Masih banyak yang belum sempat aku katakan padamu.
—Kunto Aji—
★★★
Seorang pria terduduk di sebuah ruangan gelap minim pencahayaan. Bahunya bergetar menandakan pria itu sedang menahan isakannya untuk tidak keluar, berusaha untuk tegar menghadapi masalahnya sekarang.
Tapi ternyata ia begitu rapuh saat ini, semua orang sudah tidak percaya padanya. Keluarganya sudah membencinya, mereka marah besar terhadap laki-laki itu atas kesalahan yang bahkan tidak ada sangkut pautnya dengan dirinya.
Bukan hanya Sang Gadis saja yang hancur sekarang, bukan hanya Sang Gadis saja yang sakit sekarang! Semua orang melupakan keberadaannya, ia juga hancur! Ia juga sakit! Faktanya ia sedang tidak baik-baik saja sekarang. Bahunya merosot menahan cairan bening yang sebentar lagi akan keluar dari mata elangnya.
Dijebak lagi?
Ia masih sangat mengingat ucapan Sang Gadis di telpon tadi. Ya! Ia memang dijebak! Semuanya bukan kesalahannya! Semuanya bukan kemauannya! Ia bahkan tidak tahu alasannya dijebak sampai seperti itu.
Ia memang telah lama bermusuhan dengan Vernand, tapi kalau akhir yang ia dapat seperti ini, rasanya ini bukan permusuhan biasa. Bisa saja Vernand mempunyai dendam lain terhadapnya? Tapi apa? Ia sama sekali tidak bisa menjelaskan keadaan sekarang ini.
Ia sedari tadi hanya duduk dan melamun sendirian disini. Ya, sendiri! Tak ada siapapun di sampingnya sekarang ini, bahkan sahabatnya pun sedari tadi belum memunculkan batang hidungnya. Entah apa yang sedang laki-laki itu buat sekarang.
Laki-laki itu —Alastha Crawford— memandang lurus ke depan. Pandangannya kosong, tidak ada yang bisa menjelaskan isi pikirannya sekarang ini.
Alastha bangkit dari duduknya dengan tertatih. Baju berlumuran darahnya masih melekat di tubuhnya, itu semua semakin membuat orang percaya bahwa dialah yang bersalah dalam kasus ini. Dia dijebak bukan?
Alastha membenturkan kepalanya ke tembok dingin itu. Ia terkekeh, ia sendiri di sini. Tak ada yang bisa melihat aksi gilanya bukan? Tidak ada yang melihat kehancurannya sekarang.
"Aku tidak salah Amata!" bisik Alastha. Laki-laki itu bergumam pelan seakan ada sosok yang dicintainya di sini. Mencoba menjelaskan bahwa ia tidak bersalah, ia sungguh-sungguh dijebak.
Darah segar bercucuran dari kening Leader Allons itu. Ia terlalu keras membenturkan kepalanya. Bukannya merintih kesakitan, Alastha malah terkekeh. Laki-laki itu seakan menikmati aksi yang sedang ia lakukan sekarang.
"Kau pikir dengan kau seperti ini, bisa menyelesaikan semuanya?" Alastha terkekeh ketika mendengar suara orang di belakangnya. Akhirnya dia datang juga.
"Kau terlambat!" ucap Alastha sembari kembali duduk di tempat semula. Menatap lirih seorang laki-laki yang berdiri tegap di depannya.
Evan terkekeh lalu mengangkat sebelah alisnya. "Vernand?"
Alastha mengangguk pelan sebagai jawaban.
"Dia sudah kabur! Dia sudah pergi dari Amerika." Alastha terkekeh dengan ucapan Evan barusan.
"Aku hancur!"
"Tidak! Mungkin masih belum. Kalau kau hanya seperti ini saja, sebentar lagi kupastikan kau akan hancur!" ucap Evan.
Alastha menghembuskan napasnya. "Orang tua dan kakakku sudah tidak percaya lagi padaku, lalu untuk apa aku harus bertahan?" teriak Alastha.
Evan berdecak sebal dan mengangkat kerah baju Alastha. Laki-laki itu memberikan satu bogeman mentah pada wajah kharismatik milik Alastha.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALASTHA
Teen Fiction"Aku sudah kalah, aku ... mulai mencintainya." Karena melupakan seseorang yang hampir tergenggam itu tak semudah membalikkan telapak tangan. -Alastha Crawford- Berawal. Di atas bumi, bersama Tuhan Sang Penentu Takdir. Berakhir. 7 November 2020, di...