Rafael |47

27K 1.4K 88
                                    

SEBELUM MEMBACA BUDAYAKAN VOTE, COMENT AND SHARE YA!

FOLLOW DULU YOK!
.
.
.


~ Samuel ~

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

~ Samuel ~
....

HAPPY READING ❤️

"Rafa ngapain ke kantor Papa?" Samuel menarik anaknya untuk duduk di pangkuannya. Sejak tadi Rafael hanya terdiam membisu, anak itu seakan linglung menghadapi situasi menegangkan seperti tadi, dimana Samuel berteriak membentak, mengusir wanita gila itu yang tak mau pergi dari ruangannya.

"Lepasin! Rafa benci Papa." akhirnya Rafael tersadar. Entah kenapa air matanya meluncur begitu saja, rasa sesak dihatinya membuat Rafael memberontak dari pelukan Papanya.

"Rafa." panggil Samuel lirih, pelukannya semakin mengerat seiring tubuh anaknya yang melemah.

"Mamaku cuma Mama Kaela. Bukan wanita itukan, Papa?" otak kecilnya tak mampu menerima ucapan-ucapan orang dewasa itu. Bahkan, Rafael sempat berpikir jika dirinya bukanlah anak kandung Papanya, itulah sebabnya mengapa Kakaknya tidak pulang dan tak pernah lagi peduli.

Rafael bergerak membalas pelukan Papanya, tangisannya pecah. Rafael tak menerima semua ini. Sekarang ia tau mengapa Mamanya menangis dan terlihat murung beberapa hari terakhir ini.

"Rafa kok pikirannya gitu? Papa gak suka ah. Rafa tetep anak Papa, dan Mama Kaela. Rafa anak Papa, Rafa anak Papa." Samuel terus merapalkan kata-kata itu, berharap dengan kata-kata seperti itu dapat menenangkan keadaan Rafael.

"Tapi hiks_ Tan_tante tadi bilang kalo anak Papa anaknya jugaa. Huaaaa Rafa gak mau! Rafa gak mau punya Mama kaya nenek sihir itu." adu Rafael dengan muka memerah, derai air mata tak dapat lagi terbendung sampai membasahi kemeja Papanya.

Samuel tersenyum, mendorong kepala Rafael agar bisa bertatapan langsung dengannya. Ditangkupnya pipi merah itu dengan kedua tangan besarnya.

Tak

"Awss,,, hiks hiks Papa kenapa pukul Rafa?!" pekik Rafael dengan mengusap air matanya.

"Abis Rafa gemesin, bikin Papa pengen gigit."

Rafael mencebikan bibirnya lucu, mengusap hidung mungilnya yang penuh dengan ingus. "Papa kenapa suka pulang malem? Terus Rafa sering liat Mama nangis, Kak Daniel juga gak pernah pulang dari kemarin. Itukan sama aja mereka gak sayang Rafa lagi." adunya cemberut, bibir tipisnya melengkung ke bawah siap menangis lagi.

Samuel menarik napas pelan."Maaf, maafiin Papa ya. Papa sayang banget sama Rafa, Mama, Kak Daniel juga sayang Rafa. Jadi stop, jangan berpikir yang tidak-tidak okey?"

Rafael terdiam, menatap lurus manik mata Papanya yang memancarkan kesungguhan. Ia seakan dapat membaca tatapan lelah itu. Karena tak ingin menambahkan beban pikiran Papanya, akhirnya Rafael mengangguk singkat. "Rafa juga sayang, Papa."

Rafael [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang