Aku bingung, entah harus sedih atau senang saat melihatmu bahagia tanpaku
***
[Apa?! Gue ada di tempat lo? Berantem? Lo yang bener aja, Amata!]
Angkasa menganga tak percaya dengan apa yang baru saja dijelaskan oleh sahabat perempuannya, Amata. Bagaimana mungkin Amata melihat Angkasa berada di tempat Amata kemarin sore sedangkan sudah jelas-jelas Angkasa sekarang berada di Indonesia.
Bahkan menurut penuturan Amata, Amata melihat Angkasa sedang bertarung dan memegang pisau. Apa tidak salah? Menendang orang saja Angkasa tidak pernah, bagaimana mau bertarung! Apa Amata bermasalah dengan penglihatannya?
Amata sekarang sedang berjalan kaki di sepanjang jalanan kota, Amata berjalan dengan headset yang setia menutup kedua lubang telinganya yang terhubung dengan Angkasa. Tujuannya di hari minggu yang sibuk ini adalah menuju pameran seni yang terletak di Pusat Kota.
"Ih beneran Angkasa! Yang gue lihat itu benar-benar lo! Rambutnya lo kemarin itu pirang. Gak mungkin gue salah lihat," ucap Amata.
[Heh Mata Kaki! Lo bisa lihat kan sekarang rambut gue warnanya hitam, bukan pirang! Lagian laki-laki itu juga bukan gue, Amata!] kesal Angkasa.
"Iya gue tahu, laki-laki itu bukan elo! Gue juga punya akal kali, lo aja sekarang ada di Indo masa ada di sini. Bertarung lagi, lo kan laki-laki bertulang lunak," ejek Amata.
[Makasih atas bertulang lunaknya ya Buk. Yaudah kalau gak ada yang mau dibicarakan lagi, gue tutup nih ya, gue mau nyuci soalnya,] ucap Angkasa dari arah sebrang.
"Silahkan Pangeran Angkasa Laksmana," balas Amata.
Setelah Angkasa memutuskan sambungan panggilan, Amata pun mencopot headset di telinganya dan menyimpannya di sling bag.
"TOLONG!"
Teriakan seseorang tadi berhasil membuat Amata menoleh ke sumber suara. Arah suara itu dari tempat antara gedung dan cafe.
Amata segera berjalan kearah sumber suara. Amata dibuat benar-benar terkejut ketika melihat seorang perempuan yang sedang saling tarik menarik tas oleh seorang pria berbadan kurus dan berkepala plontos. Itu—perampok! Berani juga pelaku tindak kriminal melakukan aksinya di pagi hari, di tempat umum lagi.
Amata segera berlari kearah perempuan itu dengan maksud menolongnya. Amata sedikit bisa bela diri, mungkin ia bisa melawan perampok berbadan kerempeng ini dengan sekali tendang.
"Help me," lirih perempuan itu ketika Amata sudah berada dekat dengan posisinya.
Oh, Amata kenal dengan perempuan itu. Elissa Crawford, anak dari salah satu pejabat di negara ini, Antonio Crawford. Otomatis, Elissa adalah kakak dari Alastha.
Tak perlu menunggu lama, Amata segera menendang pantat perampok itu dan memukul kepala plontosnya. Pria itu tak tinggal diam, ia segera mendorong Amata hingga Amata jatuh ke tanah. Tak menyerah, Amata kembali bangkit dan menendang selangkangan pria itu hingga ia meraung kesakitan.
Amata tertawa lalu mengambil tas yang masih dipegang oleh pria itu. Belum sempat Amata meraih tas itu, tapi pria itu segera mendorong Amata hingga Amata lagi-lagi terjatuh ke tanah. Tak menyiakan kesempatan, perampok itupun segera kabur dengan membawa tas milik Elissa.
"Hei, kurus! Jangan kabur!" teriak Amata dengan kesalnya.
Amata berniat mengejar perampok itu, tapi segera ditahan oleh Elissa.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALASTHA
أدب المراهقين"Aku sudah kalah, aku ... mulai mencintainya." Karena melupakan seseorang yang hampir tergenggam itu tak semudah membalikkan telapak tangan. -Alastha Crawford- Berawal. Di atas bumi, bersama Tuhan Sang Penentu Takdir. Berakhir. 7 November 2020, di...