Politik Kebijakan Publik adalah mata kuliah yang saat ini dibahas di salah satu ruang kelas mahasiswa semester 3 jurusan Ilmu Politik. Kelas itu terisi penuh oleh mahasiswa yang begitu tenang mendengarkan penjelasan Dosen yang tak hentinya mengganti slide presentasi yang sudah dibuat sebelumnya.
Hampir semua tenang dan khidmat mendengar. Hampir semua, karena ada satu dua yang mengantuk, dan menunduk memainkan ponselnya. Seperti Wooyoung saat ini.
Sedari tadi laki-laki itu hanya diam memandang gelisah ke arah handphonenya dengan bibir yang maju hampir tiga senti dan wajahnya yang murung.
Wooyoung uring-uringan!
Entah karena apa.
Itu yang dipahami oleh teman-temannya.
Ini jelas aneh!
Aneh melihat orang yang tidak bisa diam, tiba-tiba berubah menjadi batu seperti ini. Wooyoung yang diketahui teman-temannya, hanya akan diam jika sakit gigi dan mengeluh sakit. Sedangkan kali ini dia sehat-sehat saja.
Bahkan saat kelas sudah selesai dan dosen sudah pergi, laki-laki itu masih mendunduk menatap ponselnya.
Seorang laki-laki jangkung mendekat pada meja Wooyoung.
"Lo kenapa sih?" Tanya si laki-laki jangkung, ia sedang memastikan temannya tidak sedang bertukar jiwa dengan limbad -oke itu tidak mungkin.
Wooyoung mendongak, ia lalu menyandarkan badan pada kursinya. "Nggak apa-apa"
Si laki-laki jangkung itu menghela nafas dan duduk di kursi depan Wooyoung. "Padahal kalo tau lo nggak kenapa-kenapa, gue nggak bakal nanya"
Wooyoung kembali menatap ponselnya.
"Bukan lo banget kalo jadi pendiem gini. Kenapa Yong? Ada masalah?"
Wooyoung menghela napas lelah. Heran juga kenapa dia bisa sekacau ini.
"Nanti kalo gua cerita diledekin!" Ujar Wooyoung.
Si lelaki jangkung itu mengernyit. "Emang lo abis main ujan-ujanan pake celana dalem doang?"
"Heh! Ya engga lah."
"Ya terus kenapa?"
Wooyoung menghela nafas berat. "Cewe gua belom ngabarin seharian ini" cicit wooyoung.
"HAH?!" Si lelaki jangkung itu berseru membuat beberapa teman kelasnya seketika menoleh kearah keduanya. "Setan! Gua kirain kenapa" Umpatnya.
"Kenapa ngga lo aja yang ngontak dia nyet?!" Seru si jangkung.
"Masalahnya dia ga ngangkat telpon gua, apalagi bales chat dari pagi sampe sore kaya gini"
"Lagi sibuk kali"
"Tapi ga biasanya begini"
"Kenapa gak lo samper ke apartemennya?"
Wooyoung menegakkan badan, "Anjir iya juga ya?!"
"Ya iya! Makanya lu kalo ada masalah tuh cerita" Si jangkung kembali berseru. "Udah udah, lo coba telfon sekali lagi aja. Kalo tetep nggak diangkat baru samper ke apartemennya"
Wooyoung kembali mendekatkan handphone pada telinga, ia berharap cemas.
Semoga diangkat, batinnya
Akhirnya pada dering ke tiga panggilan itu tiba-tiba diangkat, membuat wooyoung bangkit kemudian agak menjauh agar bisa berbicara lebih leluasa.
"Hallo?? Bi? Kamu kenapa? Kok seharian aku telfon ngga bisa? Aku ada salah ya? Kamu dimana sekarang?" Wooyoung mencerca seketika.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Way: Jung Wooyoung
Fanfiction"People who destined to meet, will meet someday" A Sequel from My Way - Baca My Way terlebih dahulu