4. SURPRISE

382 48 3
                                        

Mereka berteduh di bawah gubuk yang sudah lama tak digunakan. Untunglah kondisinya masih cukup bagus, sehingga bisa melindungi mereka dari hujan.

Jangan salah! Mereka sudah membawa payung. Namun,hujan sangat deras sore itu, dan mereka agak kesal sebab mereka baru melihat-lihat beberapa bagian saja.

Mereka belum sampai ke tempat air terjun yang Plan ceritakan sebelumnya saat di perjalanan dan Mean begitu antusias sebab ia sangat suka dengan pemandangan seperti itu.

Itu hari ketiga mereka berjalan-jalan. Setelah dua harisebelumnya, Plan mengajaknya ke semua penjuru taman bunga dan bertemu dengan masing-masing penjaga.

Hari ketiga mereka memutuskan untuk melihat air terjun tapi tampaknya usaha mereka tak akan membuahkan hasil pada hari itu.

Waktu sudah menunjukkan pukul setengah enam saat itu. Sangat tidak mungkin bagi mereka untuk melanjutkan perjalanan sebab jika dipaksakan mereka akan sampai ke sana malam hari.

"Mungkin lain kali kita bisa pergi ke sana. Sekarang kita harus kembali, sebab sudah sore," sahut Plan sambil memandangi hujan.

"Iya, aku paham," ujar Mean. Dia menatap wajah Plan yang basah terkena air hujan dan Plan sepertinya membiarkannya. Refleks, Mean menjulurkan tangannya ke arah sana dan itu membuat Plan sangat kaget.

"Apa yang kau lakukan?" sahut Plan dengan wajah yang kaget.

"Wajahmu basah!" sahut Mean.

"O, tidak apa-apa hanya air," sahut Plan lagi sambil tersenyum. Mereka diam dan kembali pada pikiran masing-masing.

"Plan, boleh aku bertanya tentang satu hal," sahut Mean sambil melirik ke arah Plan.

"Ya, tentu saja," ujar Plan dengan wajah penasaran.

"Apa yang terjadi kepadamu tiga tahun lalu di Bangkok. Ketika aku bercerita tentang Bangkok, orang biasanya sangat antusias mendengarnya, tapi wajahmu tampak lebih mengguratkan kekecewaan," sahut Mean lagi.

"O, itu," ujar Plan setelah lama ia diam dan menarik napas dalam.

"Ada banyak hal yang terjadi bdi Bangkok termasuk denganmu," sahut Plan. Giliran Mean menampilkan wajah penasaran.

"Pacarku meninggalkan aku saat ia tahu aku hamil dan membawa kabur semua uangku. Aku harus menjuak kalung kesayangan nenekku yang diberikan kepadaku agar aku bisa membayar penginapan dan jasamu dan kemudian aku keguguran dan kau menolongku dan aku tak mau berutang lagi kepada siapapun dan kita bercinta malam itu. Bagian mana yang perlu kujelaskan bahwa Bangkok memberikan cerita yang indah untukku," jelas Plan. Matanya tampak menerawang.

Mean tersentak kaget. Ia tak menyangka Plan memiliki nasib seburuk itu.

"Aku lebih bahagia di sini. Kurasa kota besar seperti Bangkok tidak cocok untuk orang kecil sepertiku," sahut Plan.

Mean diam. Dia tak merespons sebab ia sering mendengar keluhan seperti itu dari para pendatang yang kebetulan menjadi pasiennya.

"Kau membenciku?" tanya Mean lagi sambil menatap Plan.

"Karena malam itu?" tanya Plan sambil menatap Mean. Mean menganggukkan kepalanya.

"Tidak. Aku yang memberikan diriku sendiri kepadamu, kau ingat!" sahut Plan lagi. Mean memilih diam lagi.

"Aku menyukaimu," sahut Plan sambil menatap Mean dan tersenyum.

Mean membelalakkan matanya. Ia kemudian memalingkan wajahnya dan menunduk.

"Kau menyukaiku, uhm, ... Maksudnya, uhm, seperti teman," sahut Mean lagi memastikan dengan nada yang canggung.

Ia menatap Plan. Plan menoleh dan tersenyum lalu menggelengkan kepalanya.

"Bukan, lebih dari itu," jawabnya sambil tersenyum malu.

"Ah, begitu!" wajah Mean memerah.

Mereka diam sejenak, sama-sama menenangkan jantung mereka yang mulai berdegup tak beraturan.

"Aku sudah punya seseorang," lirih Mean mengisyaratkan penolakan.

"Uhm," gumam Plan sambil menganggukkan kepalanya.

Mereka diam lagi.

"Dia tak perlu tahu soal ini," sambung Plan tiba-tiba.

Dan ini membuat Mean tersentak kaget. Mean sadar ia juga tertarik kepada Plan.

Sejak mereka bertemu lagi, tempo hari, hatinya selalu merasa tak tenang dan ia tak sabar menunggu hari selanjutnya datang, ingin selalu bertemu dan berbicara dengan Plan dan melihatnya tersenyum dan tertawa.

Mereka bertatapan lama dan perlahan kedua wajah berdekatan dan kemudian bubir mereka bersentuhan lembut sampau akhirnya mereka berciuman lama.

Tak puas, Mean menangkup wajah Plan dan menggamit lagi bibir Plan dalam dan mereka berciuman lagi cukup lama. Gubuk itu tak mampu memuat tubuh mereka jika mereka harus merebah, tapi lihatlah mereka masih bisa bercinta dengan gaya duduk. Plan berada di atas Mean menangkup wajah Mean yang melihat ke arahnya dan mereka berciuman seraya bergoyang pada bagian bawahnya. Keduanya sama-sama telanjang. Siapa yang akan menyaksikan mereka di tengah hutan kecil yang jauh ke mana-mana dengan lampu minim penerangan kecuali serangga malam yang mulai menyapa.

Begitulah, hampir setiap hari mereka melakukannya. Di padang rumput di antara semak belukar yang cukup tinggi, di stasiun yang Plan tinggali, di gazebo dekat sungai dan di kolam di bawah air terjun.

"Besok kita akan ke mana?" lirih Mean. Mereka baru selesai bercinta di ranjang di stasiun tempat Plan dan menutupi bagian tubuh mereka antara pusar sampai paha dengan selimut.

Plan telungkup melihat ke arah Mean yang tidur miring di sampingnya. Tangan Plan mengelus wajah Mean dan ia menatap Mean penuh cinta.

"Besok aku tak bisa. Aku harus pulang. Besok dan Senin adalah hari liburku. Aku kembali ke sini hari Selasa," ujar Plan.

"Eh? Kenapa pulang?" Nada Mean sedih.

"Ada yang merindukanku di rumah. Kalau tak pulang, ia pasti akan marah," sahut Plan. Ia bangkit dan menindih Mean sambil mencium bibirnya. Mereka berciuman lama.

"Siapa yang merindukanmu itu?" tanya Mean lagi dengan nada cemburu.

"Rahasia," bisik Plan dan ia kemudian memasukkan naga Mean ke dalam lubangnya.

Mereka mengerang bersamaan. Sejenak mereka bermain dalam posisi women on top. Dan Mean kemudian membalikkannya dan membuat Plan berada di bawahnya.

"Aku ikut ke rumahmu, na!" bisik Mean sambil menciumi lehernya.

"Nggak boleh. No way!" bisik Plan.

"Kenapa?" Mean terlihat kecewa.

"Pokoknya tak boleh," bisik Plan lagi dan ia menutup mulut Mean dengan menciumnya dan mereka bermain lagi sampai tiga babak. Setelah itu, Mean pulang ke Vila.

Mean merebah di kasurnya. Ia sungguh penasaran dengan orang yang merindukan Plan itu. Ia baru akan bertanya kepada Phi Gong tapi ada telepon masuk dari Kew yang mengabari bahwa ia akan datang ke Vila hari Rabu.
Mean mengiyakan meski sekarang ia tak lagi senang Kew datang kepadanya. Ia sudah punya kesenangan sendiri dan sangat puas dengan ini.

Bersambung

ROMANCE COLLECTIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang