31. Status Baru.
"Mau gak jadi pacar gue?"
Pertanyaan yang terlontar dari mulut Jungkook barusan sukses membuat Lisa terdiam kaku beberapa saat. Lisa mengambil satu tangan Jungkook yang berada di bahunya, meremasnya kuat kemudian berbalik dan menatap Jungkook lamat-lamat. Mata cewek itu terlihat sedikit berair, di ikuti senyuman kaku yang kian detiknya semakin mengembang, ia menganggukkan kepalanya sangat cepat.
"Iya! Iya! Iya Jungkook! Iya! Gue mau!"
Lisa menghambur ke pelukan cowok itu, menenggelamkan wajahnya di dada bidang Jungkook sembari menghirup aroma maskulin yang begitu memabukan indra penciumannya. Cewek itu menggigit bibir bawahnya sangat kuat hingga menimbulkan sedikit luka di sana, ia hanya ingin memastikan bahwa ini bukanlah sebuah mimpi semata, mimpi indah ini terlalu sayang untuk hilang saat ia terbangun nanti.
Namun merasakan sakit di bibir bawahnya membuat ia yakin bahwa ini bukanlah mimpi, hal yang ia idamkan kini terjadi, hubungannya dan Jungkook kini sudah di perjelas.
Ia mendongak, melihat wajah tegas Jungkook juga tengah menatapnya sembari mengukir senyuman tipis.
"Kamu gak bohong, 'kan?"
"Nggak, kali ini gue jujur." jawab Jungkook dengan suara beratnya yang begitu tenang di telinga Lisa.
"Sekarang, kamu udah jadi milik aku seutuhnya?" tanya Lisa lagi, masih dengan wajah berbinarnya.
Jungkook terkekeh pelan. "Belum."
"Kenapa? Bukannya sekarang ...," Lisa tak melanjutkan ucapannya lagi, wajah senangnya perlahan berubah dengan raut kebingungan.
"Tunggu sampe gue nikahin lo dulu, setelah itu gue resmi jadi milik lo, dan lo jadi milik gue, seutuhnya."
Lisa terdiam menahan senyum, matanya tak lepas dari wajah Jungkook, entah mengapa suasana mendadak berubah canggung, Lisa menggerak-gerakan kakinya tak nyaman karena gugup.
"Cepet tidur ... pacar." ujar cowok itu seraya menepuk-nepuk puncak kepala Lisa.
Meskipun sudah berusaha untuk tak tersenyum, kedua sudut bibir Lisa tertarik ke atas, ia benar-benar tak bisa untuk tak tersenyum jika Jungkook sudah mengeluarkan kata-kata manisnya.
Lisa membalikan tubuhnya kemudian berlari kegirangan memasuki pekarangan Jennie setelah sebelumnya memeluk erat tubuh jangkung milik Jungkook.
Cewek itu menyempatkan diri untuk berbalik, kembali menengok ke arah Jungkook yang juga tengah memerhatikannya. "Kamu tetep punyaku lho, aku gak mau bagi-bagi sama orang lain!"
***
"Jadi?"
"Ya gitu, gue sama Jungkook udah resmi."
"Bukan itu maksud pertanyaan gue,"
Lisa yang tengah rebahan dengan pandangan menerawang ke langit-langit kamar menoleh ke arah Jennie. "Maksud lo apa emang?"
Jennie menghela nafas cukup panjang, ia mengubah posisinya, menyamping menghadap Lisa. "Mimpi lo gak keganggu, 'kan?"
Satu bantal empuk berwarna merah muda mendarat sempurna tepat di wajah Jennie, membuat cewek itu mendelik kesal kemudian membalas perbuatan Lisa tak kalah kejam. Salahkan saja Jennie yang mengatakan kalau cerita dari Lisa hanyalah sebuah mimpi, atau yang lebih tepatnya hanya sebuah angan-angan saja.
Wajar saja jika Lisa merasa kesal, ia bercerita sesuai fakta yang ada, namun sahabatnya itu tak mau mempercayainya.
"Gue serius Jenn!! Gue sama Jungkook udah resmi! Udah resmi official!" ulang Lisa lagi sangking gemasnya.
Jennie terkikik geli melihat raut kekesalan yang tengah di tunjukan Lisa, cewek itu memukul kepala Lisa menggunakan bantal berkali-kali seraya tertawa puas.
"Mimpi lo! Mimpi! Mimpi! Mimpi!"
Lisa yang berusaha melindungi diri menggunakan tangan kosong mulai menggapai guling yang terletak tak jauh dari posisinya, ia balas memukul Jennie. Setelahnya hanya ada suara tawa renyah yang memenuhi kamar tidur bercat biru muda itu.
"Jenn, udah Jenn, jidat gue beneran sakit ini, akhh ...!"
Jennie menghentikan pergerakannya, ia membuang bantal di tangannya ke sembarang arah, wajahnya berubah khawatir saat melihat Lisa yang tengah meringis sembari memegang jidatnya yang terhalang poni.
Cewek itu mendekat ke arah Lisa, menyibak poni Lisa ke atas dengan kening yang mengerut jelas. Jidat sahabatnya itu nampak lebam, entah apa yang terjadi pada sahabatnya itu sebelumnya, tapi Jennie benar-benar merasa khawatir sekarang.
"Ya ampun Sa! Jidat lo!" pekik Jennie, panik. Ia turun dari tempat tidur kemudian keluar dari kamar, bahkan ia lupa untuk menggunakan sandal kamarnya terlebih dahulu.
Berselang beberapa menit, Jennie kembali dengan satu mangkuk berisikan es batu, tak lupa pula handuk kecil yang tersampir di bahunya. Dengan cekatan, Jennie membungkus es batu tersebut.
"Gak apa-apa Jenn, beneran gak apa-apa, udah di obatin kok."
"Diem!" titah Jennie, tak terbantahkan lagi. Di kompresnya bagian jidat Lisa yang terlihat lebam begitu telaten.
Melihat wajah serius Jennie yang tengah mengurusnya membuat Lisa tersenyum kecil, sahabatnya ini tak pernah berubah sejak kecil dulu, ia benar-benar bersyukur mendapat sahabat seperti Jennie, yang mau setia berada di sisinya selama ini, keluarga sahabatnya itu bahkan memperlakukannya tak jauh beda dengan Jennie.
"Ak-akh!" ringis Lisa, pasalnya Jennie dengan sengaja menekan kuat bagian lebamnya.
"Gak ikhlas banget sih lo!"
Jennie tertawa kecil. "Gak usah liatin gue."
Lisa mengerucutkan bibirnya, ia membuang wajahnya ke arah lain.
"Lo kenapa sih bisa sampe kayak gini?" Lisa terdiam sejenak, berusaha mencari alasan.
"G-gue, kepeleset."
Jennie menghentikan pergerakan tangannya, ia menatap wajah Lisa lamat-lamat, sedang mencari kebohongan di sana. "Jangan bohong Lisa!"
"Gue gak bohong!" kilah Lisa, cepat.
"Gue bilang jangan bohong!" tuntut Jennie penuh penekanan, membuat Lisa menghela nafas pasrah, ia tak akan pernah bisa berhasil membohongi sahabatnya itu.
"Iya, gue bohong. Gue, berantem sama Mama."
Jennie mendengus kesal, satu tangannya yang kosong memukul kuat bantal di sampingnya.
"Sampe kapan sih, Sa?! Sampe kapan lo bertahan di rumah itu? Lo bisa tinggal di sini selama yang lo mau, asal lo jangan tinggal serumah sama Mama lo itu! Gue capek liat lo di siksa mulu!" nada bicara Jennie terdengar meninggi, Lisa hanya mampu menundukan kepalanya takut.
Sedangkan Jennie sendiri sudah tak bisa menahan air matanya, ia memejamkan matanya berusaha meredam rasa sesak yang tiba-tiba saja melanda perasaannya.
"Ngertiin gue Jenn, gue harus nunggu Papa gue pulang buat jemput gue,"
"Kurang ngerti apa lagi sih gue?!"
Lisa kembali menundukan kepalanya, cukup lama menunggu amarah Jennie mereda, cewek bermata sipit di hadapannya ini nampak mengatur nafas sebisa mungkin.
"Terus, kenapa gue telponin gak di angkat sama lo? Chat gue juga gak di bales, kenapa?"
Tubuh Lisa menegang, mengingkat kembali bagaimana dengan teganya Heesun menghancur ponsel pemberian Jennie. Membuat hati cewek itu kembali teriris, ia tak tau harus menjawa apa lagi.
"Hp gue tiba-tiba aja mati."
Jennie mengernyitkan dahinya bingung. "Hp lo tiba-tiba mati? Apa udah gak bisa ke pake lagi?"
"Enggak kok, batrenya abis." jawab Lisa seraya menggelengkan kepalanya cepat.
Jennie ber-Oh ria, cewek itu tersenyum simpul sembari merebahkan tubuhnya ke tempat tidur. "Jangan bohongin gue lagi ya, Sa."
#Bersambung
Adegan uwwunya di tahan dulu🤣
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Struggle [SUDAH DITERBITKAN]
FanfictionMenggenggam tangan seorang Jungkook itu rasanya sangat mustahil. Sifatnya yang begitu dingin terkadang membuat Lisa ingin berkata mundur. Hingga kejutan demi kejutan di dapat oleh Lisa dari Jungkook, Lisa tak pernah menyangka, lelaki bak prasasti hi...