Epilogue

902 190 36
                                    

Setelah konversasi di ruang rawatku, keesokan harinya aku mendapati kabar bahwa Wonjin sudah pergi dari rumah sakit dan hanya meninggalkan secarik surat yang ia titipkan pada suster

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah konversasi di ruang rawatku, keesokan harinya aku mendapati kabar bahwa Wonjin sudah pergi dari rumah sakit dan hanya meninggalkan secarik surat yang ia titipkan pada suster.

Suratnya hanya berisi tulisan singkat yang memberitahuku bahwa ia akan menetap di Jerman bersama keluarganya dan diakhiri dengan harapannya yang ingin aku bahagia.

Dia keliru. Sungguh. Bagaimana mungkin aku bisa bahagia kalau kebahagian itu ada padanya yang telah pergi jauh dariku.

"Kau selalu terlihat sedih di musim dingin."

Aku tersentak dan mendapati Taeyoung yang kini berdiri disampingku lalu menyodorkan satu cup kopi hangat padaku.

"Thanks Young." Kataku setelah meneguk sedikit kopi dan Taeyoung hanya melemparkan senyuman hangatnya.

"Kenapa selalu begitu?" Tanyanya yang sepertinya kini tak membiarkanku untuk berkelit lagi.

"Bukan apa-apa." Sahutku segera mengalihkan pandangan pada beberapa pasien anak-anak yang masih bermain lempar salju di taman rumah sakit ini.

Mendengar gelak tawa mereka membuatku ikut tersenyum, "Seharusnya mereka tidak bermain salju begitu."

Aku menoleh dan segera mencekal lengan Taeyoung yang sepertinya akan menyuruh para suster untuk membawa anak-anak kembali ke ruang rawatnya.

"Ini salah satu terapi pasca trauma untuk mereka Young."

"Baiklah. Aku akan memberi waktu lima menit lagi karna mereka juga pasienku Bell. Kondisi fisik mereka masih lemah, kau mengerti?"

"Araseo. Tapi bukankah lima menit terlalu sebentar? Mereka baru saja bermain Young." Kataku dengan wajah memelas.

"Baiklah sepuluh menit."

"Terima kasih. Kau memang sahabat kedua terbaikku."

"Siapa yang pertama?"

Kang Minhee.

"Rahasia." Kataku yang membuatnya mendengus dan tetiba saja menyandarkan kepalanya pada bahuku.

"Bella."

"Hm?"

"Tidak bisakah kau menikah denganku?" Katanya untuk kesekian kalinya selama kita bersahabat dari masa perkuliahan.

"Bukankah kita ini cocok untuk sepasang suami istri? Sama-sama dokter dan berkebangsaan Korea yang tinggal di Welington ini."

RECOVERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang