Dulu aku selalu yakin kalau semua rasa sakit yang kulalui selama ini bisa Tuhan gantikan dengan kebahagiaan tak terkira. Maka dari itu aku tidak pernah mengeluh kepadaNYA. Selalu berserah diri dan tak pernah berhenti berdoa untuk kebahagianku.
Kupikir Wonjin adalah jawaban atas doa-doaku. Dia akan menjadi kebahagianku. Mengantikan semua rasa sakitku dengan kebahagian tapi ternyata aku keliru. Alih-alih menjadi kebahagian ia malah menjadi bom waktu untukku. Untuk kehancuranku.
Mungkin di kehidupan sebelumnya aku melakukan dosa besar yang tak termaafkan sehingga Tuhan menghukumku di kehidupan ini sedemikian menderitanya begini.
Suara ponsel terdengar nyaring membuatku terkesiap segera meraih ponselku di dekat meja ternyata alarm yang kusetel untuk menyiapkan makan malam.
Tapi tubuhku terlalu lemas untuk beranjak dari sofa ini dan akhirnya berbalik kembali kearah Wonjin yang masih terlelap.
Lalu seperti biasa aku menempatkan telingaku di dadanya berharap mendengar debaran anomalinya namun seperti beberapa hari sebelumnya debarannya tetap seperti biasa. Mengalun normal yang ntah mengapa seperti lagu lulaby bagiku.
Aku nyaris akan tertidur lelap kalau saja tak mendengar ketukan pintu depan villa. "Tuan nona!!" Suara bibi Jung terdengar membuatku terpaksa bangun dari sofa dan secepat kilat memakai pakaian yang berserak di lantai.
"Iya sebentar bibi!!" Aku membalas berteriak tak kalah keras dengan susah payah berjalan kearah pintu depan karna bagian bawah tubuhku masih ngilu setelah melakukan itu berkali-kali selama beberapa hari ini dengan Wonjin.
Aku membuka pintu dan melihat bibi Jung membawa sekeranjang buah-buahan, "Ini buahnya sudah matang di kebun belakang rumah bibi, makan ya nak selepas makan malam nanti."
"Ne, terima kasih bibi." Aku membalas membungkuk sopan padanya yang hanya menepuk bahuku lembut.
"Istirahatlah nak, jangan terlalu menuruti suamimu." Katanya lalu pergi begitu saja yang menohok hatiku.
Sebelum menutup pintu aku melihat bayang tubuhku dari kaca jendela, terlihat begitu rapuh dan menyedihkan.
"Siapa Bell?" Wonjin berjalan mendekat dengan hanya memakai celananya sehingga aku bisa melihat berbagai tanda yang kububuhkan diatas tubuhnya. "Mau melanjutkan yang tadi?"
"Ti-tidak! Aku harus memasak." Kataku cepat dan berjalan sedikit tertatih menuju dapur.
Saat berkutat mencuci buah tetiba saja Wonjin memelukku dari belakang dan sesekali mengecup pundakku yang sedikit terbuka karna kemeja kebesaran milik Wonjin.
"Besok kita pulang ke Seoul karna skorsingmu sudah selesai."
"Hm." Aku hanya berdeham pelan menanggapinya, "Akhir-akhir ini kau dingin sekali, kenapa?"
"Tak apa."
"Apa menyesal telah melakukan semua ini?" Ia bertanya dengan bibir tebalnya yang kini merambat pada leherku.
"Wonjin ja-jangan..."
"Sebentar..." Ia membalik tubuhku memangut bibirku kedalam ciumannya yang menghanyutkan.
Tau-tau aku sudah terbaring di meja makan dan Wonjin sudah akan siap namun terhenti saat mendengar ketukan pintu yang keras sekali.
Wonjin berdecak dan kembali merapihkan pakaiannya begitupun aku untuk melihat siapa orang bar-bar yang datang itu.
"Kang Minhee?!!" []
KAMU SEDANG MEMBACA
RECOVER
FanficBella pikir Wonjin akan memulihkan rasa sakitnya tapi alih-alih begitu si suami malah menjadi bom waktu untuk kehancuran hidupnya. ⚠️ TRIGGER WARNING - DEPICTION OF MANIPULATION, EMOTIONAL/PHYSICAL ABUSE AND STRONG LANGUAGE THAT WILL NOT BE SUITABLE...