2. MISSION

346 49 0
                                    

Plan resmi menjadi salah satu siswi di sekolah itu. Ia bergaul dengan cepat dengan teman-teman barunya sebab Plan memang terkenal sangat supel dan luwes.

Kedatangannya membawa angin segar bagi para siswa di sana yang saat pertama melihatnya saja, tanda hati sudah menghiasu sepasang mata mereka. Dengan cepat, para pengagum Plan membuat sebuah grup fans dan mereka memberi nama grupnya Fans Forever.

Meski sebenarnya tak suka, Plan tak punya banyak pilihan. Itu satu-satunya cara mengundang perhatian Neena dan gangnya dan mengalihkan mereka dari merundung Love.

Upayanya berhasil. Dayang-dayang Neena memberitahu Neena tentang hal ini. Tentang kedatangan seorang siswi yang kecantikannya begitu fenomenal. Mereka bahkan mendramatisasi beritanya agar Neena panas dengan bilang bahwa saking cantiknya, ada banyak siswa rela mati untuknya dan perang meletus antar kelas demi memperebutkan dirinya.

Sebuah penggambaran yang jelas hiperbola, tapi meskipun demikian, berita ini telah berhasil mengusik ketenangan Neena.

"Awasi perempuan yang bernama Plan itu," ujar Neena kepada Jani, salah satu teman dalam gangnya.

Sore itu seusai kelas, Plan berjalan menuju lapangan tenis. Ia sudah matang dengan rencananya untuk mendekati Mean Phiravich yang katanya adalah pacar Neena.

Ia berpura-pura berjalan mengitari lapangan dan mencoba membuka pintunya yang tertutup rapat.

"Itu dikunci!" Suara lelaki di belakang Plan mengejutkannya. Plan tersenyum. Ia tahu itu adalah Mean Phiravich.

"Kau mengagetkanku saja!" sahut Plan sambil berbalik dan mengusap dadanya. Suaranya juga dibuat seolah-olah ia benar-benar kaget.

"Maafkan aku! Kau mau main tenis?" tanya Mean berjalan mendekati Plan.

"Iya, tapi sepertinya aku harus melapor dulu. Kau tahu siapa yang memegang kunci lapangan?" tanya Plan sambil tersenyum ramah.

Mean tertegun. Senyuman Plan menawan dirinya. Gosip itu benar adanya. Perempuan yang bernama Plan Rathavit itu benar-benar cantik.

"Aku ketuanya. Jadi, kau harus melapor kepadaku," sahut Mean.

"Eh, aku sangat beruntung! Kalau begitu aku mau melapor," sahut Plan.

"Kau ikut denganku. Ada beberapa formulir yang harus kau isi," ujar Mean sambil masih mencoba mengatasi rasa kagumnya.

"Oke," sahut Plan dan ia mempersilakan Mean pergi duluan dengan memberikan kode lewat tangannya.

Mean tersenyum. Mereka berjalan menuju klub dan Mean memberikannya sebuah formulir dan Plan membacanya dengan saksama. Tak perlu waktu yang lama untuk mengisinya dan ia kemudian menyerahkan kembali formulir itu.

"Sudah selesai. Kapan aku bisa mulai pakai lapangannya?" tanya Plan lagi.

"Bermain tenis perlu partner, bermain sendirian, bukan tenis namanya," ujar Mean sambil tersenyum.

"Ah, kau benar. Itu seperti bercinta, seks lebih enak daripada masturbasi, na!" Plan mendekati Mean dan berbicara dengan cara menggodanya.

Mean meneguk ludah. Saat Plan mendekatinya, bau tubuhnya yang begitu harum tercium nyaman di hidungnya dan itu sungguh membangkitkan gairah.

"Siapa partnerku?" tanya Plan lagi. Ia duduk di meja dan menyilangkan kakinya. Sekali lagi Mean dibuat terhenyak oleh aksi yang dilakukan Plan.

Pahanya semakin tersingkap karena posisi duduknya dan roknya yang begitu pendek memberikan akses yang mudah bagi Mean melihatnya.

Mean belum menjawab saat mendengat suara berisik dari luar klub.

"Sial!" bisik Plan dan ia menyimpan jari telunjuk di bibirnya meminta Mean untuk tidak bersuara. Plan melihat je sekililingnya dan ia melihat loker  dua pintu dan ia menarik lengan Mean masuk ke dalamnya.

Mean kaget. Mereka memasuki loker yang gelap dan Plan masih membekap mulut Mean sebab ia mendengar beberapa orang masuk ke dalam klub.

"Kenapa?" tanya Mean bicara tanpa mengeluarkan suara.

"Mereka mencariku," bisik Plan di telinga Mean. Ia mendekatkan dirinya ke tubuh Mean dan membiarkan buah dadanya berkenalan dengan dada Mean yang kekar.

Mean kaget. Jantungnya berdebar cepat dan Plan bisa merasakannya. Ia tersenyum. Langkahnya berhasil. Ia membuat Mean memberi perhatian kepadanya.

Tiba-tiba Mean cegukan. Dan itu membuat suara, dan membuat orang terakhir yang hampir menutup pintu untuk keluar kaget dan menoleh. Plan melotot. Ia menggamit bibir Mean untuk menghentikan cegukannya dan orang yang hendak menutup pintu itu menggelengkan kepalanya, berpikir bahwa itu hanya perasaannya saja. Ia menutup pintu.

Plan melepaskan ciumannya dan menatap Mean yang wajahnya memerah.

"Maaf!" sahut Plan. Ia memundurkan dirinya.

"Aku sudah punya pacar," ujar Mean. Ia masih dalam kekagetannya.

"Aku janji tak akan bilang," ujar Plan lagi dengan wajah yang dibuat menyesal.

Ia menunduk dan mengamati sesuatu menggembung di balik celana Mean.

"Nagamu bangun," bisik Plan. Sekali lagi wajah Mean memerah.

"Salahku! Aku akan bertanggung jawab," ujar Plan dan tangannya menjulur menyentuh naga Mean.

"Ti-tidak perlu. Aku bisa mengurusnya," sahut Mean lagi.

"O, tapi aku juga horni. Kita saling bantu?" Plan mengedipkan satu matanya.

"Ini," lirih Plan menarik tangan Mean ke balik rok tenisnya.

Mean tegang. Ia diam sejenak.

"Hei, aku tak akan bilang. Ini rahasia kita, uhnn?" Plan memainkan alisnya.

"Aku tak masalah. Aku tak takut kepada pacarku. Aku hanya tak mau dia merundungmu. Aku sudah sering bicara kepadanya. Tapi, ia tak mau dengar. Aku tak bisa putus dengannya. Orang tuaku menjodohkan kami dan mereka sedang ada bisnis dengan orang tua Neena, jadi, aku, ...," ujar Mean lemas.

"Hei, aku sudah bilang tak akan ada yang tahu. Hanya kita, uhmm?" Plan menatapnya.

Mean tersenyum. Mereka berciuman dan bercumbu cukup lama di dalam loker.

"O, panas!" bisik Mean.

"Nah, inilah yang menarik," bisik Plan dan ia mengocok naga Mean pelan sama halnya dengan tangan Mean yang memainkan bagian tengah mencuat nona Plan. Keduanya melenguh  bersamaan dan untuk menahannya mereka menautkan lagi bibir mereka.

"Aku mau masuk," suara Mean dipenuhi berahi dan sepertinya melimpah-limpah.

"Tidak di sini, kau hanya boleh menggesekannya," lirih Plan dan ia menurunkan celana seragam  Mean dan Mean menurunkan celana dalamnya.

Mereka hanya bercengkrama di luar dan untuk beberapa waktu masih menikmatinya. Selang beberapa waktu, mereka kedua sama-sama mencapai puncak kenikmatan dan sambil tersenyum mengatur napas masing-masing dan kemudian merapikan bajunya dan keluar dari ruang loker.

"Terima kasih untuk hari ini. Sampai jumpa," ujar Plan sambil tersenyum. Dan saat ia berbalim menuju pintu luar, wajahnya berubah dingin.

Bersambung

ROMANCE COLLECTIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang