Ketemuan

9.9K 604 44
                                    

Vote please, thanks.

Happy reading❤️

∆∆∆

Diliatin sebentar aja gue udah seneng, apalagi kalo dia bales perasaan gue.

∆∆∆

Vano berjalan menghampiri Aqilla yang duduk di sebuah kursi yang terletak di dekat jendela dan berada di pojokan. Cowok itu menarik kursi tersebut lalu mendudukinya di depan Aqilla. Ia melepas jaket hoodie kesayangannya yang sedikit basah dan menyampirkannya di punggung kursi.

Saat ini mereka sedang berada di Kelola Cinta Cafe, sesuai dengan janji yang telah disepakati keduanya.

"Gue telat yah?" tanya Vano seraya melihat jam tangan bewarna biru di pergelangan tangannya.

Aqilla menyeruput cokelat panasnya lalu meletakkan mug itu ke atas meja. "Enggak kok, emang gue aja yang berangkat lebih awal." sahut Aqilla.

Vano manggut-manggut. Matanya menjelajahi jalanan di luar sana. Hujan deras melanda Kota Jakarta, membuat jalan menjadi becek dan macet. Suara klakson kendaraan pun bersahut-sahutan, berlomba-lomba agar si pemilik kendaraan cepat sampai ke tempat tujuannya masing-masing.

Vano mengalihkan perhatiannya saat suara Aqilla memasuki gendang telinganya.

"Gue udah pesenin lo green tea, minuman kesukaan lo. Nih!" ujar Aqilla sambil menyondorkan secangkir teh hijau kepada Vano.

Vano melemparkan senyumnya seraya menerima cangkir tersebut. "Makasih."

Hujan turun disertai hawa dingin membuat Vano menikmati suasana itu dengan secangkir green tea. Ditambah lagi dengan ia yang ditemani sang pujaan hati, momen yang sangat langka dan menyenangkan.

Vano menaruh kembali cangkir tersebut. Tangannya bersedekap di atas meja. Matanya menatap intens gadis cantik dihadapannya. "Qil, ada yang mau gue tanyain. Tapi, lo jawab pertanyaan gue dengan jujur."

Aqilla memandang Vano lamat-lamat. "Apa?"

"Apa bener Arsen nembak lo?"

Aqilla menautkan sebelah alisnya. "Kok lo bisa tahu? Dari mana?"

Sedetik kemudian, Aqilla menyesal telah menanyai Vano dengan pertanyaan bodohnya. Pasti banyak orang yang memberi tahu Vano. Bisa jadi Hendra, Ardan, Gea, teman-teman kenalannya, atau mungkin Arsen sendiri yang memberi tahunya. Tetapi, opsi terakhir sepertinya sangat tidak mungkin mengingat pertemanan keduanya terbilang kurang baik untuk saat ini.

"Jadi, yang gue denger itu beneran?" ujar Vano tak menjawab pertanyaan yang dilontarkan Aqilla.

"I-iya." balas Aqilla kikuk.

Suasana yang tadi begitu nyaman pun kini berubah menjadi canggung.

"Lo terima?"

"Belum."

Vano terkekeh seraya menyisir rambutnya dengan jarinya, memperbaiki poninya yang menutup mata. "Belum berarti akan kan? Jadi sebenarnya lo itu suka sama Arsen, maka dari itu lo gak nerima gue?"

"Sori, Van. Gue gak bermaksud buat mau nolak lo, gue juga gak mau buat lo sedih kayak gini. Sekali lagi gue minta maaf."

Vano tersenyum tetapi Aqilla paham bahwa itu bukan senyum yang memancarkan kebahagiaan. Ia berpura-pura bahagia padahal sedang menutupi hatinya yang terluka karena dirinya. Hal itu membuat Aqilla semakin merasa bersalah.

LOVE YOU MY ICE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang