Rafael |42

14.3K 1.3K 100
                                    

SEBELUM MEMBACA BUDAYAKAN VOTE, COMENT AND SHARE YA!

FOLLOW DULU YOK!
.
.
.


Papa marah :(

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Papa marah :(

Rafael Arsenio
.....

HAPPY READING ❤️


Rex menurunkan Rafael, mendorongnya untuk masuk ke dalam mobil dimana di dalamnya ada Samuel yang masih setia menunggu.

"Masuk, Tuan Muda."

"Gak mau! Rafa gak mau pake mobil ini!" jerit Rafael luar biasa. Bukan tanpa alasan, Rafael hanya takut kepada Papanya. Di dalam sana pasti Papanya sedang menunggu.

Rafael menatap Rex dengan tatapan berkaca-kaca. Kedua tangannya menempel di depan dada. "Paman, Rafa gak mau sama Papa. Rafa mau semobil aja sama orang-orang itu boleh?" mohon Rafael dengan menunjuk orang-orang berbaju hitam itu dengan dagunya.

Rex menggeleng tegas. "Tidak! Masuk sekarang Tuan Muda, atau Tuan besar akan semakin marah." Rex dengan sedikit mendorong Rafael agar cepat masuk ke dalam mobil. Pintu mobil memang sudah terbuka, sehingga menampilkan raut datar Samuel yang mengawasi  anaknya sejak 5 menit yang lalu.

"Gak mau sama Papa, Rafa takut Paman." Rafael menatap Papanya dengan raut gelisah, lalu kembali menatap Rex. Harap-harap cemas, Rafael malah sibuk dengan hidungnya yang tiba-tiba saja merasa tersumbat sehingga kesulitan bernapas.

"Rex!" bentakan keras dari dalam mobil membuat Rex cepat-cepat memangku Rafael lagi. Anak itu kembali berteriak, memukul-mukul punggungnya dengan tangisan yang semakin keras saat Rex dengan kasar mendorong Rafael hingga anak itu sepenuhnya masuk ke dalam.

"Paman! Jangan tinggalin Rafa! Paman Rex." jerit Rafael sambil menggedor-gedor kaca mobil. Menatap Rex dengan pandangan nanar saat Rex sudah berlalu meninggalkan nya dan masuk ke dalam mobil yang berada di belakangnya.

Rafael hendak membuka pintu mobilnya kembali, namun tarikan kasar di belakangnya membuat anak itu memberontak meminta di lepaskan. "Gak mau! Rafa gak mau sama Papa! Rafa mau sama Paman Rex!" Rafael menangis terisak di pelukan Samuel, tubuhnya menggigil ketakutan saat Papanya masih saja menunjukan raut datar. Tidak ada ekspresi, tatapan lembut sudah tak dapat lagi Rafael lihat. Hanya ada tatapan tajam yang menatapnya setajam silet. Itulah yang membuat Rafael ketakutan sejak tadi.

"Papa marah sama Rafa." dari sekian banyak amarah yang terpendam, hanya ucapan itu yang bisa Samuel lontarkan kepada anaknya. Ia tak ingin membentak, ataupun memarahi anaknya. Samuel hanya takut, takut jika Rafael akan ketakutan seperti ini.

"Maaf, hiks hiks... Rafa minta maaf, Papa." jantung Rafael berdebar mendengar ucapan Papanya, perasaan bersalah pun muncul membuat anak itu semakin merapatkan tubuhnya kepada Samuel. "Papa gak maafin Rafa?" masih tak mendapati jawaban dari Samuel, tangisan Rafael malah semakin kencang.

"Papa marah sama Rafa." itu lagi yang Rafael dengar. Rafael mengangguk, dengan tangisan yang sedikit mereda. "Papa gak suka Rafa main kabur-kaburan." lanjut Samuel.

Rafael kembali mengangguk, mengusap hidung itu kasar hingga memerah, ia bener-benar kesulitan bernapas. Kedua hidungnya tiba-tiba terasa tak berfungsi dengan baik.

"Maaf, Papa." lirih Rafael. 

"Bosen Papa denga kata terus itu. Lain kali Rafa harus dihukum biar jera." Bibir tipis itu melengkung ke bawah, bertanda anak itu akan kembali menagis lagi.

Rafael menggeleng, menolak. "Rafa gak mau." 

"Besok Papa stop sekolah Rafa. Papa gak izinin Rafa sekolah umum lagi. Papa bakal kurung Rafa kaya waku dulu." ancaman itu serius, tak ada keraguan sedikipun dari Samuel saat mengatakannnya. Bagaimana dulu Rafael tak pernah merasakan sekolah umum seperti sekarang, dari mulai sekolah kanak-kanak, hingga sekolah dasar, Samuel selalu menyuruh seseorang untung datang ke mensionnnya. 

Rafael sudah terbiasa homescooling, dan saat itu tak pernah ada pemberontakan seperti ini dari anaknya. Sekalipun anak itu kabur, pastilah akan berahir dengan kegalalan. Tapi kali ini, semenjak sekolah umum anaknya malah semakin berulah, ada saja kenakalan yang membuat Samuel harus memijit keningnya pusing.

"Hiks,,,Rafa gak mau Papa." lirih Rafael memohon. 

"Harus mau! Itu hukuman buat anak nakal kaya kamu." tegas Samuel lagi.

Tangisan Rafael akhirnya pecah. "Rafa gak mau! Rafa gak mau Papa, hiks hiks... Ra,,,Rafa janji gak nakal lagi, gak kabur-kaburan lagi. Maafin Rafa, Papa hiks,,,hiks,,," Rafael menggeleng ribut, menghadap kearah Samuel dengan air mata yang sudah mengalir begitu deras. Kedua mata itu membengkak, pipi basah yang sudah memerah dengan bibir yang terus meracau memohon kepada Samuel. 

"Rafa mohon Papa, Rafa gak suka kaya dulu, hiks hiks,,,, Rafa gak suka." Samuel menghentikan kepala Rafael yang sejak tadi terus menggeleng, direngkuhnya tubuh kecil itu dengan sedikit mengeluarkan tenaga karena Rafael yang terus menolak untuk di peluk.

Rafael mengalah, memeluk erat leher Papanya. Tangisannya semakin kencang saat membayangkan hari-hari dimana ia akan mengalami kesendirian lagi. Terkurung dalam sangkar besar dan bermain bersama para pelayan itu tak memuaskan hasratnya untuk bermain. Mereka semua sama-sama kaku, tak pernah tertawa, ataupun memarahinya seperti layaknya Gilang yang selalu memarahinya dengan ekspresi yang menurutnya sangat lucu. 

"Makin hari Rafa makin nakal, Papa gak suka."

Tangisan Rafael semakin pilu. Samuel yang mendengarnya hanya bisa mengusap punggung kecil itu yang bergetar tak terkendali, ceruk lehernya terasa sangat basah.

Samuel mengerutkan keningnya bingung, menarik Rafael menjauh dan menelisik mencoba mencari-cari sesuatu. Dan tatapannya jatuh pada saku seragam depan Rafael, Samuel dengan gerakan cepat merogoh saku itu yang terlihat menggebung. Sangat mencurigakan.

Rafael yang baru menyadari permen-permennya, kalah cepat dengan gerakan kasar Samuel yang mengeluarkan makanan kecil itu.

"Apa ini Rafael?!!" bentakan keras yang sejak tadi ditahan akhirnya menyebur sudah. Samuel menurunkan anaknya dari pangkuannya dengan kasar, namun lilitan Rafael dilehernya membuat Samuel kesulitan.

"Lepas."

Rafael menggeleng. "Maaf, hiks hiks maaf Papa." lirih Rafa dengan sesegukan. Tangisannya semakin kencang, dengan lilitan di lehernya yang kian mengerat tak ingin di lepaskan.

"Lepas! Papa gak suka anak pemberontak seperti kamu, yang gak suka di atur, yang gak permah dengerin apa kata Papa. Mulai saat ini sampai besok jangan temuin Papa lagi." lanjut Samuel dingin.

Mendengar itu membuat Rafael menggigil ketakutan, tubuhnya perlahan melepaskan lilitan di leher Papanya dan bergerak menjauh.

 "Jangan nangis. Hukuman tetap hukuman. Jangan coba rayu Mama, karena keputusan Papa sudah bulat."

Mobil pun berhenti, Samuel bergegas keluar. Membanting pintu meninggalkan Rafael yang semakin menangis terisak.

BRAK

Rafael berjengkit, Sang supir yang melihatpun hanya meringis ngilu, ia tau Tuan besar kali ini benar-benar marah. Terlihat dari raut keruhnya sebelum benar-benar keluar meninggalkan anaknya begitu saja.

"Mas, gimana sama Rafa?"

Samuel hanya berlalu begitu saja, mengabaikan pertanyaan istrinya yang menatapnya dengan raut cemas. Namun saat ia hendak membuka pintu utama, teriakan nyaring istrinya membuat Samuel urung dan malah berlari kembali menghampiri Kaela dengan jantung yang tiba-tiba berdegup sangat cepat.

"MAS,,, MAS TOLONGIN! RAFA PINGSAN!!!"


REVISI
JUM'AT, 5 NOVEMBER 2021

Rafael [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang