Part 35: Court

908 207 60
                                    

Media: DAY6 — Like A Flowing Wind

×××

"Pak, saya ijin pulang dulu" Kata Sekretaris Wooyoung.

Wooyoung tersenyum dan mengangguk. "Hati-hati di jalan. Terima kasih kerja kerasnya hari ini"

"Sama-sama, Pak. Semoga berhasil untuk besok"

Sekali lagi, Wooyoung mengangguk. "Terima kasih"

Tak lama setelah itu Sekretaris Wooyoung menutup pintu ruangan. Membiarkan Wooyoung sendiri di dalamnya. Duduk bersandar di kursi kerjanya dengan tatapan menerawang.

Jam kantornya sudah selesai setengah jam yang lalu, perkerjaannya juga sudah selesai, tapi Wooyoung masih belum memiliki niatan untuk beranjak dari duduknya. Betah melamun bersama pikirannya yang penuh sesak.

Dijebak

Ditipu

Ditinggalkan

Kurang menyedihkan apa hidupnya.

Bodohnya, Wooyoung tidak menyadari lebih awal. Jika saja dia lebih hati-hati, dia tidak akan mudah dijebak dan semua kekacauan ini tidak terjadi.

Helaan nafas berat terdengar. Besok sidang putusan akhir Aurel dilaksanakan. Cukup cepat sebenarnya, hanya memakan waktu dua bulan. Sudah termasuk sidang perceraiannya. Wooyoung tidak tau, entah memang prosedurnya seperti itu atau bagaimana. Yang pasti, baik Wooyoung, Mama bahkan Jihoon sekalipun, sama-sama lega. Akhirnya semua kekacauan ini segera berakhir.

Tidak seperti Aurel, nurani Wooyoung masih berfungsi. Ada kalanya dia bimbang, apakah memang harus menghukum Aurel sampai seperti ini atau tidak, karena bagaimanapun Aurel sedang mengandung. Meskipun jelas itu bukan anak Wooyoung, tapi laki-laki itu tetap saja khawatir dengan masa depan anak dalam kandungan itu.

Bagaimana dia menjalani hidup jika ibunya di penjara?

Apa nantinya dia akan menerima jika ibunya adalah mantan narapidana?

Apakah nantinya dia menerima orang tuanya?

Wooyoung meneguk. Pertanyaan itu muncul lagi di otaknya. Pertanyaan yang selalu meruntuhkan pendiriannya. Tapi Wooyoung teguh kembali. Ini demi kebaikan Aurel sendiri. Harapannya saat ini hanya satu, Aurel mampu belajar dari kesalahannya. Itu saja.

Meskipun Wooyoung tetap tidak bisa mengesampingkan fakta tentang anak yang di kandungan Aurel. Bagaimanapun Wooyoung paham betul, bagaimana rasanya tumbuh hanya dengan satu orang tua.

Hembusan nafas kasar terdengar. Wooyoung melengos keras. Menyudahi pikirannya. Beralih merapihkan mejanya dan bergegas pulang. Tapi tangannya yang sedang merapihkan mejanya mendadak berhenti. Matanya tepaku pada figura foto yang dia letakkan di atas mejanya. Alea tersenyum cerah disana, membuat Wooyoung juga menarik senyum yang sama.

Laki-laki itu merebahkan kepalanya diatas tangannya yang menelungkup diatas meja, lalu menghadap ke figura foto Alea. Hatinya tiba-tiba sejuk, hanya dengan melihat foto itu saja.

"Sekarang sombong" Wooyoung bermonolog. "Jarang mampir di mimpi aku"

Senyumnya yang ceria tiba-tiba berubah sedih. "Besok sidang terakhir Aurel. Kamu lihat kan? Aku nggak salah"

Wooyoung menghirup banyak udara disekitarnya, mengusir sesak di dadanya hingga melunturkan senyumnya. "Kira-kira abis ini kamu bisa balik ke aku lagi nggak ya? Atau aku harus rela lihat kamu sama orang lain?"

Senyum yang sempat luntur itu kembali mengembang manis. Tangannya terjulur untuk mengusap wajah Alea di dalam figura foto. "Senyum terus dih. Lagi seneng ya disana?"

Our Way: Jung WooyoungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang