Sejujurnya, apa yang mengerikkan dari waktu adalah dia tidak bisa dihentikan.
Waktu terus berjalan. Membawa hari berganti minggu, bulan atau bahkan tahun. Menambah usia. Meninggalkan kenangan tetapi juga membuat kenangan baru. Tanpa bisa dihentikan.
Kedengarannya memang tidak semengerikkan itu. Tapi jika mengingat kita tidak bisa mengulang satu detik pun yang sudah terlewat, rasanya tetap sesak. Karena satu detik yang kita anggap tidak memiliki nilai apa-apa, bisa jadi adalah satu detik yang sangat diinginkan oleh pembalap moto GP, satu detik yang diinginkan deadliner dan satu detik yang berharga untuk nyawa orang lain.
Di sisi lain, waktu juga yang menjadi saksi bisu bagaimana semua orang berproses dan berubah. Semua orang mengalaminya. Tak terkecuali Alea dan Wooyoung tentunya.
Bertemu saat masih di bangku sekolah, bersama sampai perkuliahan, bahkan setelah satu bulan pasca wisuda, keduanya masih diizinkan menghabiskan waktu bersama. Meskipun dengan kesibukan yang berbeda.
Wooyoung mulai masuk ke kantor Mama satu bulan yang lalu dan begitupun dengan Alea -sambil menanti pengumuman untuk S2-nya- yang ikut ke kantor Papa bersama Hyunjae yang juga baru menyelesaikan S2-nya di Stanford.
"Mama, aku berangkat ya!" Wooyoung berseru yang dibalas Mama dengan mengiyakan saja.
"Nanti pulang apa nginep di tempat Yeonjun?"
Wooyoung berbalik melihat Mamanya di dapur. "Nggak tau deh, nanti kalo aku nggak pulang berarti aku nginep di tempat Yeonjun"
"Yaudah hati-hati"
"Siap"
Usai berkata demikian, Wooyoung berjalan santai memasuki mobilnya. Langit malam ini terlihat cukup terang dengan bantuan sinar rembulan membuat hati laki-laki itu ikut dilanda rasa bahagia bahkan hanya melihat cerahnya langit saja.
Mobil hitam yang dikendarai Wooyoung baru saja keluar dari komplek perumahannya ketika telefon Alea masuk.
"Hallo sayang" Wooyoung menyapa ceria.
"Hallo, kamu udah berangkat?"
"Udah, ini di jalan"
"Maaf ya nggak bisa nemenin"
Wooyoung tersenyum, entah ke berapa kali Alea mengucapkan hal yang sama seharian ini. Gadis itu merasa bersalah karena tidak bisa menemani Wooyoung untuk datang ke acara pesta kelulusan yang Yeonjun selenggarakan.
"Udah ah, kan aku udah bilang nggak apa-apa. Kamu lagi ngapain?"
"Nonton drama sama makan croissant, tadi aku beli banyak terus aku bikin teh chamomile. Enak banget. Kamu harus coba"
Wooyoung tertawa kecil. "Iya kapan-kapan aku coba. Besok kamu jadinya pulang jam berapa? Aku jemput ya"
Inilah alasan kenapa Alea tidak bisa menemani. Gadis itu seminggu terakhir sedang ada di Singapore bersama Papa.
"Sekitar jam 4 aku sampe Bandara. Tapi serius nggak apa-apa kamu jemput? Aku udah bilang Mas Agus buat jemput sih"
"Ya nggak apa-apa dong, kangen nggak ketemu seminggu"
"Dih alay" Alea mencibir, tapi lalu gadis itu terdiam membuat Wooyoung mengernyit bingung.
"Al? Kok diem?"
"Hmm... aku tau ini akan terdengar egois" Alea menjeda kalimatnya sebelum berkata dengan nada lemahnya. "Tapi aku sebenernya nggak suka kamu dateng ke acara itu hehe"
Wooyoung mengangkat alisnya. Tumben sekali Alea tidak mengijinkan. Jarang sekali Alea seperti ini. Atau bahkan baru pertama kali ini.
"Tumben banget? Kenapa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Way: Jung Wooyoung
Fanfiction"People who destined to meet, will meet someday" A Sequel from My Way - Baca My Way terlebih dahulu