24. Kembali Sekolah
*****
Apakah menjauh darimu itu hal yang baik? Mungkin saja, mencintaimu dalam diam itu lebih baik menurutku.
*****
"Pagi."
Zeline tersentak kaget. Baru saja tangannya membuka pintu sudah di hadapkan pada Arel yang tersenyum lebar. Lelaki itu sudah mengenakan setelan kantornya. Arel memang seumuran Kevin, namun cowok itu katanya harus belajar memegang kendali perusahaan sang ayah.
"Kok udah di sini?" tanya Zeline bingung.
"Nggak suka?"
"Bukan nggak suka Iky, cuma bingung," jelas Zeline membuat Arel mengangguk paham.
"Ayo berangkat, kamu udah telat. 15 menit lagi bel masuk. Dan kamu akan terlambat kalau nggak berangkat sekarang," kata Arel sambil menarik tangan Zeline.
Zeline tak bergerak sama sekali. Gadis itu masih diam di tempatnya. "Tapi kan aku belum makan Iky, nanti gimana kalo aku pingsan? Siapa yang mau gendong, coba?" Baginya kesehatan perutnya lebih penting.
"Aku udah siapin bekal buat kamu nanti makan di mobil, aku nggak nerima penolakan."
Zeline hanya pasrah mengikuti Arel. Hatinya dongkol sekali. Mengapa waktu secepat ini? Kalo begini ia akan selalu bertemu Jazztin di sekolah. Jazztin? Ya cowok itu memang selalu berkeliaran di kepalanya.
Ternyata melupakanmu tidak semudah yang aku bayangkan.
*****
Jazztin membuka helm full face miliknya. Cowok itu menepuk pelan jok belakang motornya. "Kasihan lo blue, nggak ada yang dudukin. Gue janji deh setahun lagi ada yang dudukin lo. Kasihan gue," ujar Jazztin sok sedih.
Cowok itu mengalihkan pandangannya. Tepat saat itu juga matanya melihat Zeline dan pria waktu itu. Sungguh ini masih pagi, sesial inikah paginya?
Menghembuskan napasnya pelan, cowok itu berjalan santai melewati Zeline. Pandangan mereka bertemu namun dengan secepat mungkin Jazztin memutuskan kontak matanya dengan Zeline.
"Hai."
Jazztin mendengkus, mengapa kecebong ini selalu mengikutinya?
"Lepas anjeng, jijik gue," ujar Jazztin sambil menggoyangkan lengannya agar Khanza melepaskan tangannya.
"Gitu amat sih sama gue, coba aja Zeline yang kayak gini pasti lo suka kan?" tanya Khanza dengan nada tidak suka.
Jazztin mengerutkan dahinya. "Kenapa lo jadi bawa-bawa Zeline? Nggak ada hubungannya. Lepas."
Dengan berat hati Khanza melepaskan tangannya. Ia menggeram sebal. "Kenapa sih lo nggak mau buka hati buat gue?!" tanya Khanza spontan. Keras pula. Alhasil semua mata sekarang memandang mereka termasuk Zeline.
"Buka hati? Buat lo? Nggak akan. Nyadar dong lo, lo itu punya Sam. Maruk banget lo jadi cewek. Dan lagi yang ada di hati gue itu cuma satu nama, yang jelas bukan lo!"
Jazztin meninggalkan Khanza sendiri. Gadis itu mengepalkan tangannya. "SILAHKAN KALO LO NGGAK MAU BUKA HATI BUAT GUE! YANG JELAS GUE AKAN KEJAR LO SAMPAI DAPET!"
Jazztin mengangkat jempolnya dan berucap, "Silahkan kalo lo bisa."
Zeline diam mengamati percakapan dua orang itu. Khanza? Menyukai Jazztin? Mengapa ia tidak terima?
*****
"Uban lo banyak banget dah Sam," ujar Ansel sambil menarik rambut berwarna putih itu dari jutaan rambut berwarna hitam di kepala Sam.
KAMU SEDANG MEMBACA
PLIN-PLAN [END]
Teen Fiction📌 Cerita sudah terbit, part tidak lengkap. 📌 Direvisi di word. 📌 Versi Wattpad tidak direvisi. 📌 Masih banyak kata-kata yang tidak sesuai PUEBI atau KBBI. 📌 Alur masih belum tertata rapi. 📌 Beberapa quotes dalam cerita diambil dari berbagai su...