Rafael | 34

15.9K 1.2K 64
                                    

SEBELUM MEMBACA BUDAYAKAN VOTE, COMENT AND SHARE YA!

FOLLOW DULU YOK!
.
.
.

FOLLOW DULU YOK!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Demam lagi :(

Rafael Arsenio
.....

HAPPY READING ❤️

"Bagaimana, Niel?" pertanyaan Samuel membuat Daniel menghela napas pelan. Kepalanya menggeleng samar menandakan jika keadaan Rafael masih tetap sama. Demam yang tak kunjung turun sejak tadi pagi. Sebelah lengannya pun membengkak sampai Daniel harus mencopot infusan itu kembali, dan menggantinya dengan sebelah lengan yang lain.

"Kenapa bisa sampai bengkak seperti itu, Niel?" giliran Kaela yang bertanya. Wanita itu mengusap peluh di dahi anaknya, tubuh Rafael panas namun bibir anak itu terus berucap dingin.

"Ugh_dingin Mama." lirih Rafael dalam tidurnya.

Kaela menatap miris, baru saja kemarin tubuh anaknya membaik, tapi sekarang anak itu kembali demam sejak siang tadi. Kaela menatap cemas Daniel, karena apa yang dikatakannya barusan mampu membuat Kaela menghela napas berat.

"Lengan Rafael mengalami pembengkakan. Itulah mengapa Rafael demam, tapi Mama gak perlu khawatir Daniel sudah memberinya obat lewat selang infus agar obat itu cepat meresap." jelas Daniel sambil menarik selimut adiknya yang sedikit melorot. Plester demam yang berada di samping nakas ia ambil, dan di tempelkan di kening Rafael.

Wajah itu memerah, bibirnya pucat sekali membuat Daniel merasakan penyesalan mendalam. Hanya orang bodoh yang tidak bisa menyimpulkan semua ini, jelas-jelas semua ini kesalahan Naura. Tidak mungkin adiknya tiba-tiba demam kembali setelah kemarin di katakan sembuh.

Ingatan Daniel kembali dimana disaat Naura lah yang mengganti selang infus Rafael. Sepertinya memang wanita itu ingin bermain-main dengannya. Infus yang dipasangkan Naura kemarin mengalami infeksi, sehingga efek yang dirasakan Rafael barulah sekarang.

"Papa tidak bisa diam seperti ini, Niel." intrupsi Samuel lalu meletakan laptopnya diatas meja. Setelah melihat rekaman cctv itu, Samuel yakin ada yang tidak beres dengan wanita bernama Naura itu.

Gelagatnya mencurigakan, kamera pengintai itu memperlihatkan Naura yang masuk ke ruang rawat anaknya, tatapan wanita itu tak pernah lepas dari Rafael yang sedang terlelap, menatapnya dengan begitu lama. Seolah wanita itu memiliki dendam. Ekspresi kemarahannya begitu sangat kental, sehingga kamera pengintai itu memperlihatkan Naura yang sedang mencengkram troli, mengambil suntikan dengan tak sabar. Tentu saja Samuel tidak bodoh untuk memyimpulkan semua tindakan itu.

Walau wanita itu membelakangi kamera, tetapi gelagat mencurigakan Naura sungguh sangat mudah sekali terbaca. Sudah puluhan tahun Samuel menggeluti berbagai watak orang-orang, jangan lupakan insting seorang pembisnis seperti dirinya tentu tak perlu di ragukan lagi. Hanya saja, Samuel harus menunggu moment yang pas untuk mengguar lebih dalam wanita yang barnama Naura itu.

"Papa tenang saja, besok aku akan menegur Naura setelah dia kembali dari liburnya." timpal Daniel lalu kembali menempelkan stetoskop di dada adiknya. Pernapasan adiknya terdengar berat, Daniel pun meraih masker oksigen, mengangkat kepala adiknya di bantu dengan Kaela hingga masker oksigen itu terpasang apik di hidung mancung Rafael.

"Teguran saja tidak akan cukup untuk Papa, Niel." kata Samuel tajam. Tatapannya tak pernah lepas dari Rafael, anak itu kini bergelung di dalam selimut.

"Papa dingin__sakit." lirihan itu kembali terdengar. Samuel bergerak semakin dekat, menggenggam lembut jemari kecil Rafael yang terpasang infus disana.

"Papa disini, sayang." bisik Samuel. Sedangkan Kaela kini bergeser, memberikan ruang kepada suaminya.

"Daniel minta maaf, Pah." sesal Daniel tak mampu walau hanya sekedar menatap mata Papanya. Kini ucapan itu terabaikan karena Samuel lebih fokus menatap Rafael.

"Daniel janji, bukan hanya teguran yang akan Naura dapatkan, Pah. Kalo perlu surat pemecatan akan Daniel turunkan saat ini juga." ucap Daniel mantap. Tak ada keraguan sedikitpun dari ucapannya.

"Hm, buat wanita itu untuk tidak bisa bekerja lagi di rumah sakit manapun, Niel."

Kaela melotot, merasa tak terima dengan ucapan suaminya barusan. "Mas, kamu jangan mulai deh! Bagaimanapun Naura seorang wanita, Mas tega gitu lakuin semua itu kepada seorang wanita?! Pokonya aku gak setuju!" kesal Kaela. Walau dalam hati ia ingin sekali menampar wanita yang bernama Naura itu, karena wanita itu, anaknya sampai harus mengalami demam berkepanjangan. Tapi dirinya masih memiliki hati nurani, sepertinya pemecatan saja sudah cukup untuk menebus kesalahan wanita itu.

"Kae, kamu tidak lihat anak kita-" ucapan Samuel terhenti saat tiba-tiba tubuh Rafael mengalami kejang-kejang. Samuel refleks bergerak menjauh memberikan ruang untuk Daniel.

Samuel langsung memeluk Kaela saat istrinya itu menangis. Mengusap punggung kecil itu yang kian bergetar dengan wajah yang menghadap kearahnya. Kebiasaan Kaela, istrinya tak akan pernah sanggup melihat Rafael dalam keadaan seperti ini.

"Mas." lirih Kaela.

"Sttt,,, tak apa. Rafael baik-baik saja, tidak akan terjadi sesuatu kepadanya." Samuel mencoba memberikan kata-kata penenang. Tatapan matanya menatap Daniel yang kini sedang menyuntikan sebuah obat, sehingga tubuh Rafael tak lagi menggigil seperti tadi. Sekarang anak itu tertidur, dengan damai efek obat bius yang diberikan.

.....

"GILANG." Naura bergerak merengkuh tubuh kecil adiknya yang kini tergeletak tak berdaya. Darah bercucuran dari kening dan juga hidung. Tatapannya beralih menatap Haris tajam, lelaki tak berperasaan itu telah mendorong adiknya dari atas tangga.

"Kakak_pulang?" tanya Gilang sendu. Tangannya bergetar menghapus air mata Naura yang semakin mengucur deras. 

Naura mengangguk, di kecupnya tangan adiknya dengan penuh perasaan. "Maaf, maafkan Kakak." Naura terisak tak berdaya. Tubuh adik kini merosot tak berdaya, Naura berteriak histeris saat kedua mata itu kini tertutup sepenuhnya. 

"NO! Gilang, Gilang bangun sayang." masih tak ada pergerakan. tatapan Naura beralih menatap Haris tajam. Lelaki itu kini berdiri menjulang diatas tangga, seolah menunjukan jika kekuasaannya lebih besar ketimbang dirinya. 

"Apa yang telah kau lakukan kepada adikku?!" teriak Naura marah. 

"Ck! Anak itu merepotkan, membuatku risih saja." balas Haris santai. 

Kedua tangan Nayra mengepal mendengar ucapan itu. Tidak seharusnya lelaki itu berada di rumahnya, dan membuat kekacauan seperti ini. Tanpa memperdulikan Haris, Naura dengan segera membopong tubuh adiknya membawanya ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan. 

Walaupun dirinya seorang perawat, tapi percayalah jika sedang dalam kondisi kalut seperti ini dirinya seakan tak mampu untuk menangani kondisi adiknya. 

"NAURA! ANAK ITU TAK ADA APA-APANYA KETIMBANG HUTANG ORANG TUAMU!"

Teriakan menggelegar dari dalam rumah masih terdengar di telinganya. Naura tak peduli, dengan tergesa ia menghentikan sebuah taksi yang memang sedang nangkring di seberang jalan. 

REVISI
SENIN, 1 NOVEMBER 2021

Rafael [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang