Saudara

611 78 5
                                    


Dari pagi Hinata belum sekalipun keluar dari kamarnya, gadis itu tidak nampaknya tidak mempunyai niat untuk beranjak dari kasurnya untuk sekedar sarapan saja.

Yang dilakukannya hanya membolak-balikan ponselnya sembari memeluk boneka yang dulu ia dapatkan dari pasar malam bersama Sasuke.

Tok tok tok!

Hinata melirik dengan malas pintu itu, dengan malas ia beranjak untuk membukanya.

"Kak Neji?" gumam Hinata yang melihat Neji dengan santai berjalan memasuki kamarnya dan duduk di sofa.

Pintu kembali ia tutup, tanpa menguncinya. Ia kembali menaiki kasurnya dan diduk dengan selimut menutupi kakinya.

"Lo gak papa?" tanya Neji.

"Hah, Hinata gak papa lah, kak Neji kan lihat sendiri," jawab Hinata terkekeh, ia mengambil bonekanya lagi, dan meletakkannya di pangkuannya.

"Kenapa lo gak keluar kamar? Mama lo dan Hanabi khawatir. Gue juga khawatir makanya gue ke sini," ujar Neji, cowok itu beranjak dan mulai membuka tirai, agar cahaya matahari masuk ke ruangan ini.

"Gak. Hinata cuma lagi mager aja," jawab Hinata kikuk.

"Tadi malam lo pulang jam berapa? Sasuke gak bikin lo tambah nunggu, 'Kan?" tanya Neji yang membuat Hinata bingung ingin menjawab apa. Ia ingin  mengadukannya ke Neji agar Sasuke tahu rasa, tetapi rasanya sulit.

"Hehe, enggak, kok."

Neji berjalan mendekati Hinata, dan duduk di tepi kasur.
"Oh, bagus, deh.

"Kak. Kenapa cowok banyak yang enggak terus terang dengan perasaannya? Kalau cewek sih, banyak dan wajar, tapi cowok?" tanya Hinata yang selama ini ingin ia ketahui.

Senyum tipis terukir dari cowok yang mempunyai warna serupa dengan Hinata itu. "Sasuke, ya?" Alih-alih langsung menjawab, Neji malah bertanya, yang membuat pipi Hinata menampilkan rona merah.

"Ih, Hinata kan bilang banyak cowok, kenapa jadi Sasuke, sih!" Hinata menutup wajahnya dengan boneka itu.

Neji tergelak. "Gue tahu yang lo maksud itu Sasuke, lo masih jomblo karena nunggu dia, 'Kan? Sasuke juga suka sama lo, tapi milih diem," goda Neji.

Hinata memegang kedua pipinya. "Dari mana kak Neji tahu, kalau Sasuke suka sama Hinata?"

"Gue juga cowok, Hin. Dari perlakuan Sasuke, cara natap dan bersikap. Itu sudah cukup membuktikan. Satu kelas mungkin juga tahu kali."

Hinata mengangguk beberapa kali. Gadis itu mendekatkan wajahnya ke Neji sembari memicingkan mata. "Yang Hinata maksud bukan cuma Sasuke loh."

"Iya, lo kan bilang banyak cowok," jawab Neji dengan alis terangkat.

"Salah satunya kak Neji!" ucap Hinata dengan wajah menggoda.

Sontak, Neji langsung memalingkan wajahnya karena malu. "Kenapa gue?"

"Kak Neji juga suka Tenten, tapi cuma diem, kenapa gak langsung ngomong aja,sih? Terus terang, lalu tembak!
Dasar cowok dingin!" ucap Hinata.

"Tenten juga suka sama kak Neji. Sasuke dan kak Neji jahat tahu, gak? Gantungin perasaan cewek terus!" sambung Hinata dengan kesal.

Desahan napas terdengar dari cowok berambut coklat itu, ia merebahkan tubuhnya di kasur empuk Hinata sembari menatap langit-langit kamar. "Lo bener, gue jahat gantungin perasaan seseorang, tapi, Hin. Kita sebagai cowok juga punya alasan untuk itu."

"Alasan?"

"Lebih nyaman, tanpa mempedulikan status. Banyak yang pacaran, terus bertengkar, banyak masalah dan akhirnya putus. Lalu kembali jadi orang asing, dan saling membenci, mungkin singkatnya seperti itu, lo pasti paham."

Apakah itu juga alasan Sasuke?

"Gue takut gak bisa bikin Tenten bahagia, kalau pacaran sama gue."

"Ih, jangan gitu dong, emangnya kak Neji rela kalau Tenten sama cowok lain?" kesal Hinata, dia tidak habis pikir dengan jalan pikiran cowok.

"Gue sangat gak rela," jujur Neji.

Hinata menatap Neji teduh, mereka itu sama-sama suka, kenapa tidak langsung jadian saja? Suka berpikir ribet, tetapi itulah Neji, cowok itu akan selalu memikirkannya matang-matang sebelum melakukan sesuatu.

Brak!

Hanabi mengerjapkan matanya berkali-kali. "Eh, sory gue kira pintunya di kunci," ucapnya dengan cengiran tidak enak.

"Lagi acara sedih-sedihan atau gimana sih? Gue datang disaat yang tidak tepat, ya?" lanjut Hanabi.

"Kalau mau ke sini ya sini lah, jangan bacot!" ucap Hinata dengan nada ketus.

Cengiran kuda kembali terlihat di wajah manis Hanabi, dengan antusias ia mendekat dan ikut duduk di samping Neji.
"Gue cuma tanya, btw kak, kok lo gak keluar untuk sarapan?"

"Mager ajasih, lagian di dalam kamar juga banyak makan tuh," jawab Hinata.

"Cuma makanan ringan, dan gue gak lihat bekas sampah plastiknya, pasti lo belum makan apa-apa," sahut Neji tepat.

"Lo pasti sedih ya? Mau manja-manja di kamar dulu sebelum berangkat kuliah di Jepang?" tanya Hanabi dengan nada sedih, baru saja ia satu sekolah dengan Hinata, tetapi kakaknya itu sudah akan pergi, meninggalkan rumah dan tanah kelahirannya.

Bukan cuma Hinata yang pergi, Neji pun sama. Ini perintah keluarga yang tidak dapat di tolak, mungkin setelah lulus juga Hanabi akan sama.

"Ya, gue pasti akan selalu rindu bacotan lo," jawab Hinata dengan senyum nanar.

"Hanabi juga pasti rindu sama kak Neji." Hanabi memeluk tubuh Neji seperti bocah.

Jadilah mereka bertiga berpelukan.

Pelukan mereka terlepas, lalu tertawa terbahak-bahak. "Hadeh, kek apa gitu."

"Lo pasti belum mandi ya?" tanya Hanabi lagi, melihat Hinata yang masih memakai piyama tidur.

"Tadi gue bangun saat matahari belum muncul, terus mandi karena masih ngantuk jadi gue pakai piyama dan tidur lagi."

Hanabi teringat sesuatu. "Oh iya juga, lo tadi malam pulang larut banget, kenapa rambut lo berantakan? Kak Sasuke juga gak ikut turun. Tadinya gue mau tanya, tapi keknya lo belum bangun."

Mendengar itu, Hinata melebarkan matanya, kenapa Hanabi bisa melihatnya?
Sial, ia menoleh ke arah Neji yang menatapnya tajam.

"Lo juga gak pakai, hels lo. Kaki lo kenapa?" tanya Hanabi lagi.

"Hin."

Susah payah Hinata menelan salivanya. "Tadi malam, gue pulang jalan kaki jadi telat lah. Tapi Sasuke nyusul gue kok."

Neji membuka selimut yang menutupi kaki Hinata. "Lo jalan kaki jauh ini, kaki lo sampai lecet begini, astaga. Hanabi, ambilkan kotak obat!"

Secepat kilat, Hanabi mengambil kotak obat yang sudah tersedia di kamar Hinata dan langsung memberikannya ke Neji.

Neji menerimanya dan mengobati kaki Hinata dengan sangat telaten.
Hinata sendiri, baru terasa sakit saat pagi tadi, karena tadi malam masih emosi, ia tidak merasakannya.

"Udah, gue pergi dulu, ya!" Neji merapikan kembali dan beranjak, tetapi sebelum itu ia sempatkan untuk mengelus rambut kedua sepupunya itu.

"Mau ke mana?" tanya Hanabi, karena Neji tiba-tiba nampak tergesa-gesa.

"Gue mau ke rumah Sasuke, mau denger langsung aja," jawabnya.

"Kak!" panggil Hanabi kepada Hinata yang terlihat tidak panik.

"Udah biarin aja, biar Sasuke juga di marahi sama kak Neji, Xixixi. Lo tenang aja, gak akan ada baku hantam, mereka sama-sama berpikir pakai kepala," jawab Hinata kelewat santai.

.
.
.
.
.
Jangan lupa vote komen dan follow❤

Konoha high School(hinata Hyuuga) SELESAI ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang