Mean tersenyum. Ia menyetir mobilnya menuju kantor. Jari manisnya berhiaskan cincin dan ia tak henti-hentinya mengembangkan senyum.
Ada apa dengannya?
Mobil berhenti di perempatan dan ia sabar menunggu lampu berganti warna dan cukup waktu untuk sekilas mengingat kejadian tadi malam saat ia menautkan tangannya dengan tangan Plan dengan hiasan cincin pernikahan pada jari manisnya dan membawa dia dan dirinya ke puncak kenikmatan.
Tentunya percintaan mereka bukan kali yang pertama. Pernikahannya sudah dari enam bulan yang lalu. Namun, percintaan tadi malam sangatlah istimewa, khususnya setelah delapan babak mereka saling mendesah dan melenguh indah itu, sebab Plan membawa kabar bahagia untuknya; bahwa ia tengah mengandung anaknya.
Ia sangat bahagia. Perasaan ini begitu melimpah sehingga membuat dirinya tak berhenti tersenyum.
"Ooo, Meaan, ungghhh, mmmmph, jangan terlalu kencang, mgghhh, pelan-pelan," desah Plan lembut. Beberapa kali ia melenguh dengan perkataan yang sama dan akhirnya Mean tahu mengapa ia terus mendesahkan hal yang sama
"Mmmmph, nnnggh, Plan, enak sekali, Rak!" desah Mean sambil terus mencium wajah Plan secara acak dan tak berhenti menggoyang bagian bawahnya."Uuungh, ooo, mmmph," desah Plan dan Mean bersamaan dan tak lama kemudian mereka mencapai puncak kenikmatan.
Lalu setelah istirahat yang cukup panjang dalam pelukan yang hangat dan di balik balutan selimut, Plan memberikan sebuah kejutan itu.
"Baby, thank you! Rak," sahut Mean tak berhenti mencium Plan dan Plan hanya tersenyum dan mengangukkan kepalanya.
***
"Brengsek! Kau merebutnya dariku!" Joss mengutuk Mean kesal."Kau tak pernah bilang kepadanya, bukan?" Mean mengambil gelasnya sambil tertawa.
Seperti biasanya mereka minun di klub malam.
"Sudah! Tapi, ia hanya bilang mau pikir-pikir dulu," sahut Joss santai.
"Hah? Kapan?" Mean kaget.
"Sewaktu di Jepang. Kami sengaja bertemu di sana. Kami berbicara dan ia berterima kasih lalu bilang akan dipertimbangkan," ujar Joss lagi.
"Nyatanya aku tak pernah masuk daftarnya," ujar Joss lagi menyelesaikan minumnya.
Mean nyengir.
"Dia milikku," nada Mean tegas.
"Dai. Tapi, kalau kau menyakiti dirinya, aku tak sungkan akan mengambilnya darimu," ujar Joss.
"Tak akan pernah," sahut Mean.
***
"Kau sudah pulang!" Plan tersenyum saat Mean memasuki kamarnya dan ia tengah berbaring miring menyusui Tee, anak mereka yang baru lahir sebulan yang lalu.Mean menganggukkan kepalanya. Ia langsung pergi ke kamar mandi dan tak lama kemudian keluar dengan keadaan segar, meski hanya memakai kaos oblong dan celana panjang untuk tidur. Ia mendekati Plan yang masih dalam posisi yang sama.
"Kuat sekali minumnya," sahut Mean sambil mengelus kepala anaknya pelan dan mencium kening Plan.
"Iya, dia hebat!" ujar Plan.
"Seperti aku," ujar Mean. Plan hanya mengerling.
"Kupinjamkan sampai dua tahun na! Ini punyaku," ujar Mean sambil menunjuk payudara Plan yang sedang dinikmati Tee. Dan Tee menangis keras.
"Kau bodoh!" nada Plan kesal.
Mean tertawa.
"Maafkan, Pho! Sini Pho gendong sebentar. Pho kangen padamu," ujar Mean. Dan ia menggendongnya.
Plan hanya tersenyum mendengar Mean tengah berceloteh dengan anaknya. Anaknya tidur di pangkuan Mean. Mean mengusap punggungnya lembut dan ia kemudian membaringkannya di tempat tidur khususnya.
Mean menghampiri Plan yang tengah membereskan bantal dan selimut Tee dan membawanya ke dekat tempat tidur Tee. Mean memeluk Plan dari belakang.
"Rak, Plan! Terima kasih karena telah memberiku kebahagiaan," ujar Mean.
"Rak, Mean. Aku juga berterima kasih," lirih Plan dan ia berbalik dan memeluk Mean hangat. Mereka berciuman sejenak dan kemudian merebahkan dirinya di ranjang.
"Aku ingin kita selamanya bersama," bisik Mean.
"Uhm," gumam Plan sambil memejamkan matanya.
***
Mereka tengah duduk di sebuah meja di restoran. Mean mendudukkan Tee di pangkuannya dan Plan tengah menyantap makanannya dengan perut besar hampir akan melahirkan.Usia Tee sudah dua tahun sekarang dan ia adalah Mean Phiravich junior sebab wajahnya terlalu mirip.
"Sudah kuduga ini kalian," sahut Perth dan Por berada di sampingnya menggendong anak perempuan.
"Perth, duduk," sahut Mean agak kaget memang. Sekilas ia menatap Plan yang dengan santai tersenyum dan menyapanya.
"Aku sudah menduganya bahwa kalian akan menikah," sahut Por.
"Hah?" Mean dan Plan saling menatap dan kemudian tertawa.
Semuanya ikut tertawa dan mereka kemudian mengobrol ngalor ngidul sambil menikmati makan siang mereka.
Tamat
KAMU SEDANG MEMBACA
ROMANCE COLLECTION
RomanceTrack 1 This is a collection of romance short stories. Story cover by peakachupeem