1. REFLECTION

543 45 9
                                        

"Mean, apakah yang kita lakukan ini benar?" Plan menelan ludahnya.

Ia berbaring di ranjang Mean dan Mean tengah berada di atasnya, mengamati kemolekan tubuh perempuan yang wajahnya dipenuhi rasa khawatir tentang hal yang akan mereka lakukan.

Mean tak merespons Plan. Matanya terlalu takjub akan keindahan yang tak terdefinisikan di bawahnya ini. Ia menatap dari ujung kepala sampai ujung kakinya.

Rambutnya hitam legam dan panjang terurai tanpa ikatan. Wajahnya begitu bersinar dan mulus tanpa cacat. Matanya tajam sekaligus hangat seperti sinar matahari pagi. Bibirnya yang merah dan tipis itu membuat Mean tak berhenti menelan ludah sebab ia sudah membayangkan yang tidak-tidak.

Lehernya yang jenjang dan mulus itu begitu menggiurkan untuk bibirnya jelajahi dengan perlahan namun pasti. Buah dadanya seperti buah dada perempuan dewasa. Begitu sintal dan sempurna. Mean menatapnya cukup lama, membayangkan bahwa sebentar lagi ia akan menyentuhnya, meremasnya, menciumnya, mengulum putingnya dan menjilatinya nakal.

Lengkung indah menapaki tubuh Plab dari dada ke pinggulnya sebuah ciptaan yang simetris kiri dan kanan dan membuat semakin kagum pada sang pencipta satu makhluk yang akan ia nikmati sebentar lagi.

Matanya semakin menurun ke bawah. Di tengah selangkangannya, di balik rimbuh rambutnya, sesuatu menggelembung seperti roti yang baru saja keluar dari oven, hangat dan menyegarkan dan lembut.

Astaga, tubuh perempuan ini begitu sempurna, mengilau oleh basah dan lampu, membuat Mean hampir tersedak. Mean menahan dirinya dengan kedua lututnya dengan naga berdiri tegak di atas Plan yang terbaring pasrah dan ketakutan pula. Keduanya sudah sama-sama telanjang dan sejujurnya Mean ingin segera melompat kepada sang perempuan dan bercinta dengannya.

Namun, ia sadar. Ia harus sabar, terlebih Plan masih perawan. Ia bahkan tak yakin bahwa yang ia lakukan ini benar adanya.

"Hei, kita sudah membicarakan ini berkali-kali. Dan kita sudah memutuskan, bukan?" bisik Mean sambil menelan ludah. Plan menganggukkan kepalanya, tapi wajahnya masih dipenuhi kecemasan.

"Kau tak yakin?" tanya Mean.

"Aku tak yakin aku bisa membayangkan Blue yang melakukannya kepadaku sementara aku tahu kau yang melakukannya," sahut Plan lagi menatapnya.

Mean tertawa kecil.

Betapa polosnya perempuan ini!

Begitu pikirnya.

Lalu kenapa ia tak jatuh cinta kepadanya?

Kenapa ia begitu mengagumi Neena yang telah memberikan pengalaman bercinta pertama kali kepadanya. Dan kini ia hanya mendamba Neena di dalam pikirannya. 

Neena temannya ketika ia di SMP. Mereka berpacaran dan mereka melakukannya. Bagi Mean, pengalaman seks itu adalah pertama kalinya dan bagi Neena itu adalah yang kesekian kalinya sebab sebelum Mean ia sudah berpacaran banyak kali dan setiap kali berpacaran, seks adalah bagian dari kisah percintaan mereka.

Mean sangat mencintai Neena. Ia seperti cinta pertama dan mati untuknya. Ada alasan mengapa Mean memasuki SMA yang sama dengan Neena. Ia belum bisa menerima keputusan Neena yang tiba-tiba memutuskannya setelah mereka berhubungan selama tiga bulan.

Memang ada desas-desus yang sampai ke telinganya bahwa Mean tak bagus di ranjang alias mentah dan kurang pengalaman. O, ia tersinggunng dengan rumor itu.

Mean berubah. Dulu ia begitu polos dan lugu dan tampilannya begitu sederhana.

 Dulu ia begitu polos dan lugu dan tampilannya begitu sederhana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
ROMANCE COLLECTIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang