Lorong rumah sakit terlihat sangat lenggang. Dingin dan sepi sampai isak tangisku terdengar jelas di sepanjang lorong ketika pintu ICU tidak kunjung juga terbuka.
Wonjin sempat di tangani di UGD namun beberapa saat kemudian dilarikan ke dalam ruang ICU karna mengalami hiportermia hebat dan kini dokter tengah berusaha menyelamatkannya.
Rasanya seluruh tubuh serta hatiku luluh lantak dan hanya bertumpu pada Minhee yang memelukku sedemikian rupanya. Aku memang tidak ingin kembali melanjutkan pernikahan dengannya tapi tidak dengan tanpanya di dunia ini.
Pintu ICU terbuka menampilkan dokter yang mengulas senyum hangat padaku, "Pasien sudah cukup stabil dan akan segera di pindahkan ke ruang rawat inap." Jelasnya yang membuatku membungkuk penuh rasa terima kasih sekaligus lega.
Beberapa suster pun mendorong brangkar Wonjin yang segera kuikuti bersama Minhee bahkan aku segera melepas pelukannya agar lebih cepat menyamai langkah para suster dan mengamit satu tangan besi Wonjin erat yang membuatku mengerti satu hal. Aku tidak akan pernah bisa sanggup melepas genggaman ini. Aku ingin terus bersamanya.
"Mau sampai kapan terjaga begitu Bella? Ingat kondisi kandunganmu." Minhee mengingatkan untuk kesekian kalinya.
"Aku sudah cukup tidur Hee, lagi pula sebentar lagi pagi."
"Baiklah. Baiklah. Urus saja dirimu sendiri." Ketus Minhee lalu beranjak keluar dari ruang rawat inap Wonjin yang masih belum siuman.
Selepas Minhee pergi aku pun membawa satu tangan besi Wonjin untukku kecupi setiap jemarinya, "Cepat bangun Wonjinie, aku merindukanmu..." Kataku dan sedikit terkesiap sesaat merasakan usapan di puncak kepalaku.
Ternyata itu perbuatan Wonjin yang sudah siuman dan kini mengulas senyum, "Aku juga merindukanmu yeobo."
"Wonjin hikss..." Isak tangisku kembali pecah dan serta merta segera memeluknya yang membalas pelukanku sama eratnya.
Perlahan ia duduk dan kami bisa berpelukan lebih benar yang membuatku leluasa melesakkan wajahku pada lehernya untuk mencium aroma tubuhnya yang sangat kurindukan. "Geli Bell..." Katanya sambil terkekeh khasnya yang sudah lama sekali tidak kudengar.
Wonjin perlahan mengurai pelukanku dan mengusap kedua mataku lembut, "Aigoo ini kenapa matanya jadi mirip kodok begini?"
"Ishh Wonjin!!"
Wonjin malah cengengesan dan merangkum wajahku sampai jarak kami dekat sekali untuk saling bersitatap, "Saranghae..." Katanya lalu mengecup kedua mataku berulang kali. "Maaf selalu membuatmu menangis Bella-ah..."
"Tidak akan kumaafkan."
"Ne, araseo." Katanya sambil tersenyum sendu membuatku tak tega tapi aku tidak mau membuatnya lebih mudah. Aku ingin sedikit menghukumnya omong-omong.
"Tapi aku tidak akan menyerah. Aku akan berusaha keras agar kau mau memaafkanku dan tidak akan pernah ada perceraian antara kita." Katanya penuh kesungguhan serta membawa kedua tanganku untuk ia kecupi setiap jemarinya.
"Aigoo uri aegi~~" Katanya yang serta merta segera mengusap perutku dengan penuh kasih sayang dan beberapa kali mengecupnya yang membuatku terenyuh. Apa lagi anak kami merespon dengan beberapa kali menendang seperti kesenangan telah disapa oleh Wonjin.
"Tadi itu apa?" Wonjin mengerjap menatapku penuh tanya dengan wajah menggemaskan yang membuatku tak menyangka bahwa ia akan menjadi seorang Papa sebentar lagi, "Dia menendang. Sepertinya menyapa balikmu Wonjin-ah." Balasku ditengah isak tangis haruku.
"Jinja? Aigoo~~" Wonjin ikut menangis haru sepertiku dan mengecupi keningku berulang kali lalu perutku. "Selamat pagi uri aegi, Papa dan Mama sangat menyayangimu nak." []
Sebentar lagi book ini tamat, rencananya sebelum tanggal tujuh, semoga bisa terealisasikan ya ;)
-010920
Hari bersejarah untuk Cravity & Luvity💕
KAMU SEDANG MEMBACA
RECOVER
FanfictionBella pikir Wonjin akan memulihkan rasa sakitnya tapi alih-alih begitu si suami malah menjadi bom waktu untuk kehancuran hidupnya. ⚠️ TRIGGER WARNING - DEPICTION OF MANIPULATION, EMOTIONAL/PHYSICAL ABUSE AND STRONG LANGUAGE THAT WILL NOT BE SUITABLE...