3. LOVE

394 43 1
                                    

Mereka tengah berkumpul di klub merayakan kebahagiaan Mean dan Plan yang akhirnya resmi jadian.

"Cari ruangan sana!" teriak Yacht saat pasangan yang sedang kasmaran itu tak henti-hentinya bercumbu membuat temannya yang jomblo hanya bisa berdecak kesal, meratapi nasibnya.

Yang lainnya tertawa. Mean dan Plan pergi ke belakang klub, sebuah ruangan yang biasanya digunakan untuk menghirup udara segar, merokok, atau bahkan bercumbu.

"Mau," bisik Mean di telinga Plan dengan nada merajuk.

"Nggak bisa. Libur!" jawab Plan dengan nada sedih.

"Kenapa?" Mean mengernyitkan alisnya.

"Kau tahu yang kumaksud," sahut Plan lagi. Ia mengalungkan kedua tangannya di leher Mean sambil tersenyum.

"O, sedih! Masih lama?" Mean nyengir.

"Ingat ini baik-baik. Biasanya dua minggu. Hari ini hari kedelapan," sahut Plan.

"Hah? Dua minggu? Empat belas hari? Serius?" Mean kaget. Ia bertanya dengan nada memastikan.

"Uhm," gumam Plan sambil menganggukkan kepalanya.

"Astaga, jatahku cuma dua minggu dong setiap bulan!" Mean lebih memperingatkan dirinya sendiri.

Plan tertawa renyah.

"Kau ini, mesum!" sahut Plan.

"Mesum dari mana? Aku  harus memastikan jadwal kunjunganku !" Mean nyengir lagi.

"Baaa!" Plan mengerling.

Mereka berciuman lagi.

"Tunggu sebentar! Sekarang hari kedelapan. Itu artinya enam hari lagi, ya?" Mean memastikan setelah mereka melepaskan gamitan.

"Astagaa!" Plan memukul kening Mean pelan.

"O, Baby. Rak, na!" bisik Mean sambil menciumi leher Plan.

"Gesek juga nggak boleh?" Mean kembali menatap Plan dengan wajah idiotnya.

"Meaaaaan!" Plan mengerling dan mengusak rambut Mean.

"Baiklah, aku akan sabar saja, menunggu," ujar Mean lagi dengan nada sedih.

"Maaf!" nada Plan ikut sedih.

"O, tentu saja tidak apa-apa. Aku menyukai semua yang kau tawarkan kepadaku. Rak!" bisik Mean lagi dan mereka saling menyunggingkan senyum lalu berciuman lagi.

Tangan Plan menjulur ke bawah. Ia mengelus naga Mean pelan. Mean terkejut dan ia menatap Plan yang tengah menyunggingkan senyuman.

"Mulutku ingin berkenalan dengannya," bisik Plan.

Mean melotot dan menganga. Ia hanya diam sebab Plan sudah berjongkok dan mengeluarkan amunisinya dengan cepat lalu menciuminya.

"Mmmmph, nnnngh, Plaaaan," desah Mean. Ia merasakan kehangatan saat lidah Plan menjilati batangnya.

"Astagaaa! So good!" desahan Mean semakin keras karena Plan menelan bagian bawahnya itu dengan mulutnya dan mulai memaju mundurkan kepalanya.

"O, Babe, so good!" desah Mean lagi dan kegiatan itu terus berlangsung sampai beberapa waktu kemudian akhirnya Mean melakukan pelepasan.

Cairan mengenai wajah Plan. Untunglah tak ada yang tertelan sebab dengan sigap Mean menarik wajah Plan keluar tapi ia tak sempat menjauhkannya sehingga tak bisa menghindari semburan.

"Baby, maafkan aku!" sahut Mean sambil mengelap wajah Plan dengan tisu.

"Aku ke kamar kecil dulu!" ujar Plan sambil tersenyum. Mean menganggukkan kepalanya.
Ia menunggu Plan di sana dan terus menunggu dan sampai satu jam kemudian Plan tak pernah kembali.

Mean mulai tak tenang. Ia menyusul ke toilet perempuan dan menunggu di sana dan beberapa kali perempuan yang keluar di sana selalu bukan Plan.

Akhirnya, ia menelepon Sammy yang masih asyik minum di dalam klub dan menjelaskan keadaan. Sammy langsung memasuki toilet perempuan dan Plan tak ada di sana.

Semua menjadi panik. Mereka mencari ke semua penjuru klub dan hasilnya nihil. Mereka tak putus asa, meminta pihak klub untuk menunjukkan CCTV malam itu dan barulah ketahuan bahwa sekelompok lelaki membius Plan dan menggendongnya ke sebuah mobil.

Mereka langsung melaporkannya ke polisi dan polisi bertindak dengan cepat. Dalam waktu tiga jam, mereka bisa menemukan para pelaku dan membekuknya.
Plan yang masih pingsan dilarikan ke rumah sakit untuk diperiksa keadaannya.

Setelah seharian interogasi, akhirnya para pelaku itu mengakui bahwa mereka dibayar untuk melakukan itu. Dan yang membayarnya tiada lain dan tiada bukan ialah Neena.

Mean marah besar saat tahu hal ini. Namun, ia juga tak bermain hakim sendiri. Ia menyerahkan semuanya kepada petugas yabg berwajib dan lebih fokus pada menjaga Plan di rumah sakit sampai akhirnya ia siuman dan keadaannya membaik.

"Maafkan aku!" Mean menatap Plan dengan wajah yang sedih.

"Kenapa? Kau tak bersalah," sahut Plan. Ia sudah mendengar semuanya dari orang tuanya.

"Iya, tapi Neena melakukannya karena ia ingin aku kembali kepadanya," sahut Mean.

"Aku paham. Sudahlah! Kau juga tak tahu dia merencanakan inu, bukan. Yang paling penting semuanya sudah selesai," sahut Plan lagi.

"Uhm," gumam Mean.

Mereka berpelukan dan kemudian berciuman lama.

"Kapan kau boleh keluar dari rumah sakit?" tanya Mean.

"Entahlah! Keputusannya hari ini," ujar Plan.

"Tapi, kalau kau ingin mengantarnya pulang, kami setuju," tiba-tiba terdengar suara ayah dan ibu Plan dari belakang.

"Pho, Mae!" Plan terkejut.

"Kami tahu Mean anak yang baik," sahut ibunya Plan.

"Iya, kau sangat beruntung selalu mendapatkan seseorang yang baik untukmu. Kami bahagia," ujar ayahnya. Semuanya bertatapan lalu tersenyum bahagia.

***
"Sudah selesai?" tanya Mean sambil menatap Plan yang baru saja menggendong tasnya. Mereka baru selesai kelas dan itu kelas terakhir.

"Iya," ujar Plan.

"Ayo," sahut Mean sambil menuntun tangan Plan dengan bahagia.

Mereka berjalan menyisir di pinggiran gedung sebab hujan mulai turun. Baru saja memasuki terowongan, hujan turun lebih deras.

"Kurasa kita harus tunggu di sini," sahut Plan lagi.

"Aku tak keberatan," bisik Mean. Ia menarik pinggang Plan dan mencium bibirnya. Mereka berciuman hangat. Tak ada orang di sana. Hanya mereka berdua.

"Meaaan, uuungh, kau gilaaa!" desah Plan saat ia dengan perlahan menurunkan celana dalam Plan dan membuka restleting celananya pula. Ia mengangkat satu kaki Plan dan menahan dengan tangannya.

Bibir mereka masih bertautan dan Plan semakin panjang mendesah sebab ia merasakan naga Mean menyeruak masuk ke dalam lubangnya.

Plan mengalungkan kedua tangannya di leher Mean. Dan Mean menggendong Plan menahanakan tubuhnya pada dinding dan kemudian menghujamkan naganya perlahan tapi pasti.

"O, Meaaan, so goood!" desah Plan panjang. Ia memejamkan matanya merasakan sesuatu yang besar dan panjang itu menyodoknya tiada henti.

Mean juga tak kalah mendesah. Ia merasakan begitu hangatnya lubang yang ia masuki dan betapa lur biasanya sensasi gesekan di dalamnya itu.
Mereka tak bertahan lama. Keduanya sudah tak kuat dan tak lama kemudian mencapai puncak pelepasan.

Mereka merapikan dirinya masing-masing dan tak lama berpelukan sambil berciuman.

"Rak, Plan," bisik Mean.

"Rak,Mean," bisik Plan.

Mereka berpelukan sambil menatap hujan yang mulai mengecil.

Tamat



ROMANCE COLLECTIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang