Part 24: Betrayal

955 197 112
                                    

Media: Chen — Beautiful Goodbye

×××

"Aurel?"

"AUREL?!"

Wooyoung mengulangi kalimatnya. Kali ini dengan suaranya yang menggelegar, berseru kaget. Sampai-sampai membangunkan perempuan yang sedari tadi terlelap disampingnya.

Aurel mengerjap-ngerjap, menyesuaikan dengan cahaya yang masuk matanya. Saat ia menoleh ke samping, sama seperti Wooyoung, perempuan itu langsung sempurna sadar. Matanya membelalak lebar.

Tapi lalu perempuan itu menangis tergugu, menutup wajahnya dengan telapak tangannya, membuat Wooyoung merasa jantungnya hampir lepas dari tempatnya.

Pikirannya berkelana jauh, memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi. Tapi ia mencoba mengusir semua itu.

"L-lo... ngapain... nangis?"

Wooyoung menelan ludahnya susah saat mendengar tangis Aurel justru makin deras. Pikirannya makin kacau. Mata laki-laki itu berubah sendu. Tenggorokannya tercekat sakit seakan ada yang menahannya disana.

"Ini... nggak mungkin... kan?" Wooyoung memastikan.

Aurel masih bungkam. Hanya tangisnya yang terdengar makin pilu.

"Jawab gue, Rel!" Wooyoung berseru tak sabar. Yang justru membuat suara tangis Aurel makin menjadi. Perempuan itu tergugu, tak dapat mengeluarkan satu kalimat pun.

Yang bisa ia lakukan hanya mengangguk, memberi jawaban.

Wooyoung kehilangan kata-katanya. Mulutnya sudah terbuka. Tapi tak ada kata-kata yang keluar dari sana. Lidahnya sempurna kelu.

"Nggak. Nggak mungkin!" Wooyoung berseru tak percaya saat ia sudah menemukan kekuatannya. "Gue bahkan nggak inget apapun! Nggak usah ngasal anjing!"

"Lo nggak inget karena lo minum banyak!! Lupa?" Aurel balas berseru disela isakannya dan membuat Wooyoung tertegun.

Diam-diam laki-laki itu membenarkan. Benar. Dia lupa minum berapa banyak tadi malam.

"Gue udah berbaik hati... hiks... nganter lo ke kamar, KENAPA LO MALAH KAYA GINI BRENGSEK!"

Lagi. Wooyoung kehilangan kemampuannya untuk berbicara. Sempurna terdiam. Tak mampu melawan. Fakta yang baru ia dengar dengan isak tangis Aurel yang terus keluar membuat tulangnya lemas. Tak bertenaga.

Bagaimana bisa ia tidak ingat satu pun kenapa ia bisa disini. Sekeras apapun ia memaksa otaknya mengingat, yang ia ingat hanya minum dan minum.

Wooyoung mengacak rambutnya kasar dan berteriak frustasi.

"Berhenti nangis. Pake..." Wooyoung menelan ludahnya susah sebelum mengatakan kalimat selanjutnya. "Pake baju lo. Kita ngomong abis ini. Gue tunggu di luar"

Wooyoung mengambil ponselnya yang ada di meja lalu mengenakan kaosnya yang tergeletak di lantai. Laki-laki itu bersandar pasrah di dinding luar kamar hotel dan membuka ponselnya. Banyak pesan dan panggilan tak terjawab disana. Dari Mama, Yeonjun, Hyunsuk dan Alea.

Tenggorokan Wooyoung tercekat hanya dengan melihat nama kontak Alea saja. Rasa bersalah mengikatnya kuat-kuat hingga ia merasa sesak luar biasa. Buru-buru ia mengusap matanya saat merasa akan ada bulir yang jatuh dari sana.

Laki-laki itu beralih melihat pesan Yeonjun, hanya sekedar menanyakan dimana posisi. Pun sudah tadi malam. Wooyoung beralih menelfon, semoga Yeonjun sudah sober, setidaknya untuk diajak bicara atau bahkan membantunya. Karena hanya Yeonjun harapannya saat ini.

Our Way: Jung WooyoungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang