Semalaman suntuk aku mengobrol dengan Wonjin. Menjelaskan segalanya dan langsung Wonjin ceramahi ini itu tetapi secara garis besarnya ia tidak memperbolehkanku berhubungan lagi dengan Minhee.
Biarlah katanya apapun yang akan Minhee lakukan ia tak peduli dan terpenting aku bersamanya. Tidak menduakannya. Ya ampun terdengar keju sekali tapi aku tak menyangkal bahwa bahagia sekali tak perlu membohongi diri lagi.
"Aduh Bell, jangan terlalu ketat begini simpul dasinya. Sesak. Mau jadi janda muda ya gegara aku mati konyol karna simpulan dasi." Kata Wonjin berlebihan yang membuatku semakin mengeratkan simpulannya.
"Yak!"
Aku terkekeh melihatnya dan akhirnya melonggarkan simpulan dasi seragamnya, "Jja selesai."
"Kau ini tidak niat sekali ya membantuku menyimpulkan dasi."
"Memang."
Wonjin melotot lucu yang membuatku mencubit kedua pipinya gemas, "Aigoo suamiku ini kenapa menggemaskan sekali." Kataku yang membuat wajahnya perlahan memerah.
"Sudah. Sudah. Aku semakin terlambat ini." Wonjin menjauhkan kedua tanganku dari wajahnya lalu beranjak meraih tas ranselnya, "Tidak mau sarapan dulu?"
"Tak akan keburu sayang. Sudah ya aku berangkat sekolah dulu, hati-hati saat pergi ke rumahmu nanti siang."
"Iya. Nanti juga kau pulang terlambatkan?" Aku mengikutinya keluar dari kamar dan memperhatikannya yang kini berkutat memakai sepatunya.
"Aku harus membersihkan toilet sekolah dulu sebelum pulang nanti, mungkin sekitar jam sembilan aku baru sampai rumah. Kenapa hm? Mau kujemput dari rumahmu nanti?"
Aku menggeleng dan merapihkan letak surai merahnya yang sedikit berantakkan, "Tak perlu. Sore juga aku sudah pulang dari rumahku."
Wonjin terlihat khawatir mengusap sisi wajahku lembut, "Yakin Mama Hyesun tidak akan memarahimu?"
"Pasti dimarahi sedikit karna skorsing selama satu minggu itu bukanlah hal yang baik. Tapi tenanglah Mbull aku bisa mengatasinya lagi pula Mama tidak akan mungkin sampai hati memukulku kan?"
"Baiklah. Kalau ada apa-apa cepat hubungi aku."
"Ay ay capt." Aku bersuara menirunya yang membuatnya terkekeh kecil dan membubuhkan ciuman pada keningku. "Aku pergi sayang."
"Ne. Hati-hati Wonjinie." Aku melambai di ambang pintu aparteman yang ia balas sesaat sebelum masuk ke dalam lift.
Lalu menghela nafas perih. Dasar pembohong ulung. Aku tidak mungkin bisa mengatasi Mama. Tak akan pernah.
••••
Plakkk
Plakkk
Dua tamparan Mama layangkan sekaligus ke kedua pipiku sampai pandanganku menjadi buram dan aku harus berpegangan pada tembok agar tidak terjatuh ke lantai rumah.
"Dasar anak tidak tahu diri! Bisanya hanya memalukan saja! Kau tahu karna perbuatanmu yang membuat Mama harus menghadap guru bk mu itu menjadi laman berita sekarang."
Mama menarikku dan mendorongku jatuh ke lantai. Sekon berikutnya ia menendang perutku berulang kali mengingatkanku akan memori usang karna sedari dulu saat Mama kesal dengan kelakuan Papa ia selalu menjadikanku samsak tinjunya karna wajahku mirip Papa.
Tapi kini berbeda. Ia memukulku karna kesalahanku. Rasanya memang masih meyakitkan di sekujur tubuh tapi hatiku tidak terlalu sakit seperti dulu. Mungkin karna alasan atau sudah biasa. Aku tidak tahu mana yang lebih tepat. "Kau pikir membangun reputasi itu mudah huh?! Kau ini sama saja dengan Myungsoo. Selalu menyusahkanku! Tidak berguna! Menyesal sekali aku melahirkanmu ke dunia ini!!!"
"Mama sudah!!" Aku mendengar suara Kak Seulbi mendekat dan saat membuka mata ternyata Kak Seulbi sudah berada di dekatku memelukku untuk menahan pukulan Mama.
"Menyingkir Kim Seulbi! Biarkan Mama menghukum anak sialan ini."
"Dia anakmu juga Mama!" Kak Seulbi balas berteriak dan mencoba membawa tubuhku bangun menjauh dari Mama.
"Kak Seulbi? Kaka sudah pulang? Kaka kemana saja selama ini?" Kak Seulbi tak menjawab dan malah menyeka darah di sudut bibirku serta hidungku.
"Nanti Kaka jelaskan. Sekarang ayo obati lukamu dulu." Aku menggeleng dan susah payah berdiri. "Kalian membohongiku?!!!"
Mama tampak terkesiap begitupun dengan Kak Seulbi, "Wae?!!!" Aku menjerit keras sampai tenggorokkanku sakit, "Aku ini anakmu juga Mama!!! Mengapa selalu memperlakukanku berbeda? Mengapa selalu menomor duakanku? Apa karna wajahku ini mirip Papa sementara wajah Kak Seulbi mirip denganmu?!"
"Mengapa aku harus menanggung semua ini?! Semua kesalahan Papa. Semua kesalahan Kak Seulbi. Aku juga manusia Ma, aku punya perasaan."
"Aku tidak akan pernah meminta Mama untuk menyayangiku sama seperti Mama menyayangi Kak Seulbi tapi aku mohon perlakukan aku sebagai anakmu juga."
"Aku juga ingin disayang olehmu walaupun sebentar saja Mama." Selepas berkata begitu aku pun berlari keluar rumah tanpa menghiraukan panggilan Kak Seulbi.
Terus berlari sampai aku melihat Wonjin di ujung jalan sana dengan surai merahnya yang berkibaran oleh angin musim semi, "Bella?!"
Aku terdiam dan membiarkannya yang kini berlari cepat kearahku, "Kau kenapa babak belur begini? Siapa yang memukulmu?" Wonjin merangkum wajahku sesaat sebelum memelukku dengan sayang seolah aku ini porselan yang akan pecah jika ia peluk sedemikian rupanya.
"Bawa aku pergi Wonjin, pergi sejauh mungkin sampai Mama tidak akan pernah bisa menemukanku." []
KAMU SEDANG MEMBACA
RECOVER
Fiksi PenggemarBella pikir Wonjin akan memulihkan rasa sakitnya tapi alih-alih begitu si suami malah menjadi bom waktu untuk kehancuran hidupnya. ⚠️ TRIGGER WARNING - DEPICTION OF MANIPULATION, EMOTIONAL/PHYSICAL ABUSE AND STRONG LANGUAGE THAT WILL NOT BE SUITABLE...