32. Gak Peka.
Lisa mengatur nafasnya terlebih dahulu sebelum benar-benar memasuki pekarangan rumah Papa tirinya. Jujur, Lisa tak ingin lagi masuk ke rumah tersebut, hanya saja rumah tersebutlah tempat tinggal satu-satunya bagi Lisa. Mengingat bagaimana hebatnya pertengkaran di antaranya dan Heesun membuat Lisa semakin takut untuk kembali ke sana.
Jarum jam di arloji kecilnya menunjukan pukul lima pagi, sengaja ia datang sepagi ini agar ia bisa menyempatkan diri untuk bersiap-siap ke sekolah. Cewek itu melangkahkan kakinya menghampiri teras rumah, memejamkan mata sembari mengetuk pintu besar bercat coklat tua di hadapannya ini berkali-kali.
Tak ada sahutan yang terdengar dari dalam sana, Heesun dan Nana pastinya sedang sibuk bergelut dengan bantal masing-masing, sangat mustahil bagi mereka untuk bangun sepagi ini. Mulai memutar otak, Lisa menolehkan kepalanya kesamping kiri dan kanan, hingga pandangannya jatuh pada sebuah pot bunga sedang yang terletak di bawah jendela.
Ia membungkuk, sedikit menggeser pot tersebut, mencari sesuatu di bawah sana. Hingga akhirnya ia menemukan sebuah kunci cadangan, kunci rumah yang selalu ia taruh di sana jika misalnya nanti ada keadaan darurat. Lisa mengembangkan senyumnya, ia dengan cekatan kembali menghampiri pintu kemudian memasukan kunci tersebut.
Pintu terbuka, Lisa mengendap-endap masuk ke dalam sana dan kembali menutup pintu dengan gerakan yang sangat pelan agar tak menimbulkan suara. Ia berbalik, kemudian melanjutkan langkahnya, menaiki anak tangga, menuju kamar tidurnya yang terletak di lantai atas.
Lisa bernafas legah mengetahui Heesun dan Nana yang benar-benar tak terganggu dari tidurnya, ia membuka pintu kamarnya kemudian berlari dan menghempaskan tubuh ke atas tempat tidur, berguling-guling di atas tempat empuk itu untuk menikmati tiap sisinya.
Lisa menutup kembali pintu kamarnya setelah di ributkan dengan urusan berdandan dan berpakaian. Suara dua orang yang tengah berbincang dari arah dapur membuatnya yakin bahwa Heesun dan Nana pastinya sudah bangun. Ia berjalan mengendap-endap, menghampiri pintu utama dengan harapan tak ketahuan oleh Heesun.
Namun harapannya pupus sudah saat mendengar suara seorang wanita yang terdengar begitu sinis di telinganya.
"Oh, masih punya muka buat balik ke sini?"
Lisa menghentikan langkahnya, namun tak kunjung menengok ke arah Heesun.
"Bener-bener gak tau malu banget ya."
Nana yang sedang berdiri di belakang Heesun ikut bersuara. "Ma, dia kok gak minta maaf ya?"
Lisa menarik sudut bibirnya, ia berdecih pelan. "Ck, bukannya yang harus minta maaf itu elo?"
"Ma … Mama dengar sendiri 'kan apa yang dia bilang?" adu Nana sembari mengguncang pelan pergelangan Heesun dengan kaki yang di hentak-hentakan.
"Manja!" cetus Lisa.
"Udah numpang, gak tau diri lagi!" sinis Heesun dengan tangan yang terkepal kuat.
"Aku tau diri kok, buktinya Nana belum di kasih pelajaran sama Aku." ujarnya sekilas kemudian melenggang pergi dari hadapan mereka, telinganya seakan tuli tak mendengar berbagai makian yang keluar dari mulut Heesun. Entah apa yang ia pikirkan saat mengatakan hal berani seperti itu, selama ini ia tak punya cukup keberanian untuk melawan Mamanya, namun kesabaran ada batasnya juga bukan?
***
Mendengus kesal, melihat pemandangan tak sedap di hadapannya, rasanya baru semalam hubungannya di resmikan bersama Jungkook, namun cowok itu sudah terlihat bersama cewek lain.
Melihat keberadaan Bona di dekat Jungkook, cewek yang notabenenya hanyalah sebatas mantan itu benar-benar tak tahu malu mengambil kesempatan mengapit lengan Jungkook. Yang membuatnya bertambah kesal adalah cowok itu sama sekali tak menolak Bona.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Struggle [SUDAH DITERBITKAN]
Fiksi PenggemarMenggenggam tangan seorang Jungkook itu rasanya sangat mustahil. Sifatnya yang begitu dingin terkadang membuat Lisa ingin berkata mundur. Hingga kejutan demi kejutan di dapat oleh Lisa dari Jungkook, Lisa tak pernah menyangka, lelaki bak prasasti hi...