Part 11: Hari Setelahnya

1K 236 76
                                    

Waktu telah menunjukan pergantian hari. Abel dan Rafi menatap Alea yang tergolek di tempat tidurnya. Tertidur dengan muka disurukkan di bawah bantal, Alea masih mengenakan baju yang ia gunakan untuk kuliah sore tadi yang kali ini telah kusut masai tidak keruan.

Baik Rafi dan Abel bersyukur Alea telah tertidur, karena isak tangisnya tak bisa dihentikan. Dua orang itu belum mengetahui dengan jelas apa yang sebenarnya sudah terjadi, karena kata-kata yang terucap di antara isak hebat itu terputus-putus dan antara satu kata dengan kata berikut sering kali tak berhubungan.

Bahkan banyak kata yang tak terdengar jelas karena tertelan isak atau terucap tanpa suara. Karenanya Rafi dan Abel benar-benar lega Alea sekarang sudah terlelap. Mudah-mudahan Alea mendapatkan mimpi yang membuatnya bisa sedikit saja gembira esok hari.

Rafi masih menatap tak tega sahabatnya yang sedang tertidur lelap itu. Helaan nafasnya terdengar berat. "Intinya dia putus kan?"

Abel mengangguk. "Jangan ditanya kenapa dulu, nanti makin nangis"

Suara getar ponsel Rafi memenuhi kamar tidur yang lengang.

Dua orang itu kompak menghela nafas lelah saat melihat layar ponsel menampilkan nama yang sama melakukan panggilan. Entah sudah berapa kali. Padahal tak satupun panggilan itu diangkat oleh Rafi atau Abel.


Wooyoung is Calling....


"Gue yang nangis apa ya?" Kata Rafi.

"Angkat aja. Bilang, abis ini jangan nelfon lagi" Kata Abel.

Rafi mengangguk lalu menggeser layar ponsel dan menyambungkan panggilan.

"Hallo, Fi"

Rafi menghela nafas berat. "Kenape?"

"Alea...baik-baik aja kan?"

"Menurut lo aja lah goblok!" Abel menoleh cepat mendengar Rafi mengumpat kasar. Ia memberi gestur untuk berbicara di luar kamar yang diangguki Rafi. Laki-laki itu keluar kamar diikuti Abel, Rafi melanjutkan, "Gue nggak tau ya alasan lo berdua putus, yang gue tau lo kaya anjing karena bikin temen gue nangis sampe nggak bisa ngomong. Tapi kalo nanti Alea ceritain semuanya dan ternyata lo salah, abis lo sama gue!"

"Nggak usah nunggu nanti, abisin gue sekarang. Pukul gue Fi..." Kata Wooyoung. Ruangan itu lengang. Rafi dan Abel sama-sama diam, karena walaupun hanya dari telepon, mereka mendengar jelas nada sesal dalam setiap kata yang terdengar dari ujung sana.

"Alea..." Suara Wooyoung kembali terdengar. Rafi dan Abel menajamkan pendengaran mereka karena suara Wooyoung makin lirih tak terdengar. "Gue titip dia. Tolong jagain" Tukasnya. Dan telepon ditutup.

Rafi dan Abel saling berpandangan. Seakan berbicara tanpa suara.

"Gue jadi bingung" Kata Rafi pelan.

Abel mengangguk setuju. "Alea nangis, Wooyoung juga kayanya nggak lebih baik" Perempuan itu menghela nafas dan melihat jam tangannya. "Udah jam segini, lo balik aja. Gue nginep disini" Kata Abel.

"Kalo ada apa-apa kabarin gue" Kata Rafi, ia kembali menengok keadaan Alea sekali lagi lalu berpamitan pulang.

Abel masuk ke dalam apartment sesaat setelah memastikan Rafi masuk ke dalam lift. Perempuan itu berdiri di depan jendela yang mengarah pada pemandangan kota Semarang malam ini. Lampu-lampu kota menyala cantik memanjakan mata. Tapi Abel tidak tertarik. Pikirannya telah melayang jauh, matanya menerawang.

Ia menghela nafas lelah kala melihat layar ponselnya kembali menampilkan satu nama yang ia bisukan nada deringnya.

"Udah puas?" Kata Abel pada si penelpon. Dingin. Tanpa sapaan, tanpa salam pembuka.

Our Way: Jung WooyoungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang