Samuel langsung mengelus dadanya melihat betapa lincahnya Rafael saat menghampiri Kaela, untung saja bodyguard nya dapan mengimbangi, kalo tidak sudah bisa dipastikan infusan itu akan copot karena Rafael yang berlari tiba-tiba.

"Baby Rafaaa." 

Teriakan itu membuat Samuel menoleh cepat, menatap Andra-adiknya yang tengah berlari kearah Rafael. Namun, anak itu malah bersembunyi di balik punggung kecil Kaela.

"Rafa ga kangen sama Om Andra?" tiba-tiba Daniel datang, dan mengambil tempat duduk di samping Samuel.

Rafael dengan tegas menggeleng.

"Om Andra ngapain kesini?" Rafael bertanya pelan, takut-takut jika dua orang yang berstatus dokter itu malah mengeluarkan jarum suntiknya.

"Om mau jengukin keponakan yang nakal." jawab Andra terkesan santai.

Rafael berdecak kesal, tubuh nya ia rapatkan kepada Mamanya saat melihat Daniel malah mendekat kearahnya.

"Kakak sana jauh-jauh." pekik Rafael karena takut jika dirinya kembali di suntik seperti waktu itu, tubuhnya berusaha untuk menjauh, tetapi Kaela mencoba menghalangi nya dengan menarik sebelah tangan Rafael yang tidak di infus.

"Mama lepas." Rafael memberontak, berusaha melepaskan tangan Mamanya yang semakin erat, hingga anak itu tak sadar telah menggunakan kedua tangan nya untuk melepaskan cekalan di tangan nya.

"Huaaa, darah. Ada darah Mamaaa, tangan Rafa berdaraaah." jerit Rafael saat melihat selang infusnya mengeluarkan darah yang semakin merambat ke atas.

Kaela dengan cepat memeluk tubuh ringkih anaknya, sedangkan Daniel langsung mengambil tas dokternya yang berisi peralatan medis miliknya.

"Kakak! Sakit jangan di pegang!" teriak Rafael keras hingga membuat telinga Daniel berdengung nyeri.

"Iya iya, Kakak cuma mau liat tangan Rafa aja kok." Daniel berkata lembut. Matanya langsung melirik Andra yang sedang menyiapkan beberapa plester.

"Hey, Rafa sini liat Mama sayang." Rafael menggeleng tak mau, matanya masih fokus melihat Daniel yang dengan telaten memeriksa tangan nya.

"Jangan di copot!!!" Rafael berseru keras saat Daniel akan melepaskan beberapa plester di tangan nya.

Samuel memijit kening nya pelan, rutinitas Rafael jika infusan nya akan di copot pastilah ada drama-drama yang akan membuat telinga Samuel berdengung mendengarkan teriakan anaknya itu.

Samuel mendekat kearah anaknya, lalu menutup kedua mata Rafael agar anak itu tidak melihat aktifitas yang dilakukan Kakaknya.

"Infusnya mau di copot dulu sebentar, Rafa."

"Tapi sakit Papa." rengek Rafael yang berusaha menyingkirkan tangan Papanya, tapi apalah daya, Rafael hanya bisa meraung sakit saat selang itu perlahan di keluarkan dari kulit tangan nya. 

REVISI
JUM'AT, 1 OKTOBER 2021

Rafael [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang