Alastha- 39

2.2K 118 4
                                    

Smiling doesn't mean being happy, it's a way to cover deep wounds

★★★

Seorang laki-laki berjalan ke arah gadis yang sedari tadi duduk di sebuah pondok kecil yang menghadap langsung ke laut. Sinar bulan membuat air laut di pantai ini bersinar indah.

Sayangnya, hanya ada bulan, tidak ada bintang yang biasanya selalu menghiasi malam-malam sebelumnya. Suasananya pun tak sehangat malam-malam sebelumnya, malam ini terasa dingin.

"Amata." Gadis itu membalikkan tubuhnya ketika mendengar namanya dipanggil. Terdapat laki-laki yang sedari ia tunggu keberadaannya berdiri tak jauh dari tempatnya.

Amata berjalan ke arah laki-laki yang telah bersamanya selama lima tahun itu.

"Kenapa lo ngajak gue ketemuan malam ini?" tanya Amata to the point. Dia sedang bermalas-malasan di rumah dan mendadak saja laki-laki ini mengiriminya pesan meminta ketemuan malam ini.

Bumi menghela napasnya. Ia berjalan ke arah bibir pantai, laki-laki itu menatap lurus ke arah laut lepas yang berada tepat di depannya. Ternyata di saat malam, suasananya lebih menenangkan.

"Lo masih cinta sama Alastha?" Amata terdiam dengan ucapan Bumi barusan.

Bumi yang tidak mendengar apapun keluar dari bibir Amata pun tersenyum miris. Laki-laki itu menoleh ke arah Amata yang berada tak jauh di belakangnya.

"Kalo lo masih cinta sama dia, kenapa lo menyerah? Harusnya lo perjuangin cinta lo karena dia juga cinta sama lo."

Amata menghembuskan napasnya dan menatap hamparan laut di depan matanya. "Maunya sih gitu, tapi gue udah terlalu banyak kecewa sama dia, gue gak mau kecewa lagi."

"Gue rasa dia udah berubah."

Amata menoleh ke arah Bumi. "Kenapa lo tiba-tiba ngomongin ini sih?"

Bumi menghembuskan napasnya dan kembali melihat ke arah laut di depannya. Suara arus air yang tenang begitu menenangkannya. "Lagi pengen aja."

Amata menatap tajam kepada Bumi. "Gue serius Angkasa!"

Bumi tersenyum miris ketika Amata memanggilnya Angkasa, entah kenapa kali ini hatinya terasa sakit ketika Amata memanggilnya dengan nama itu.

"Gue bukan Angkasa!" Amata terdiam ketika Bumi mengucapkan itu. Apa yang salah dengan laki-laki di depannya kali ini? Bukankah ia tidak masalah jika dipanggil dengan nama Angkasa?

"Lo selama ini selalu manggil gue Angkasa. Gue tahu selama ini lo cuma nganggep gue sebagai Angkasa, lo gak pernah nganggep gue sebagai Bumi." Bumi terkekeh miris.

Laki-laki itu berbalik dan menatap ke arah Amata. "Gue Bumi Amata! Meskipun kembar, gue sama Angkasa itu berbeda! Gue bukan Angkasa yang bisa menganggap lo sebagai adiknya sendiri, gue bukan Angkasa yang bisa bertingkah konyol."

"Bumi ya Bumi! Gue Bumi Anderlecht, bukan Angkasa Laksamana! Keluarga gue sama Angkasa juga beda! Gue orang asing meskipun gue lahir di sini."

"Demi lo, gue rela belajar bahasa Indonesia, gue rela ninggalin keluarga gue untuk tinggal di sini, gue rela hilangin kepribadian bandel gue dan bersikap konyol layaknya Angkasa! Gue rela lakuin semua itu demi lo!"

ALASTHATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang