4.8

702 177 10
                                    

Sebelum pulang ke Seoul, Wonjin menyempatkan diri mengajakku berjalan-jalan di sekitaran taman yang berderet pohon maple dengan daunnya yang sudah berubah warna dari kuning menjadi jingga sekali

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sebelum pulang ke Seoul, Wonjin menyempatkan diri mengajakku berjalan-jalan di sekitaran taman yang berderet pohon maple dengan daunnya yang sudah berubah warna dari kuning menjadi jingga sekali. "Kalau besok turun salju bagaimana?"

"Mungkin malam ini akan turun salju."

"Aniya. Kupikir besok akan mulai turun saljunya."

"Bagaimana kalau kita taruhan?"

"Apa-apaan itu?" Cebikku sambil mengayunkan kedua tangan kami yang tertaut, "Awas saja kalau macam-macam."

"Tidak sayangku." Kekehnya sambil berhenti melangkah dan merangkum wajahku untuk menggesekkan hidungnya pada hidungku, "Ini soal nama anak kita."

"Itu lagi. Aku tetap ingin menamai anakku Jaeden dan Rose."

"JungJung dan Aiko lebih bagus."

"JungJung terdengar aneh."

"Memangnya Jaeden tidak?"

Aku lantas melepas tautan tangan kami dan berjalan lebih dulu ke kursi taman yang biasa menjadi tempat santaiku selama ini ntah sendirian atau bersama Minhee atau Wonjin.

"Yeobo, kenapa malah merajuk begitu?"

"Kau ini keras kepala ya. Tidak pernah mau mengalah."

"Iya iya. Nanti kalau laki-laki kita beri nama Jaeden dan kalau perempuan kita beri nama Aiko, eotee? Jadi kita impas."

Aku berpikir sejenak sambil duduk bersandar di kursi taman, "Baiklah. Aiko tidak buruk tapi kenapa harus ada unsur Jepang begitu seperti Hana. Jangan-jangan kau masih mencintainya ya!"

"Aigoo.." Wonjin malah menjawil hidungku sesaat dan menciumi wajahku berulang kali, "Yak!! Keumanhae!!"

"Aku ini mencintaimu yeobo. Hanya mencintai Bella Ham, bukan Hana atau gadis lainnya."

"Ara ara sekarang hentikan Wonjin. Bagaimana kalau ada orang yang lihat?!"

Wonjin malah cengengesan dan akhirnya berhenti menciumi wajahku, "Dasar mesum!"

"Kau juga mesum lho. Kalau tidak mana mungkin beberapa hari ini memintaku--"

"Ham Wonjin!"

"Iya iya maaf." Wonjin mengecup bibirku sekilas dan memelukku erat, "Aigoo dingin sekali sayang..."

"Dingin atau cari kesempatan?!"

"Dua-duanya, sih." Katanya sambil tertawa lepas dan aku mendongak memperhatikan gurat wajahnya ketika tertawa yang tak pernah membuatku bosan.

Rasanya waktu menjadi stagnan bersamaan dengan jutaan kupu-kupu yang menggelitik perut yang selalu memberi kesan adiktif bagiku. "Wonjin..."

"Apa sayang?"

"Saranghae Wonjin-ah, jeongmal saranghae..."

Wonjin menunduk dan menghentikan tawa lepasnya menjadi senyuman, "Nado saranghae Bella-ah." Balasnya lalu mengecup keningku beberapa saat yang membuatku merasa menjadi gadis paling di cintai.

Suara klakson mobil membuat kami saling memisahkan diri dan ternyata itu Park Ahjussi yang akan menjemput Wonjin, "Kapan kau pulang lagi kesini?"

"Setelah ujian selesai aku akan langsung pulang yeobo." Katanya sambil beranjak dan memelukku sedemikian rupanya lalu berjongkok mengecup perutku berulang kali.

"Hei jagoannya Papa, baik-baik ya bersama Mama disini. Jangan nakal. Jangan nendang perut Mama terlalu keras arachi?"

"Ne Papa." Kataku dengan suara seperti anak kecil membuatnya mendongak memperlihatkan tawa kecilnya. "Aku tak sabar mendengar suaranya secara langsung yeobo."

"Sabar ya Papa. Aku sebentar lagi lahir lho."

"Awal musim semi ya. Musim dimana kali pertamanya kita bertemu." Katanya sambil berjalan merangkulku menuju mobil.

Aku mengenang sesaat masa waktu itu. Kala itu memang bukanlah waktu yang menyenangkan bagiku tapi mengenangnya seperti ini membuatku teramat bersyukur bertemu dan menikah dengannya.

Terus mengenang sampai tak menyadari sudah ikut masuk ke dalam mobil yang melaju pelan atas suruhan Wonjin karna ingin lebih lama bersamaku. "Hati-hati di rumah yeobo. Kalau ada apa-apa cepat hubungi suamimu ini arachi?" Katanya sesaat mobil sudah berhenti tepat di depan rumah sewaku.

Aku hanya mengangguk karna malu ada Park ahjussi antara kami. "Yeobo, jawab dong~~" Rengeknya sambil beraegyo yang bisa kulihat Park Ahjussi semakin mengulum senyumnya. Ya ampun. Memalukan sekali sih si Ham ini!!

"Iya iya. Sudah ya, kau juga hati-hati Wonjin-ah." Kataku cepat dan akan membuka pintu mobil namun terhenti tatkala Wonjin memelukku dari belakang. "Saranghae..." Bisiknya pelan dan mengecup pipiku berulang kali.

"Wonjin sudah ishh malu tahu." Kataku yang malah ditanggapi cengengesan olehnya. "Panggil aku yeobo dulu baru aku lepaskan."

"Ne yeobo."

"Bilang dadah yeobo dulu."

"Dadah yeobo." Ya ampun. Rasanya ingin sekali tenggelam ke dasar lautan saat Park Ahjussi terkekeh kecil begitu melihat kami begini.

"Yasudah cepat masuk ke dalam dan jangan lupa kunci pintunya yeobo."

"Ne yeobo." Kataku cepat dan Wonjin akhirnya melepas pelukannya sehingga aku bisa keluar dari mobil.

Wonjin malah membuka kaca mobilnya, "Kalau nanti malam turun salju itu artinya kau merindukanku."

"Kalau besok turun saljunya itu artinya kau yang merindukanku." Balasku tak mau kalah dan kami pun terkekeh sesaat.

"Aku pergi. Jaga dirimu baik-baik yeobo. Dadah sayangnya aku~~ dadah uri aegi~~~" katanya sambil melambai kearahku seperti anak kecil sesaat mobil mulai melaju kembali yang kubalas hanya dengan lambaian dan berusaha keras menahan air mataku.

Sedih sekali. Kalau tidak hamil mungkin aku akan mengejar mobilnya seperti di drama picisan hiksss Wonjin jangan pergi huwaaawaa!!!

Kalau saja keadaan di Seoul sudah lebih baik untukku pasti aku akan ikut bersamanya tapi disana masih ramai akan beritaku. Ntahlah. Mulut orang-orang memang tak pernah lelah memberi bumbu sana sini sehingga aku semakin buruk dalam pandangan masyararakat disana. Terlebih Mama adalah Walikota dan Kak Seulbi itu salah satu trainne agensi terkenal.

Huh.... rasanya lelah sekali hanya memikirkan itu. Aku pun lantas masuk ke dalam rumah dan mengunci pintu seperti apa yang Wonjin titahkan.

Namun baru beberapa langkah suara pintu terketuk dan kupikir itu Wonjin yang kembali karna ada barang yang tertinggal tapi ternyata aku salah.

Saat membuka pintu ternyata yang berdiri itu Mama sambil mengulas senyuman yang meruntuhkan segala harapan yang kubangun sedemikian rupanya.

"Apa kabar anakku sayang?" []

"Apa kabar anakku sayang?" []

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
RECOVERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang