pertama

400 6 0
                                    

Liburan semester ganjil ini awan harus menghabiskan waktu di rumah karena ia tidak di izinkan keluar rumah dan kunci mobilnya di sita oleh sang ibu. Penat dan boring yang ia rasakan rasanya ingin sekali ia teriak sekeras-kerasnya dari kekangan ini. Belum lagi nilai raport yang jauh dari kata cukup.

Terngiang-ngiang di telinganya ancaman Ayah nya tentang menyekolahkan nya di luar negeri. Pasti tambah menambah pikiran nya memang sudah sangat penat.

Dering handphone nya berbunyi. Tertera nama jennie disana. Sambil tersenyum ia meraih nya dan menekan tombol Terima.

"Halo... Jen. "

"Ini ibu nya jennie. " Sahut nya di seberang sana.

"Hmm.. Oh, ya tante maaf saya kira jennie. Ada apa tante? "

"Tante cuma mau kasih tau ke kamu yah, tante mau mulai sekarang kamu jauhi jennie. "

"Memang kenapa tante? Salah saya apa? "

"Kamu ini bodoh atau pura-pura bodoh sih? Hah... Tante gak mau jennie berteman dengan anak berandalan seperti kamu. Semenjak jennie kenal kamu dia jadi berani melawan ibu nya sendiri. Pokoknya tante gak mau tau. Kamu harus menjauhi jennie dan jangan pernah menemuinya lagi. Paham kamu? " Ancam nya.

Awan semakin stress dalam posisi seperti ini seseorang yang sangat di harapkan bisa hadir di sisi nya malah harus di jauhi nya. Ia menjatuhkan tubuh nya di ranjang dan mulai memejamkan mata nya yang tidak ngantuk.

Handphone nya kembali berdering. Namun kali ini ia hanya membiarkan karena mungkin dari ibu nya jennie dan hanya akan memaki nya saja hingga ia malas mengangkat nya. Tapi dering itu semakin keras dan tidak berhenti juga. Akhirnya dengan malas ia meraih nya dan mengangkatnya.

"Halo.. " Awan dengan nada malas.

"Hmm... Lama banget sih ngangkat nya? "

"Eh... Disa, kirain siapa? Ada apa dis? "

"Rumah lu kok gak ada orang sih? Gw pencet bel gak ada yang keluar? "

"Heh, lu ada di luar? Mau ngapain lo? Kangen ya sama gw? Hehehe. "

"Pede banget lu, udah buruan bukain. "

"Iya... Iya... " Awan bergegas keluar kamar dan menuju pintu.

Setelah pintu terbuka disa terkejut melihat awan karena ia melihat wajah nya tidak terluka parah.

"Ada apaan dis? " Tanya awan. "Dis.. " Awan menyapa nya lagi. "Eh, ya gapapa gw cuma mau bilang Terima kasih aja kemaren lu dah nolongin jalan gw. " Jawab nya sekenanya. "Oh, kirain kangen sama gw? " Goda awan. "Kok lu, gak parah sih luka nya? " Disa memegang rahang awan.

"Ya.. Iya lah kan gw sebenarnya bisa berantem. Tapi gw lupa ya kenapa gw gak ngalah aja ya biar luka gw parah? "

"Maksudnya? "

"Ya... Kan kalo gw luka parah lu kan yang ngobatin. "

"Terus? " Disa melanjutkan pertanyaannya. "Habis di obatin terus... " Awan memonyong kan bibir nya.

"Mulai dah... Ya udah gw balik nih. " Disa merajuk. "Tunggu dis, " Cegah awan meraih telapak tangan disa. "Hmm... Temenin gw yah.. Hehe. " Awan meringis.

Disa pun masuk ke rumah awan yang sepi karena orang tua nya sedang di kantor dan bi maryam sedang pulang kampung. Awan sendirian saja dirumah.

"Mau minum apa dis? "

"Apa aja deh, oh ya bi Maryam memang nya kemana? " Tanya disa. "Pulang kampung. " Jawab nya dari balik kulkas.

Awan menaruh dua gelas sirup jeruk. "Dis, lu laper gak? " Tanya awan. "Emang kenapa? " Disa melirik. "Hehe.. Gw laper bikin mie instan yuk, soalnya gw gak boleh keluar dan gak pegang uang. " Awan menggaruk kepala nya yang tidak gatal. "Husss... " Disa membuang napas.

Dosa Disa (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang