Rafael |39

13.8K 1.2K 62
                                    

SEBELUM MEMBACA BUDAYAKAN VOTE, COMENT AND SHARE YA!

FOLLOW DULU YOK!
.
.
.

FOLLOW DULU YOK!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Belajar ajalah. ngerti gak ngerti masih ada seorang Kakak

Rafael Arsenio
.....

HAPPY READING ❤️

"Paman, stop! Jangan ikutin Rafa terus!" decakan tak suka sudah puluhan kali Rex dengar, tapi pria dewasa itu tak kunjung pergi membuat dirinya malu saja.

"Ini memang tugas saya, Tuan Muda." timpal Rex santai.

Rafael memutar matanya malas, bukan, bukan itu maksudnya. Astaga, ia hanya ingin pria itu menjaga jarak hingga tak membuat kehebohan seperti ini.

"Terserahlah." Rafael mengibaskan tangannya, lelah mengusir keberadaan Rex yang terus mengikutinya.

"Gilaaang." teriak Rafael heboh saat melihat temannya itu keluar dari ruangan kepala sekolah. Rafael berlari mendekat, menarik lengan Gilang yang tiba-tiba berjalan tergesa, seolah melihat hantu saja.

"Gilang tungguin ih."

Gilang pun berhenti seketika, tubuhnya berbalik menatap Rafael dengan tatapan bertanya. "Kenapa?" tanya Gilang.

"Gilang mau kemana? Kok jalannya bukan ke arah kelas?" pertanyaa polos itu meluncur, Gilang tersenyum sendu mengusap pucuk kepala Rafael dengan sayang.

"Gue ngambil kelas akselerasi."

"Ha?! Kok gak bilang-bilang Rafa?!!" teriak Rafael.

"Ini bilang." detik selanjutnya Gilang tertawa, raut wajah Rafael membuatnya tergelak. Pipi merah itu mengembung, matanya membelik, dengan bibir yang mengerucut sebal.

"Gilang bodoh." maki Rafael yang semakin membuat Gilang terpikal. Lihat, jika dirinya bodoh terus Rafael apa? Idiot?

"Gak boleh ketawa! Gak ada yang lucu ya!" sengit Rafael, matanya melotot mendengar tawa Gilang yang semakin keras. "Paman, marahin Paman. Kalo bisa aduin sama gurulah. Pelanggaran ini namanya." adunya pada Rex.

Rex hanya bisa menggeleng samar, ucapan Tuan Mudanya kadang melantur, hingga membuat siapa saja gemas kala mendengar perkataannya.

Gilang meredakan tawanya, menyimpan setiap ekspresi Rafael yang ia rekam di memorinya. Pagi ini beban yang menghimpit dadanya seakan terangkat, tuntutan dari Daniel membuat Gilang seakan lupa.

Sebagai balas budi, ia di tuntut untuk menjadi pintar, mengambil kelas akselerasi, les dengan di biayai penuh oleh keluarga Lavindra membuat dirinya harus merasa beruntung. Tak ada orang yang seberuntung dirinya, ia hanya orang bodoh yang hanya ingin sukses.

Rafael [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang