44. Jatuh Cinta, Hujan, dan Sahabat
*****
Apabila yang kamu senangi tidak terjadi maka senangilah apa yang terjadi.
*****
Zeline meneliti setiap inci wajah Jazztin dari samping. Tampan. Hanya itu yang bisa Zeline simpulkan. Tapi tunggu dulu. Tangan Zeline terulur untuk menyentuh pipi dan sudut bibir Jazztin. Lebam. Seperti habis dihajar orang.
Jazztin meringis pelan saat Zeline menekan sudut bibirnya yang lebam. "Awshh, sakit bego malah lo pencet-pencet, lo kira wajah gue squishy apa?"
Zeline memicingkan matanya. "Habis berantem sama siapa?" tanyanya galak.
Jazztin menggelengkan kepalanya. "Enggak, siapa juga yang berantem," jawabnya cepat sambil memalingkan wajahnya membuat Zeline tambah curiga.
"Nggak mungkin. Jawab nggak! Lo habis berantem sama siapa, Jazztin?" tanya Zeline mendesak Jazztin agar mau bercerita padanya.
Jazztin mendengkus. Tangannya masih asyik memainkan luka pada wajahnya. "Enggak, gue nggak berantem," jawabnya. Tapi habis dihajar orang, lanjut Jazztin dalam hati.
Zeline mengerutkan dahinya. Tangannya menangkup wajah Jazztin. Matanya meneliti. "Iya kok. Ini tuh habis dipukulin orang! Ngaku nggak?!"
Jazztin tambah meringis kala Zeline mencubit perutnya. "Lo kenapa sih? Kenapa lo tanya-tanya kek gitu? Lo aja nggak peduli ngapain tanya kayak gitu segala?"
Zeline menatap Jazztin yang kembali memalingkan wajahnya. Sial, kenapa dirinya tidak terima akan perkataan Jazztin? Jelas-jelas dirinya khawatir. Zeline menghembuskan napasnya kasar. "Ya udah terserah lo."
Keduanya sama-sama diam agak merasa canggung atas kejadian tadi. Zeline tidak suka seperti ini. Apalagi didiamkan Jazztin adalah hal paling aneh dalam hidupnya. Matanya sesekali melirik Jazztin yang sedang bermain ponsel.
Khanza Violen.
Nama itu tertera di layar ponsel Jazztin. Zeline mendengkus keras. Cemburu, mungkin?
Jazztin menahan tawanya. Lucu sekali. Padahal dirinya hanya membaca sekilas chat nya bersama Khanza. Tapi, Zeline? Nampaknya gadis itu sama sekali tidak menyukainya. Biarlah, Jazztin ingin melihat Zeline cemberut seperti ini. Dengan bibir bawah yang dimajukan.
Zeline melirik Jazztin lagi. Layar ponsel cowok itu masih menampilkan room chat Jazztin bersama Khanza.
Mangkanya kalo cemburu itu bilang jangan cuma diem aja. Udah tau suka tapi masih aja bilang kalo nggak suka. Bilangnya suka sama orang lain, dasar cewek sukanya nggak gengsi teros. Gini nih kalo otaknya cuma secuil.
Zeline membulatkan matanya. Tulisan yang terpampang di ponsel Jazztin itu membuat Zeline kesal setengah mampus. Jadi, nyindir nih?
"Lo nyindir gue ya?!" pekik Zeline tepat di telinga Jazztin.
Jazztin menggeleng. "Nggak. Lo aja kali yang tersinggung," ucap Jazztin dengan menekankan kata 'tersinggung'.
"Nggak mungkin! Lo pasti nyindir gue! Cowok kok mainnya NYINDIR!"
Jazztin terkekeh. "Nyadar mbak! Lo tuh udah tau cemburu masih aja diem-diem. Lo tau kan artinya cemburu itu apa? Artinya itu sayang, cinta atau peduli. Dan lo? Lo itu cuma belum nyadar. Lo selalu menutupinya dengan kalimat, 'gue masih sayang Keano, hati gue berkata kalo gue masih ingin ngejar Keano'. Itu kesalahan pertama lo. Kesalahan kedua lo, apa? Ya itu lo terlalu egois. Lo terlalu mengesampingkan perasaan lo walau lo tau ini lebih dari sekedar teman. Paham?"
KAMU SEDANG MEMBACA
PLIN-PLAN [END]
Teen Fiction📌 Cerita sudah terbit, part tidak lengkap. 📌 Direvisi di word. 📌 Versi Wattpad tidak direvisi. 📌 Masih banyak kata-kata yang tidak sesuai PUEBI atau KBBI. 📌 Alur masih belum tertata rapi. 📌 Beberapa quotes dalam cerita diambil dari berbagai su...