1. A HELP

459 46 4
                                        

"Tolong, kumohon, bantu aku!Aw, sakit sekali! Tolong, aku pasti akan bayar," suara perempuan itu tercekat dan meringis pada saat yang bersamaan sebab menahan sakit pada bagian perutnya.

Tangannya meremas perutnya dan kini darah segar mengalir di sepanjang kakinya yang indah.

"Maafkan kami! Kau tidak punya identitas. Kami tidak bisa menerimamu di sini. Ini prosedur rumah sakit," sahut salah satu suster yang berjaga di bagian resepsionis.

"Aku akan bayar. Namaku Plan Rathavit," sahutnya lagi sambil meringis lagi. Dan suster belum lagi menjawab ketika sang perempuan yang bernama Plan itu jatuh pingsan.

"Ada apa ini?" ujar seorang lelaki tinggi tegap berpakaian dokter.

"Dia ingin diperiksa tapi tidak bawa identitas, dr  Mean," sahut salah satu suster. Sementara itu, suster yang lainnya mencoba memeriksa sang perempuan.

"Minggir!" ujar sang dokter yang bernama Mean. Ia langsung membawa Plan ke ruang UGD dan memeriksanya.

"Dia keguguran," sahut Mean lagi.

"Dokter, kami tidak bisa memproses dia. Dia tak bawa identitas," ujar suster yang ikut membawanya masuk.

"Aku akan bertanggung jawab. Rawat saja dulu. Itu prioritas utama. Kalau sudah siuman, kita bisa berbicara dengannya," sahut Mean lagi.

"Baik," sahut sang suster.

Mereka memanggil dokter ahli kandungan dan mereka langsung melakukan tindakan. Tiga jam kemudian semuanya sudah selesai. Ia dibawa ke ruang perawatan dan sejam setelah itu, ia siuman.

"Kau harus berterima kasih kepada dokter Mean, dia sudah mengurus semuanya," sahut salah satu suster tiba-tiba dengan sinis.

Sungguh ironis!

Bukannya mendapat kata-kata yang menghibur karena ia baru saja kehilangan bayinya, Plan malah mendapatkan kata-kata yang tak enak.

"Di mana aku bisa menemui dokter Mean?" tanya Plan. Ia bangun dan duduk sejenak untuk menenangkan dirinya.

"Aku bukan pengasuhnya. Kau bisa lihat jadwalnya di depan," ujar sang suster dengan nada bicara yang senewen. Plan menganggukkan kepalanya.

Ia berganti baju di kamar mandi lalu meninggalkan ruangan perawatan dan berjalan menuju meja kasir.

"Ah, kau pasien beruntung itu!" ujar suster lainnya juga dengan nada yang tidak mengenakkan di telinga.

Plan mengernyitkan alisnya. Ia merasa bingung. Ia merasa semua perawat yang ia temui setelah ia siuman menatap atau berbicara dengan nada yang membuatnya tidak nyaman.

"Aku ingin membayar," sahut Plan mencoba mengenyahkan pikiran negatif dari otaknya.

"Tak perlu, dr. Mean sudah mengurus semuanya. Sekarang ambil obatnya dan silakan pergi," ujar sang perawat mengusirnya.

Plan terhenyak. Sebenarnya, ia sangat tersinggung karena ia diperlakukan seperti itu, tapi ia memilih diam dan mengambil obatnya lalu pergi.

Ia berjalan menuju papan jadwal dokter dan mencari nama Mean di sana. Ia menemukan jadwal Mean penuh malam itu. Mustahil baginya menunggu sang dokter sebab tubuhnya juga belum terlalu pulih. Terus terang setelah dikuret, ia masih merasakan linu yang amat sangat di bagian bawahnya dan itu juga sampai ke bokongnya.

Ia berjalan keluar rumah sakit dan kemudian menaiki bus menuju penginapannya. Ia baru saja merebah saat seseorang mengetuk pintu dengan kasar.

Itu pemilik penginapan. Ia menagih uang sewaan bulan itu dan Plan belum bisa membayar sebab uangnya tak akan cukup jika dibayarkan ongkos penginapan satu bulan. Ia meminta waktu selama tiga hari.

ROMANCE COLLECTIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang