Makan Malam

6.3K 395 35
                                    

Vote please, thanks.

Happy reading❤️

∆∆∆

Di dalam otak, masih bersarang kata seandainya ini lah, seandainya itu lah. Hal itu yang membuat kita semakin dilanda rasa penyesalan yang amat besar. Hanya satu kata saja, tetapi mampu membuat kita sangat terpuruk.

∆∆∆

Arsen merapikan tuxedo hitam yang melekat di tubuhnya, mengancingkan kancing tuxedo di pergelangan tangan kirinya yang sempat terlepas. Cowok itu menatap dirinya di pantulan cermin.

Tampan. Itulah yang menggambarkan sosok Arsen saat ini. Dengan pakaian biasa saja sudah tampan apalagi dengan pakaian formal? Kadar ketampanannya bertambah drastis, membuat kaum hawa yang melihat sekilas saja bisa langsung terpukau.

Cowok itu menghembuskan napasnya lega. Akhirnya ia bisa nyaman walaupun beberapa menit saja.

Arsen baru saja pamit dari pertemuan keluarganya dan keluarga Luna untuk ke sini. Sedetik saja disana, baginya seperti satu jam. Ia tidak suka acara seperti itu. Itu sangat membuatnya tak nyaman.

Ingin menghindar pun ia tidak bisa. Pasti Samuel akan menuntutnya untuk pergi ke acara tersebut. Mau tak mau Arsen menghadirinya walaupun dengan perasaan kesal.

Lima menit kemudian ia keluar dari toilet, setelah dirasa cukup berasa di sana. Cowok itu membuka pintu toilet, berjalan keluar dari sana menuju beberapa orang yang sedang berbincang-bincang. Cowok bertubuh jangkung itu menarik kursi di depan Samuel dan disamping seorang gadis yang berstatus sebagai kekasihnya. Siapa lagi kalau bukan Luna?

"Arsen, kok kamu lama sih banget ke toiletnya? Kamu ngapain aja?" tanya cewek cantik yang memakai gaun merah itu dengan kepo.

Ini adalah pertanyaan paling bodoh yang pernah Arsen dengar. Kalau orang lain ke toilet ngapain? Makan? Minum? Anak TK saja tahu kalau ke toilet itu ngapain. Masa anak SMA kalah sama sama anak TK? Malu dong.

"Benerin jas." balas Arsen singkat. Lama-lama Luna menjadi semakin menyebalkan di matanya. Ia tak suka orang lain bertanya-tanya kepadanya yang jelas-jelas sudah tahu jawabannya. Apalagi pertanyaan itu sangat tidak penting. Baginya itu hanya membuang-buang waktu dan tenaga.

Tunggu dulu. Orang lain? Arsen menganggap Luna itu sebagai orang lain? Bukankah cewek itu merupakan kekasihnya?

Kalau Luna tahu, bisa-bisa ia nangis kejer-kejer disini. Bisa disangka orang gila nanti jika ada yang melihatnya.

"Kok lama?" tanya Luna lagi. Ia merasa tak puas dengan jawaban yang Arsen berikan kepadanya. Tidak salah kan kalau Luna bertanya lagi?

Arsen menghembuskan napasnya kasar. Ia tak membalas pertanyaan dari Luna. Lelaki itu lebih memilih meminum sirup bewarna merah dihadapannya dengan sorot mata memandang Samuel dan Herman, ayah Luna. Dari gelagatnya saja ia tahu jika mereka sedang membicarakan bisnis.

Memang benar kata orang-orang, uang selalu menjadi prioritas. Tanpa uang kita tidak bisa membeli apa-apa. Dimata mereka uang adalah segalanya. Apalagi sekarang zaman sudah seperti ini. Kita tidak bisa hidup tanpa uang.

"Ih, Arsen! Aku tanya loh, masa gak dijawab?" ujar cewek itu merajuk, dengan bibir dimaju-majukan.

"Berisik."

"Kok kamu ketus gitu sih, Sen? Aku kan cuma tanya doang?"

"Bisa diem gak sih Luna!" kata Arsen dengan nyaring, nadanya tak ingin dibantah. Hal itu membuat Samuel dan Herman berhenti berbicara, memandang mereka berdua secara bergantian.

LOVE YOU MY ICE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang