Hidupku itu kelewat sempurna yang membuatku berbaik sangka terhadap Tuhan kalau aku ini umatnya yang paling ia sayangi. Kupikir Tuhan tak sampai hati memberikan kemalangan dalam hidupku.
Namun musim dingin yang menusuk sampai ketulang itu mematahkan asumsiku mentah-mentah tatkala mobil yang kutumpangi berderak memutar dan berguling-guling menciptakan gelenyar nyeri di setiap inchi tubuhku.
Lalu disaat nafasku kian memendek ntah mengapa perkataan seorang lelaki paruh baya di penghujung jalan sekolah waktu itu terdengar memenuhi kepalaku, "Nak, Tuhan itu maha adil. Setiap umatnya pasti diberikan kebahagian dan kemalangan sama besarnya selama hidup. Jikalau kau selama ini mendapatkan kebahagiaan berarti kemalangan yang akan segera datang."
Kala itu aku hanya menanggapi dengan decihan tak percaya yang mungkin saja membuat Tuhan murka dan akhirnya memberikan kemalangan pada hidupku.
"TIDAK MUNGKIN!!! DIMANA KEDUA TANGANKU?!!!"
"Wonjin sayang tenanglah..."
"INI KENAPA KEDUA TANGANKU BEGINI MAMA?!! KENAPA?!!"
"Kedua tanganmu diamputasi karna kecelakaan itu Wonjin-ah. Mama dan Papa tidak punya pilihan lain selain menggantinya dengan kedua tangan besi itu karna dengan begitu kau bisa beraktifitas seperti biasanya."
"SHIREO!! AKU TIDAK INGIN KEDUA TANGAN BESI BEGINI!!! AKU INGIN KEDUA TANGANKU!!!"
PLAKK
Papa langsung memberiku tamparan keras yang untuk kali pertamanya kudapatkan. Rasanya tentu saja menyakitkan sampai air mataku juga serta merta jatuh dari pelupuk mataku.
"Yeobo!!"
"AKU TIDAK INGIN INI!! LEBIH BAIK AKU MATI SAJA DARI PADA MENJADI ORANG CACAT BEGINI!!!"
Aku terus berteriak dan mencoba melepas kedua tangan besi yang melekat di tubuhku sampai beberapa dokter serta suster datang memberiku suntikkan penenang.
Itu bukanlah satu kali terjadi tapi beberapa kali sampai Dokter Psikiater juga ikut andil dalam pengobatanku.
"Bagaimana perasaanmu?"
"Buruk."
Si Dokter yang memiliki nametag Park Serim itu hanya tersenyum hangat. "Cuaca sedang bagus. Lebih baik Wonjin-ssi berjalan-jalan di taman rumah sakit ini."
Aku hanya mengangguk toh mulai bosan juga mendekam terus di ruang rawat inap yang ntah sudah berapa lama karna tak berkeinginan menghitung hari. Bahkan hari ini pun aku tidak tahu hari apa dan jam berapa.
Aku kehilangan minat untuk apapun.
"Cih, katanya cuaca bagus tapi kok malah turun salju." Cibirku sambil berusaha menyingkirkan beberapa bulir salju yang jatuh di bahuku.
Akan segera beranjak kembali ke ruang inap karna tidak mau mati kedinginan namun terhenti tatkala mendengar gelak tawa kecil tak jauh dariku. Saat menoleh ternyata ada seorang gadis yang berdiri tak jauh dariku. "Ini kan musim dingin. Sudah semestinya turun salju." Katanya yang sepertinya mendengar perkataanku tadi.
"Bukan urusanmu. Mulutku ini milikku. Aku bebas bicara apapun."
Lagi. Gadis itu tertawa. "Kau ini lucu sekali ya." Katanya yang membuat dahiku berkerut tak mengerti. Dimana letak kelucuanku? Terlebih kedua tangan besi yang melekat dalam tubuhku ini terlihat menjijikkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
RECOVER
FanficBella pikir Wonjin akan memulihkan rasa sakitnya tapi alih-alih begitu si suami malah menjadi bom waktu untuk kehancuran hidupnya. ⚠️ TRIGGER WARNING - DEPICTION OF MANIPULATION, EMOTIONAL/PHYSICAL ABUSE AND STRONG LANGUAGE THAT WILL NOT BE SUITABLE...