Mean mengeret kopornya memasuki bandara. Ia memasuki sebuah kafe setelah sebelumnya mengecek jam tangannya dan masih cukup lama untuk penerbangannya, meski ia harus chek-in dua jam sebelumnya.
Ia menikmati kopi dan mengecek Hpnya. Foto-foto kebersamaan dirinya dan kedua anaknya dan punggung Plan yang ia diam-diam ambil saat Plan melakukan apa saja.
Tidak apa-apa. Punggung Plan juga cukup untuknya. Ia tak berani meminta foto dirinya sebab ia cukup sadar yang ia lakukan kepadanya melebihi kata menyakiti dan menyiksanya.
Ia masih menikmati kopinya dan tersenyum, menertawai nasib dirinya yang begitu menyedihkan.
Pada akhirnya, seperti yang Zanook katakan sebelumnya, bahwa ia memang akan bernasib menyedihkan dan mati sendirian jika ia meneruskan langkahnya, menjalin kembali hubungannya dengan si normal.
Sudahlah! Seperti Plan katakan. Masa lalu ada di belakangnya. Sebaiknya Mean memikirkan masa depannya dan melangkah dengan lebih baik. Ia tak punya niat untuk menghabiskannya dengan siapapun, kecuali Plan dan kedua anaknya tentunya.
Mean melirik ke arah jam tangan lagi. Sudah waktunya ia check-in dan ia beranjak dari tempat duduknya dan berjalan menuju tempat untuk check-in.
Ia tengah berjalan menuju tempat itu saat dengan jelas, ia mendengar suara Plan dari belakangnya. Ia menoleh dan Plan melambaikan tangannya sambil tersenyum.
"Apa yang kau lakukan di sini? Sudah kubilang jangan mengantarku. Ini sangat berat untukku," sahut Mean lagi. Matanya mulai berkaca-kaca.
"Anak-anak memaksaku," sahut Plan.
"Anak-anak. Di mana mereka?" Mean celingukan sebab ia hanya melihat Plan di sana.
"Sedang cari tempat parkir," sahut Plan.
"O, kalian bawa mobil ke sini," sahut Mean lagi.
"Uhm," sahut Plan sambil menganggukkan kepalanya dan tersenyum.
"Kau suka Jepang?" tanya Plan sambil menatap Mean.
"Aku suka orang-orangnya. Mereka tidak kepo seperti di negara kita," bisik Mean. Meski ia tak mengerti arah pertanyaan Plan, ia masih menjawabnya.
"Bagaimana dengan makanannya dan cuacanya?" tanya Plan lagi.
"Ya, aku tak ada masalah. Cuaca oke. Makanannya aku kurang tahu juga karena selama ini kau selalu memasak untukku." Mean menjelaskan. Ia masih bingung. Jelas itu terlihat di wajahnya.
"Uhm, bagaimana masakanku?" tanya Plan lagi.
"Tentu saja yang terbaik di dunia," sahut Mean dengan cepat menjawab.
"O, benarkah?" Plan memastikan sambil memicingkan matanya.
"Aku serius. Aku suka semua makanan yang kau berikan," sahut Mean dengan mantap.
"Kalau begitu, mau makan masakanku setiap hari?" tanya Plan lagi menatap Mean dalam sambil tersenyum.
"Tentu saja aku mau. Tapi, bagaimana bisa? Kau di Jepang, aku di Thailand, dan .... Eh? Hah? Tunggu dulu!" Mean diam sejenak seolah berpikir. Ia memiringkan kepalanya.
"Plan, kau memberiku kesempatan?" Mean mencoba memastikan.
"Hanya saat ini. Kalau kau menyakitiku lagi, aku akan membunuhmu," sahut Plan dengan nada yang menakutkan.
Lihat wajah Mean yang langsung bersinar seterang matahari pagi. Ia tersenyum bahagia dan matanya berkaca-kaca. Tanpa keengganan ia memeluk Plan erat dan Plan membalas pelukannya.
"Terima kasih. Aku sangat bahagia. Aku sangat mencintaimu, Plan," bisik Mean dan ia menangis. Plan hanya menganggukkan kepalanya dan tersenyum.
Mereka melepaskan pelukan dan saling menatap bahagia. Mean mengelus wajah Plan dan ia mencium keningnya lembut dan kemudian menggamit bibirnya pelan.
"Astagaaa! Ini bukan mimpi, 'kan?" Mean berkata lirih setelah ia melepaskan gamitan.
"Tentu saja, bukan," sahut Plan lembut. Ia mengelus wajah Mean san berjinjit mengecup bibir Mean dengan cepat dan mereka berpelukan lagi.
"Kita berhasil, Perth," sahut Mark.
"Uhm," gumam Perth.
Keduanya berdiri di kejauhan dan berlari menghampiri mereka saat kedua orang tuanya itu membentangkan tangan menyambut mereka. Mereka berpelukan.
"Pho, selamat datang kembali," ujar keduanya. Mean tersenyum bangga. Mereka pulang bersama dan menikmati makan malam bersama.
"Apa? Kenapa melihatku seperti itu?" tanya Plan lembut. Mereka tidur berhadapan dan saling menatap lembut sambil saling menyunggingkan senyuman.
"Rak, Plan," lirih Mean sambil tersenyum. Plan mendekatkan wajahnya dan ia mencium bibir Mean dan mereka berciuman hangat dan kemudian berpelukan dan lama kelamaan mereka menjadi bercumbu hebat.
"Astagaaa, Meaaan, uuungh!" desah Plan saat Mean mulai bergerak.
"Ooo, Plaaan, nnnngh, oooo, enaaaak sekaliiii," desah Mean.
Mereka berciuman lagi dan keduanya bergerak bersamaan dan sesekali melenguh lagi panjang.
"Meaaaan, nnnngh, aaaah," desah Plan sambil mengeratkan pelukannya di punggung Mean.
"Oooo, ssssh, nnnnngh, Plaaan, oooo, Plaaan," desah Mean dan naganya semakin dalam merasakan kenikmatan di sana.
Mereka masih tenggelam dalam kenikmatan bercinta. Malam itu, mereka tak hanya melepaskan kerinduan tetapi juga kebencian dan semua hal di belakang mereka. Mereka begitu siap untuk menyambut kebahagiaan mereka bersama kedua anaknya.
Mereka berciuman dan tidur berpelukan dalam keadaan setengah telanjang.
"Mae, itu apa?" tanya Perth menggoda ibunya sambil menunjuk semua tanda merah di leher Plan. Mereka tengah sarapan pagi.
"Tanya ayahmu!" sahut Plan dengan tenang.
Mark dan Perth menatap ayahnya.
"Pho sedang berusaha memberi adik untuk kalian," ujar Mean sambil mengedipkan satu matanya.
"Adikk!!!!" Ketiganya kompak berkata dengan nada yang kaget.
"Astagaa! Kau sadar kira sudah tua," ujar Plan sambil melotot.
"Tapi kau belum menaupose, bukan?" tanya Mean.
"Saar kalian lahir, Pho tak berada di sisi kalian. Sekarang, Pho akan berada di sisi adik kalian," sahut Mean tenang.
"Astagaaa!!!" pekik Perth dan Mark.
"Jauh sekali bedanya, Pho! Kami 20 tahun sekarang," sahut Perth.
"Uhm, Pho tahu. Tidak apa-apa. Adik perempuan, satu saja, na!" sahut Mean sambil mengedipkan satu matanya.
"Meaaaaan!" Pekik Plan.
Perth dan Mark menatap keduanya bergantian.
"Pho sangat serius," sahut Perth.
"Uhm," ujar Mark.
"Tidak apa-apa. Usaha saja dulu. Kalau tidak diberi juga tidak ada masalah. Aku bahagia bersama kalian. Super bahagia." Mean tersenyum.
Plan bernapas dengan lega.
"Dasar tua mesum," keluhnya.
"Iya, aku tahu. Aku juga sangat mencintaimu, Plan," jawab Mean.
Perth dan Mark hanya saling menatap dan menggelengkan kepalanya.
Semuanya tergelak. Langkah yang baik untuk memulai hari.
Tamat

KAMU SEDANG MEMBACA
ROMANCE COLLECTION
RomansaTrack 1 This is a collection of romance short stories. Story cover by peakachupeem