Mereka duduk di ruang tengah dan Mean menjelaskan semuanya. Sekarang semuanya lebih jelas dsn bahkan Mean mengubah rencana mereka habis-habisan.
"Menikah?" Ploy tersentak kaget. Ia menelan ludah dan menatap Plan yang tak kalah kagetnya dengan Ploy. Wajahnya bahkan pucat mendengar kata itu terlontar dari mulut Mean dengan mudahnya.
"I think we need to talk," sahut Plan sambil berdiri dan menatap Mean.
"Yeah, sure," ujar Mean seraya berdiri dan mengikuti Plan ke balkon.
Mereka berdiri berdampingan membelakangi pintu. Keduanya hening sejenak menikmati pemandangan kota Bangkok di kala malam.
"Sekarang, aku tahu namamu. Aku sangat bahagia," ujar Mean mulai membuka suara, memecah keheningan di antara mereka.
Tatapan matanya berbinar dan senyumannya sungguh terlihat sangat tulus.
"Aku tak menyangka akan bertemu denganmu lagi. Kupikir kita seperti angin," sahut Plan sambil melirik ke arah Mean dan tersenyum. Rambut panjangnya tersibak angin dan menutupi sebagian wajahnya dan Plan menyibakkan dengan tangannya yang mulus dan lentik itu secara elegan.
Sekali lagi, Mean terpukau akan kecantikan sang perempuan di depannya.
"Aku tak pernah menganggapnya begitu. Aku beruntung bertemu denganmu. Sudah lima tahun dan aku selalu berharap akan bisa kembali bertemu denganmu. Aku kembali setiap tahun ke Pantai tempat kita bertemu, tapi kenyataannya aku tak bisa menemukanmu," ujar Mean.
"Kau gila!" sahut Plan dengan nada dan reaksi wajah yang dipenuhi dengan kekagetan.
"Hei, aku bukan mantan kekasihmu," sela Mean dan ini menimbulkan reaksi ketakutan di wajah Plan dan Mean menyesali perkataan yang baru saja ia utarakan.
"Maafkan aku! Maksudku baik. Aku pikir setelah pertemuan malam itu, aku ingin bertemu denganmu lagi. Jadi, aku mencarimu pada keesokan harinya, tapi aku tak bisa menemukanmu. Sampai saat ini, aku bahkan tak bisa melupakanmu. Aku jatuh cinta kepadamu." Mean menjelaskan dengan cepat.
Plan membelalakkan matanya. Wajahnya memerah karena malu. Dia mengalihkan pandangannya ke arah pemandangan kota dan diam.
Mean tersenyum. Ia tak peduli pernah bersama dengan orang lain, tapi sekarang perempuan itu, yang tak pernah absen menghadiri mimpinya, kini ada di depannya dan ini kenyataannya.
"Dee, anakku, bukan?" tanya Mean. Wajahnya masih ramah dan senyumnya hangat. Plan melirik dan menganggukkan kepalanya.
"Kenapa tak memberitahuku? Bukankah malam itu, aku pakai kondom?" Mean bertanya.
"Semuanya bisa terjadi. Sudahlah! Ini bukan kesalahanmu. Aku bisa saja menggugurkannya, tapi aku tak melakukannya karena aku juga menikmatinya. Jangan khawatir," sahut Plan.
"Kalau begitu, ini takdir yang indah, bukan? Kita dipertemukan lagi dan dengan keluarga yang lengkap pula. Terima lamaranku, na! Kita menikah?" tanya Mean lagi dengan nada serius.
"Meaaan, aku... sudah melalui banyak hal dan aku belum siap untuk memulai lagi dengan seseorang." Mean menatapnya sendu.
"Plan, aku paham. Berikan aku kesempatan untuk membuktikan bahwa aku tulus mencintaimu. Aku cinta padamu. Sungguh! Aku juga ingin melindungimu. Kumohon," sahut Mean. Perlahan tangannya bergerak menuju tangan Plan dan ia meraihnya lembut dan mendekatkan ke bibirnya dan menciumnya dengan cara yang lembut juga.
"Mean," lirih Plan sambil membiarkan Mean mencium tangannya. Plan merasakan sesuatu yang aneh di dadanya. Detak jantungnya yang berdetak lebih kencang itu telah meyakinkan hatinya bahwa setidaknya ia juga tertarik kepada lelaki yang tengah mencium tangannya itu.
Namun, dengan cepat akal sehat memblokir perasaannya itu dan ia kembali pada akal sehatnya sehingga ia hanya diam dan tak mengatakan apa-apa saat Mean sekali lagi meyakinkan dirinya dengan serangkaian kata-kata yang indah.
"Aku akan menunggumu sampai kau siap," sahut Mean. Plan tak merespons. Dia berterima kasih atas rumah dan semua bantuan Mean kepada dirinya dan ibunya.
Mereka pindah ke Chonburi dan memulai kehidupannya yang baru. Sudah hampir tiga bulan sekarang dan Plan mulai menikmati kehidupannya sebagai petani bunga matahari. Mean hampir setiap minggu datang bertandang dan mengajak mereka makan siang atau malam. Dee semakin dekat dengan ayahnya dan bahkan dengan keluarga Mean juga.
Perth juga memperkenalkan Por kepada ibu dan kakaknya dan lengkaplah kebahagiaan mereka. Terlebih, Sammy datang dari Amerika membawa kabar bahagia. Ia menjelaskan bahwa mantan kekasih Plan meninggal karena kecelakaan saat menyetir dalam keadaan mabuk. Dengan begitu, masa persembunyiaan mereka berakhir sudah. Mereka bisa bernapas lega dan kembali ke Amerika.
"Aku tak ingin kau kembali. Kumohon, Plan, menikahlah denganku!" ujar Mean suatu malam seusai mereka makan malam. Semuanya sudah berjalan normal dan ia tahu dari Dee bahwa Plan tengah mempertimbangkan untuk pulang ke Amerika.
Mereka berjalan menyusuri jalan setapak di perkebunan bunga. Meski malam, cahaya lampu yang menerangi sepanjang jalan membuat mereka mudah melangkah.
"Terima kasih. Kau selalu membuatku dan Dee bahagia," ujar Plan sambil tersenyum. Mereka menghentikan langkahnya sejenak dan berdiri berhadapan.
"Dan itu akan terus kulakukan. Kumohon. Aku hanya ingin hidup denganmu dan anak kita dan keluarga kita. Please!" ujar Mean lagi dengan nada memohon.
"Kita sudah bersama selama enak bulan. Setidaknya kau bisa mengenali karakterku," sahut Mean lagi. Ia meraih tangan Plan dan menggenggamnya erat.
"Mean, kau yakin dengan keputusanmu?" tanya Plan.
"Hanya kau yang kucinta. Kenapa aku harus merasa tak yakin?" ujar Mean.
"Kau mencintaiku, Plan?" tanya Mean sambil menatapnya dalam.
"Aku tak terlalu paham maknanya, tapi aku merasa sedih jika kau tak afa di dekatku," sahut Plan.
Perkataan Plan membuat Mean sumringah. Ia menarik Plan ke pelukannya dan mereka berpelukan lama.
Mean mengecup pucuk kepala Plan lembut dan ia mengangkat dagu Plan dan mereka bertatapan hangat. Mean memiringkan kepalanya dan Plan langsung menutup matanya. Bibir mereka beradu dan saling menggamit pelan dan mereka kemudian hanyut dalam kehangatan gamitan bibir mereka yang semakin lama semakin intens.
"Menikah denganku, na!" bisik Mean di telinga Plan dan Plan langsung menganggukkan kepalanya sambil memeluk Mean erat. Mereka berpelukan dan keduanya menyunggingkan senyum bahagia.
Mereka menikah dengan sederhana dan kemudian pindah ke Bangkok. Sementara Ploy tetap di Chonburi dan mengurus perkebunan dengan dua asistennya, Gem dan Nook.
"Impianku jadi kenyataan," bisik Mean sambil membelai rambut Plan. Mereka berada di ranjang megah mereka dan Mean tengah di atas Plan mencumbunya.
"Rak, Plan," desah Mean sambil mencium leher Plan yang jenjang. Plan menelan ludahnya. Ia tak kuasa menolak berahi sang pemilik hatinya malam itu.
Mereka berciuman hebat dan keduanya sudah tanpa sehelai benang pun. Hanya ditutup dengan selimut sampai pada bagian pinggang mereka.
"Baby, kau cantik sekali!" bisik Mean dan ia menggamit bibir Plan dan menciumnya dengan lembut dan mereka menghabiskan malam mereka dengan desahan dan lenguhan.
"O, Meaaan! Uuungh! desah Plan saat ia mencapai puncaknya dan meremas punggung Mean sekuatnya.
"Uuuungh, Baby," desah Mean tak kalah panjang dan Plan merasakan sesuatu yang hangat membasahi dinding lubangnya.
"So Good!" bisik Mean dan mereka tidur berpelukan.
Begitulah. Mereka sudah menikah lima tahun sekarang. Dee sudah berusia 10 tahun dan Tee adiknya yang kedua berusia 3 tahun. Sekarang, mereka tengah menantikan anak ketiga mereka yang diketahui berjenis kelamin perempuan dan sudah dinamai Kot.
Mereka tinggal di Bangkok dengan bahagia. Semoga kalian selalu bahagia.
Tamat
KAMU SEDANG MEMBACA
ROMANCE COLLECTION
RomanceTrack 1 This is a collection of romance short stories. Story cover by peakachupeem