Part 20: Saturday Morning

1.1K 231 121
                                    

Media: AKMU — Last Goodbye

×××

Wooyoung menutup telinganya rapat-rapat dengan bantal saat mendengar jam wekernya berdering nyaring. Laki-laki itu ingin membiarkan sampai deringnya berhenti. Tapi tidak berhasil. Benda itu terus berdering.

Laki-laki itu akhirnya menyerah. Dengan matanya yang masih tertutup ia meraba meja nakasnya, tempat jam sialan itu berada. Tanpa hati, ia menekan kasar jam weker tersebut agar terhenti. Laki-laki itu berbalik, kembali memeluk gulingnya.

Sebentar.

Guling?

Matanya langsung terbuka sepenuhnya. Ia mengerjap-ngerjap memastikan bahwa apa yang ia peluk adalah guling. Bukan Alea.

Wooyoung langsung terduduk. Kepalanya menoleh cepat dan menelisik seisi kamarnya. Dia sendiri. Tidak ada siapapun.

"Anjing nggak mungkin banget gue mimpi!" Gumamnya sambil menggeleng tak percaya. "Gue yakin tadi malem gue nggak mimpi. Itu terlalu nyata. Ada Alea. Gue yakin!"

Laki-laki itu langsung beranjak dari kasurnya dan berjalan keluar kamarnya. Wooyoung berkeliling. Menelisik setiap sudut apartmentnya.

"Al!" Panggilnya. Tak ada jawaban.

Wooyoung beralih ke dapur.

"Al kamu dimana?" Tak ada jawaban.

"Nggak! Gue nggak mimpi"

Wooyoung menggeleng ribut. Menyangkal pikirannya sendiri saat melihat kamar mandinya juga kosong.

"AL!"

Laki-laki itu berteriak kencang. Sayangnya jawabannya masih sama. Tidak ada.

"Shit gue mimpi beneran!"

Wooyoung mengacak rambutnya kasar. Lelah sendiri. Ingin tidak percaya kalau ternyata dia mimpi, tapi keadaan apartmentnya sangat mendukung kalau dia mimpi. Kalau tidak pun, tidak ada bukti.

"AARRGHH!!" Laki-laki itu berteriak frustasi di tengah apartmentnya.

"Kenapa sih pagi-pagi teriak-teriak!" Sahut seseorang dari pintu masuk apartmentnya.

Wooyoung menoleh, matanya melebar seketika. Alea sedang menutup pintu apartmentnya dengan membawa beberapa bungkus plastik di tangannya. Seperti kesetanan, Wooyoung langsung berlari menyusul.

"Tampar aku coba"

Alea membelalak lebar mendengar permintaan Wooyoung barusan. "Tampar?"

"Biar aku yakin aku nggak mimpi"

Alea mengernyit. "Mimpi? Maksudnya?"

"Mimpi semalem kamu disini, terus—"

"He!" Alea menyela cepat sebelum Wooyoung makin meracau. Ia lalu menunjuk plester demam yang masih menempel di dahi laki-laki itu. "Kalo kamu mimpi, plester demamnya pasti nggak ada. Kalo kamu mimpi, aku nggak manggil kamu pake 'kamu' tapi 'elo'. Sampe sini paham Jung Wooyoung-ssi?"

Gadis itu menggelengkan kepalanya melihat Wooyoung masih tertegun. Alea lebih memilih pergi ke dapur dan meletakkan plastik bawaanya di meja makan. Yang tak lama, mungkin setelah kesadarannya kembali, Wooyoung menyusul ke meja makan dan berdiri di samping Alea.

"Berarti aku nggak mimpi?"

Masih saja!

Alea berdecak kesal. "Nih, kalo kamu mimpi, aku nggak bakal kesini. Udah ah nggak usah dibahas lagi"

"Bentar. Satu lagi. Kalo nggak mimpi, coba kasih tau aku kita tadi malem ngapain aja?"

Gadis itu langsung reflek mengumpat kasar. "Nggak usah ngomong seakan kita abis ngapa-ngapain selain tidur ya Jung Wooyoung!" Alea berseru sebal.

Our Way: Jung WooyoungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang