"Ke Jepang?" Mean kaget.
"Kenapa harus jauh-jauh ke sana?" tanya Mean lagi.
Mereka duduk berhadapan makan siang di sebuah kafe.
"Aku sudah bilang kepadamu setahun lalu. Ini waktu liburku. Kau dan Kew akan ke Finlandia, bukan? Aku sudah urus tiket dan semuanya, Mean. Perlu aku ingatkan lagi semuanya?" Plan mengerling dan ia berbicara dengan nada kesal.
"Kupikir kauakan ikut dengan kami," ujar Mean dengan nada sedih.
"Astagaaa! Kau gila! Aku tidak mau membuat kalian merasa canggung karena ada aku. Lagipula, aku sudah pernah pergi ke sana," sahut Plan lagi.
"Baiklah. Kalau begitu. Tak ada yang bisa kulakukan," sahut Mean dengan nada yang kesal.
Mereka melanjutkan makan siang mereka dalam keheningan.Ada yang aneh dengan Mean akhir-akhir ini. Pikirannya tak pernah berhenti berputar sekitar Plan dan ia ingin tahu lebih banyak tentang dirinya. Benar yang dikatakan Joss! Sebagai seorang sahabat, ia seharusnya lebih mengenal sosok Plan.
Entah karena ia terpicu oleh omongan Joss atau karena ia penasaran tentang Plan, ia menyusul Plan ke Jepang dan membiarkan Kew pergi dengab keluarganya dengan alasan harus melakukan perjalanan bisnis mendadak dan ia akan menyusul mereka.
Kew tentu saja percaya. Ia bahagia sebab Mean mengikutkan keluarganya juga ke Finlandia.
Mean menyusul ke penginapan tradisional yang sengaja Plan pesan. Saat ia tiba di sana, ia mendapati Plan tengah duduk sendirian di beranda tepat di depan kamarnya dengan baju tradisional Jepang dan tatanan rambut yang tak pernah ia lihat sebelumnya.
Cantik adalah kata yang terlintas di dalam pikirannya saat melihat Plan seperti itu.
Hidungnya merah karena dingin dan sisa air mata ada di pipinya. Matanya kosong melihat salju yang mulai turun sementara di tangannya gelas sake imut berwarna hijau ia pegang dengan teguh.
"Astagaa! Apa yang kau lakukam di sini?" Plan tak bisa menyembunyikan wajah kagetnya.
"Menemanimu minum," ujar Mean. Ia duduk di sebelahnya.
"Mean, pergi! Aku mau sendiri. Aku tak mau ada siapapun denganku," ujar Plan. Nadanya terdengar agak mabuk.
"Mai. Aku di sini," sahut Mean dengan nada yang tegas.
"Kumohon jangan keras kepala! Sekali ini saja! Lepaskan aku darimu," sahut Plan lagi. Dan tiba-tiba ia menangis keras dan menutup wajahnya dengan kedua tangannya yang mungil.
Ia mabuk dan menangis keras. Mean merasakan sakitnya, meski ia tak tahu apa yang tengah ada di pikiran Plan, tapi perasaannya sampai ke hatinya.
"Hei, sini!" lirih Mean. Ia menarik Plan ke pelukannya dan memeluknya erat. Ia mengelus punggungnya perlahan dan lembut sebab tangisannya semakin keras.
Plan melepaskan diri dari pelukan Mean dan ia mengangkat kepalanya dan menatapnya teduh.
"O, kau jelek sekali! Matamu merah. Hidungmu juga merah. Ingusan pula!" canda Mean mencairkan suasana. Ia mengelap ingus Plan dengan tangannya dan air matanya juga.
Plan manyun dan kemudian tergelak. Ia masih dalam pelukan Mean. Tangannya menjulur ke bibir Mean, mengelusnya, ia berdiri dengan lututnya dan mengecup bibir Mean dengan cepat.
"Aku tidak jelek!" sahutnya dan ia kemudian tidur di dada Mean. Mean tersentak kaget. Mereka jatuh tumpang tindih dengan Plan di atas Mean yang tertidur.
Mean masih kaget dan ia terhenyak. Ia belum pernah melihat sisi Plan yang ini. Ke mana saja dirinya selama ini. Perempuan imut nan cantik serta cerdas selalu ada di sampingnya dan ia menyiakannya.
O, ia sungguh bodoh!
"Plan, Plan, bangun! Ayo pindah ke dalam," sahut Mean. Jawabannya hanya gumaman tak berarti.
Mean mengembuskan napasnya. Ia kemudian mengangkat Plan seperti pengantin dan merebahkannya di futong dan membalutnya dengan selimut.
Mereka tidur berdampingan dengan futong yang berbeda.Matahari pagi datang menyambut. Plan bangun dengan kepala yang sangat sakit. Ia duduk sejenak sambil meringis memegangi kepalanya. Ia menoleh ke kanannya dan kaget mendapati Mean tidur tak jauh darinya.
"Astagaa! Meaaaaan!" teriak Plan. Ia melempar bantal ke tubuh Mean membuat Mean kaget dan terbangun juga.
"Woi, ada apa?" tanya Mean, duduk sambil masih mengumpulkan kesadarannya. Ia menatap Plan sejenak. Jelas ia tak ingat tentang ciumannya tadi malam.
"Kau seharusnya ke Finlandia," ujar Plan lagi sambil bangun dan masih meringis.
"Uhm, aku pergi ke sana sekarang," sahut Mean dengan nada malas.
"Orang gila!" Plan menggelengkan kepalanya.
Mereka makan di kedai ramen dalam hening. Plan melihat keluar jendela sambip menikmati secangkir teh hangat di tangannya. Ia tersenyum sambil masih menatap ke arah luar. Ia bahkan tak sadar sedari tadi Mean mengamati dirinya.
Mean tak bisa lagi mengelak bahwa Plan memang benar-benar memukau. Jantungnya berdebar saat ia mengembangkan senyumnya seperti itu dan wajahnya begitu menawan.
Mereka berkunjung ke beberapa kuil dan berdoa di sana dan pada sore harinya, Meam terbang langsung ke Finlandia.
"Kau tidak apa-apa?" Mean bertanya saat ia hendak memasuki bandara di Osaka.
"Jangan mengatakan hal yang tak perlu. Pergi sana!" sahut Plan mendorong Mean menjauh darinya.
"Baiklah. Aku khawatir," sahut Mean.
"Aku tak selemah yang kau pikir," ujar Plan.
Mean menganggukkan kepalanya. Mereka kemudian berpisah.
"Shit!" rutuk Mean di dalam pesawat.
Itu karena ia sadar ia telah jatuh cinta kepada Plan.
Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
ROMANCE COLLECTION
RomanceTrack 1 This is a collection of romance short stories. Story cover by peakachupeem