Rafael | 44

15.6K 1.3K 114
                                    

SEBELUM MEMBACA BUDAYAKAN VOTE, COMENT AND SHARE YA!

FOLLOW DULU YOK!
.
.
.

HAPPY READING ❤️

"Ugh..Papa dingin." Rafael bergelung memeluk tubuh seseorang yang kini tertidur di sampingnya.

Kaela mengerjap pelan, tidurnya seakan terusik saat merasakan sedikit saja pergerakan. Ditatapnya Rafael yang kini memeluknya sangat erat, ditambah kepala yang bersandar di dadanya. Kaela mengusap surai lembut anaknya lalu merambat kearah kening. "Panas." batin Kaela.

Tatapan Kaela beralih kearah suaminya yang masih tertidur di sofa, laptop dan secangkir kopi masih tersedia apik diatas meja. Kaela berniat turun untuk mengambilkan selimut agar suaminya tak kedingingan, sekaligus mengambil plester demam di laci.

"Emm, Mama mau kemana?" mata yang sejak sore tadi terpejam kini terbuka, menampilkan iris hitam yang memerah menandakan jika anak itu tengah mengalami demam tinggi.

"Mama mau ambil plester demam sebentar buat Rafa." izin Kaela yang mendapat penolakan dari anaknya.

Kaela menghela napas. Mencium kening Rafael yang terasa panas hingga bibirnya seakan terbakar kala menciumnya. "Sebentar aja, tuh di laci meja belajar Rafa. Gak jauh kok dari sini."

Tetap sama. Rafael menggeleng lemah, tubuhnya semakin memeluk Kaela erat. "Tenggorokan Rafa sakit, Mama." adu Rafael dengan suara seraknya.

Kaela menghela napas berat. "Salah sendiri makan permen banyak." dengusnya kesal. Namun tak urung, Kaela tetap mengusap punggung Rafael dengan gerakan teratur berharap agar anak itu kembali tertidur.

"Dia bangun?" pertanyaan tiba-tiba itu membuat Kaela mendongkak, dan mendapati suaminya yang berdiri menjulang di sisi tempat tidur.

Kaela mengangguk. "Mas, boleh aku minta tolong ambilin plester demam di laci meja belajar " pinta Kaeala.

Samuel mengangguk, bergegas mengambil benda yang di maksudkan istrinya. Setelah mendapatkan benda tersebut, Samuel kembali mendekat dan duduk di pinggir kasur.

"Aku panggilin Daniel ya?" pertanyaa Samuel membuat pergerakan Kaela yang tengah menempelkan plester demam itu terhenti, kepalanya menggeleng samar. "Gak perlu, Mas. Dia baru aja aku suruh tidur. Sejak sore tadi Daniel udah jagain Rafael, sekarang biarkan aku saja. Toh Rafa juga gak terlalu rewel sekarang." timpal Kaela melirik jam yang tertempel di dinding, masih menunjukan pukul 3 dini hari.

"Mas juga sebaiknya tidur lagi, besok kan harus ke kantor."

"Gak. Kamu aja yang tidur, biar Mas yang jaga Rafa, sekalian mau cek bebera data dari perusahaan. Kalo tidur lagi tanggung." jawab Samuel.

"Mas yakin?" Samuel mengangguk, meyakinkan istrinya untuk kembali berbaring. Dan Kaela hanya bisa menurut saat melihat tatapan tajam Samuel mengarah kearahnya yang bertanda tak ingin di bantah. "Kalo Rafa rewel, Mas bangunin aku ya."

Samuel mengangguk singkat, mengusap kepala istrinya sayang lalu kembali duduk di sofa. Sesaat Samuel melirik kopi yang belum sempat di minumnya, menegaknya setengah, kemudian kembali melanjutkan pekerjaannya.

Selang 30 menit, Samuel masih fokus dengan pekerjaan, tak menyadari jika Rafael sudah terbangun sejak 10 menit yang lalu. Anak itu hanya diam, menatap Papanya dengan tatapan sayu, air matanya kembali meluruh, terisak dalam diam. Sesekali Rafael mengusapnya kasar.

Sejak tadi Rafael memang sudah terbangun, hanya saja ia terlalu takut untuk bertatapan langsung dengan Papanya.

Mendengar isak tangis yang sangat pelan membuat Samuel semakin menajamkan pendengarannya, sesaat ia menghentikan pekerjaan, kepalanya mendongkak, menatap lurus Rafael yang kini tertidur dengan membelakanginya.

Rafael [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang