Bella pikir Wonjin akan memulihkan rasa sakitnya tapi alih-alih begitu si suami malah menjadi bom waktu untuk kehancuran hidupnya.
⚠️ TRIGGER WARNING - DEPICTION OF MANIPULATION, EMOTIONAL/PHYSICAL ABUSE AND STRONG LANGUAGE THAT WILL NOT BE SUITABLE...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Aku suka sekali membiaskan daun maple pada langit. Rasanya menyenangkan saja apa lagi sesaat di geser ke arah wajah Wonjin yang kini di poles make up sedemikian rupanya membuatku tertawa lagi untuk kesekian kalinya.
"Bagus. Tertawa saja sempuasmu." Ketusnya sambil membuka bungkus es krim dan menyodorkannya padaku.
"Ini kan kemauan anak kita Wonjinie, kau mau apa anak kita ileran nanti kalau kemauannya tidak di turuti?"
"Ne ne ne." Katanya mencebik sesaat lalu mengusap perutku dengan sayang, "Meskipun keinginanmu aneh semua tapi Papa akan mengabulkannya tanpa terkecuali, karna Papa sangat menyayangimu uri aegi~~"
Aku tersenyum dan mengusap belakang kepala Wonjin lembut sesaat ia berulang kali mengecup perutku. "Terima kasih Papa.." Kataku selepas menghabiskan satu es krimku dengan suara seperti anak kecil membuat Wonjin mendongak memperlihatkan gurat wajahnya ketika tertawa.
Ya ampun manis sekali. Pantas saja beberapa lelaki memperhatikannya terus dikira mungkin Wonjin ini perempuan sungguhan.
Pfftt padahalkan, "Kalau tertawa itu jangan ditahan yeobo nanti sakit perut lho."
Aku lantas merangkum wajahnya dan mengecup ujung hidungnya pelan, "Cantik sekali, sih."
"Yak!!" Wonjin merenggut dan serta merta segera melepas rambut palsu sepunggungnya kesal, "Aku ini tampan."
"Iya iya ishh ngambekan sekali, ayo pakai lagi."
"Shireo."
"Oh yasudah nanti malam tidur di sofa lagi."
Wonjin berdecak dan kembali memakai rambut palsunya dengan seraut wajah semakin tertekuk, "Jangan cemerut begitu dong, ayo senyum nanti malam kan tidur bersamaku di atas ranjang yang empuk Wonjinie."
"Aku juga minta jatahku, kalau begitu." Katanya sambil menaik turunkan alisnya.
"Yak!"
Wonjin lantas tertawa dan menjawil hidungku pelan, "Becanda sayang, memangnya bisa melakukan itu ketika hamil?"
Aku berpikir keras dan tidak menemukan jawaban apapun sementara Wonjin malah semakin tertawa terpingkal-pingkal, "Sudahlah jangan bahas hal-hal begitu dasar Ham mesum."
"Kalau suami gak mesum kasian istrinya Bell, kurang belaian."
"Wonjin!"
"Iya iya maaf." Wonjin lantas membawaku ke dalam pelukannya sehingga kepalaku bersandar di dadanya yang bisa kudengar debaran jantung anomalinya membuat keseluruhan hatiku menghangat dan membalas memeluknya sama eratnya.
Sekon berikutnya ia mulai menyanyikan lagu stuck with you yang sedang hits akhir-akhir ini bersamaan dengan langit yang perlahan berubah senja. "Sebentar lagi malam Wonjin-ah, ayo kita pulang."
"Sebentar biarkan seperti ini dulu yeobo."
"Araseo." Aku semakin mengeratkan pelukanku dan bisa kurasakan puncak kepalaku dicium berulang kali oleh Wonjin dengan penuh kasih sayang yang membuatku merasa dicintai sekali olehnya.
"Kau sangat mencintaiku ya." Kataku sambil mendongak dan Wonjin langsung menggesekkan hidungnya pada hidungku membuatku terkekeh kecil dibuatnya. "Tentu saja yeobo."
"Aku juga sangat mencintaimu suamiku, Ham Wonjin."
"Jadi kau sudah benar-benar memaafkanku?" Tanyanya dengan seraut wajah penuh pengharapan dan aku mencoba terlihat berpikir-pikir. Sebenarnya belum puas mengerjainya dalam beberapa hari ini tapi aku sudah tidak bisa menahan diri lagi.
Apa lagi mengingat lusa Wonjin harus kembali ke Seoul untuk ujian akhir semester. "Iya aku memaafkanmu sekarang."
Kukira Wonjin akan tersenyum senang dan serta merta memelukku kelewat erat tetapi kini ia malah menangis terisak tergugu seperti anak kecil. "Yak kenapa malah menangis?"
"Ini--" Ia malah semakin terisak membuatku memeluknya membiarkan wajah basahnya tenggelam dalam ceruk leherku, "Sudah isshh cengeng sekali. Mau besok pakai beginian lagi?"
Wonjin menggeleng dan mengeratkan pelukannya, "Aku terlalu senang yeobo sekaligus lega luar biasa." Katanya perlahan mengurai pelukan lalu berjongkok di hadapanku sehingga aku bisa melihat polesan make up diwajahnya kini berantakan bercampur dengan bekas air mata.
Aigoo kalau dalam keadaan normal pasti aku sudah tertawa terpingkal-pingkal melihatnya, "Arti air mata tidak selalu sedih yeobo, aku terlalu bahagia bisa bersamamu lagi yang masih mau berbesar hati menerimaku kembali setelah segala rasa sakit yang kau terima karnaku." []
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.