Part 09: Surprise

1K 213 164
                                    

Mingi sibuk menyantap siomay dan es teh di Kantin Fakultasnya saat Wooyoung bercerita panjang lebar yang entah ada ujungnya atau tidak.

Ia hanya mengangguk-angguk sok mengerti mendengarkan Wooyoung yang bercerita (baca: mengeluh) tentang bagaimana hubungannya dengan Alea, kejadian tempo hari tentang Aurel dan tentang Rafi.

"Aming! Lo dengerin gue nggak sih!" Wooyoung berseru kesal melihat Mingi tak menanggapi satupun kalimatnya, membuat Mingi mengalihkan perhatiannya dari piring siomay.

"Iya elah, gue dengerin" Kata Mingi lalu kembali menyantap siomaynya.

Wooyoung menghela nafas berat sambil menyandarkan diri ke kursi kantin, menengadah dan menatap menerawang. "Gue tuh gimana ya Ming-"

"Lo tuh bodoh" Mingi menyahut cuek lalu menyedot es tehnya, mengabaikan Wooyoung yang langsung menegak dan menatapnya tak terima.

Mingi meraih tissue, mengusap sekitar bibirnya dan kembali melihat Wooyoung. "Alea sibuk kan nggak sibuk selingkuh juga nyet" Ucap Mingi santai.

Melihat Wooyoung diam tak menyahut, Mingi melanjutkan. "Himpunan, apalagi awal kepengurusan ya pasti sibuk Yong. Ribut ngurus berkas buat pelantikan, buat pengesahan kepengurusan, rapat kerja, belom lagi kalo dapet tekanan dari Kakak Tingkat. Beban dia gede dan harusnya lo support dia, bukan malah ngajak berantem"

Wooyoung tiba-tiba ciut. Tak bisa membalas satupun perkataan Mingi. Sadar bahwa kalimat Mingi tidak salah. Apalagi Mingi juga seorang anggota Himpunan yang pasti paham bagaimana isi Himpunan, omongan Mingi pasti benar.

"Lo coba ikut Himpunan dah, biar tau tekanannya gimana"

Wooyoung reflek menggeleng. "Nggak lah, ngapain. Ribet"

"Ya itu lo tau anjing!" Mingi menggeram emosi. Hampir mencakar wajah sok polos di depannya jika tidak ingat mereka sedang duduk di kantin Fakultas.

"Emang sedeket apa dia sama si Rafi Ahmad Itu?" Tanya Mingi.

"Rafi doang anjir"

Mingi mengibaskan tangan di depan wajahnya. "Yaelah sama aja"

Wooyoung menghela nafas. "Deket banget, Ming. Lo inget temen gue yang namanya Yohan kan yang pernah gue ceritain? Nah deketnya tuh ya kaya Yohan ini, gue takutnya Rafi jadi Yohan kedua yang diem-diem suka sama Alea. Apalagi mereka suka kemana-mana bareng, sekelas, sejurusan, sehimpunan. Potensi bapernya tinggi"

"Emang Rafi memperlakukan Alea beda? Dibanding siapa tuh temennya yang satu?"

"Abel?" Tanya Wooyoung, Mingi mengangguk.

Otak Wooyoung berpikir cepat mengulang banyak memorinya saat melihat tiga sahabat itu bersama. Ia tersentak sendiri, kemudian menatap Mingi. "Enggak...." Kata Wooyoung lirih.

Mingi menghela nafasnya. Ia harus menyabarkan diri ketika Wooyoung sedang menunjukkan kebodohannya yang tak terhingga seperti ini. Tapi Mingi akan tetap mengaga terkagum saat Wooyoung sedang dalam mode cerdas-tak-tertandingi, seperti ketika adu argumen di kelas atau tentang masalah materi kuliah. Laki-laki bodoh itu bisa membungkam banyak mulut untuk diam-diam memuji kecerdasan otaknya.

Tapi orang secerdas apapun tetap akan terlihat sangat bodoh saat berhadapan dengan perasaannya sendiri. Dan Mingi paham akan hal itu.

"Sebagai orang luar di hubungan lo sama Alea, menurut gue, lo sama Alea sama-sama salah" Kata Mingi.

Wooyoung menaikkan satu alisnya, seakan bertanya 'Maksudnya?'

"Lo salah karena Aurel jelas suka sama lo dan lo seakan ngasih jalan buat dia dengan mengiyakan setiap permintaan Aurel" Mingi menarik nafas, "Yong, Aurel tuh cewek, gampang bapernya. Mungkin lo nganggepnya biasa aja buat nolong orang, tapi kalo dia nanggepinnya beda gimana? Pikirin sampe situ lah"

Our Way: Jung WooyoungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang