2.1

746 197 10
                                    

Delapan belas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Delapan belas. Dua puluh dua. Kosong satu.

Ting.

Pintu aparteman kubuka perlahan dengan jantung bertalu tak karuan. Ini sudah hampir tengah malam dan Wonjin sudah tidur pastinya.

Iya aku harap begitu dan memang benar tapi dia tertidur di sofa ruang tengah dalam keadaan televisi masih menyala.

Setelah mematikan televisi aku pun membereskan beberapa buku yang tercecer di karpet. "Bella?" Aku terperanjat kaget sampai menjatuhkan buku-buku milik Wonjin kembali tercecer di karpet.

"Wonjin kenapa bangun?" Wonjin hanya berdecak dan bangun dari posisi rebahannya untuk duduk dengan benar. "Kenapa baru pulang jam segini? Keasikkan berpacaran dengan lelaki tampan seperti Minhee ya."

"Iya." Jawabku yang membuat air muka Wonjin berubah semakin keruh. "Kenapa tidak sekalian saja menyewa motel?" Tanyanya sarkas lalu bangkit berjalan menuju kamar meninggalkanku yang berdiri kaku menatap punggungnya yang semakin menjauh.

Iya bagus. Begini saja. Ini sesuai dengan apa yang kuharapkan. Wonjin membenciku sehingga ia tak perlu merasa sakit hati melihat kedekatanku dengan Minhee.

Tak apa. Kebohongan ini hanya untuk sementara sampai sekolah selesai. Tapi aku takut Wonjin benar-benar membenciku. Aku harus bagaimana tuhan? Mengapa menjadi rumit begini?

Pintu kamar yang tertutup keras menarikku kembali dalam realita dan dadaku kian sesak seperti dihimpit gada besar ketika mendengar pintu kamar terkunci dari dalam. Itu artinya secara halus Wonjin menyuruhku tidur di sofa ruang tengah tanpa selimbut dan bantal.

Tak apa. Tak apa. Aku mengerti. Sudah sepantasnya aku mendapatkan hukuman darinya karna kalau aku berada di posisi Wonjin mungkin akan melakukan lebih dari ini.

Aku pun melepas tas ranselku dan meletakkannya di kaki sofa lalu beranjak menuju dapur untuk minum segalas air putih. Berharap mengurangi rasa sesak yang bercokol di dalam dada namun ternyata malah kian bertambah sesaat netraku melihat meja makan penuh dengan menu makanan kesukaanku.

Wonjin sepertinya merencanakan makan malam spesial untukku karna ada lilin aromaterapi yang terpasang rapi di meja makan. Aku meniupnya dan tak sengaja menyentuh mangkuk bulgogi yang sedikit panas. Itu artinya Wonjin memanaskan semua makanan ini berulang kali dan menungguku pulang.

Ya ampun. Aku jadi semakin merasa buruk. Istri macam apa aku ini? Benar-benar mengerikkan. Malang sekali Wonjin harus punya istri sepertiku.

Mianhae. Jeongmal mianhae Wonjin-ah. Aku benar-benar terpaksa menjadi kekasih Minhee dan seharian ini berkencan dengannya. Semua itu kulakukan untuk melindungimu.

Ingin sekali aku mengatakan semua rentetan kalimat itu tapi tak bisa. Aku tidak ingin memperburuk semuanya.

Aku lantas duduk dan mulai mencoba berbagai macam makanan yang Wonjin masak untukku meskipun perutku sudah kenyang karna sebelumnya Minhee ajak makan malam tadi di restoran favoritnya.

RECOVERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang