Bella pikir Wonjin akan memulihkan rasa sakitnya tapi alih-alih begitu si suami malah menjadi bom waktu untuk kehancuran hidupnya.
⚠️ TRIGGER WARNING - DEPICTION OF MANIPULATION, EMOTIONAL/PHYSICAL ABUSE AND STRONG LANGUAGE THAT WILL NOT BE SUITABLE...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Hana mengulas senyum seolah kami berteman dan menerobas masuk ke dalam aparteman begitu saja. "Wah apartemannya bagus sekali." Komentarnya lalu duduk di sofa ruang tengah begitu saja. "Dimana Wonjin?"
"Untuk apa kau kemari?" Aku berusaha menahan diri tidak berteriak keras-keras mengingat hubunganku dengan Wonjin sudah sedikit membaik beberapa saat yang lalu. "Lebih baik kau pulang Hana." Tambahku membuatnya berdecak dan kini bangkit berjalan mendekatiku.
"Shireo." Katanya menyebalkan. "Aku ingin sarapan disini bersama kekasihku."
"Lee Hana." Geramku dengan kedua tangan terkepal erat.
"Kenapa hm? Aku berhak sarapan disini karna Wonjin kekasihku dan ia mencintaiku, bukan dirimu Bella Kim."
"Aku Bella Ham." Koreksiku membuatnya berdecak keras, "Aku istrinya yang berhak atas Wonjin sepenuhnya. Jadi pergi dari sini sekarang." Lanjutku sambil menariknya untuk keluar.
Hana menyentak tangannya dari genggamanku dan seperti kilat menyambar ia menamparku keras-keras sampai membuat tubuhku sedikit terhuyung.
Sekon berikutnya ia menampar dirinya sendiri lebih keras lagi membuatku menatapnya tak habis pikir dan pintu kamar terbuka menampilkan Wonjin yang sudah segar dengan tubuh terbalut seragam sekolah.
"Hana? Kenapa kau kemari?"
"Wonjin hiksss..." Ia terisak berjalan menghambur ke pelukan Wonjin yang membuat hatiku serasa di remas luar biasa. "Istrimu itu menamparku Wonjin karna tidak mau aku ikut sarapan disini hiksss..."
Wah... jalang itu benar-benar... wah aku sampai tak bisa berkata-kata saking kesalnya.
"Kau benar menamparnya Kim?"
Kim? Lagi? Dasar Ham keparat!!!!
"Pikir saja sendiri Ham." Balasku sinis. Aku tidak mau terlibat dalam drama picisan seperti istri yang tersakiti terlalu lama.
"Wonjin lihat pipiku pasti memar hikss sakit sekali." Adunya dengan suara sok menyedihkan membuatku mual dan segera berjalan masuk kedalam kamar melewati keduanya yang masih saling berpelukkan ria.
Aku akan membawa satu set seragam bersih di lemari dan sedikit terkesiap saat Wonjin memelukku dari belakang.
Sialan. Mau apa lagi dia huh?!!!
"Lepas Ham. Aku mau mandi sekarang." Kataku dengan suara terdingin yang kumiliki tapi Wonjin malah mengeratkan pelukannya dan menelusupkan wajahnya di perpotongan leherku.
"Hana sudah kusuruh pulang."
"Oh."
"Masih marah?"
"Pikir saja sendiri."
"Baiklah. Mau melanjutkan yang tadi?"
"Aku tidak berminat lagi. Aku tidak menginginkanmu lagi Ham Wonjin!!"
Wonjin malah mencium leherku kuat-kuat membuatku berjengkit, "Wonjin lepas!!!"
Bukannya melepaskanku ia malah mendorong tubuhku terbaring di kasur, "Tidak mau. Aku tidak mau melakukan itu lagi denganmu. Aku membencimu! Aku membencimu hikss..." Aku menangis tanpa bisa kutahan lagi. Kilasan dimana Wonjin dan Hana berpelukkan tadi terus terbayang menyakitiku.
Wonjin terkekeh pelan dan menarik tubuhku untuk terduduk di kasur, "Tunggu sebentar." Katanya bangkit mengambil kotak p3k di lemari rias dan duduk kembali di dekatku sepertinya ingin mengobati pipi kiriku yang memar ditampar Hana tadi.
"Aigoo masih menangis ternyata." Katanya seribu kali menyebalkan yang membuatku memelintir bibirnya yang sudah tidak kulakukan akhir-akhir ini.