Suara derap langkah kaki menjadi teman untuk Yeri saat ini. Dirinya yang masih setia berjalan menyusuri lorong-lorong menuju rumahnya disaat hari yang hampir gelap. Beberapa pekan ini musim dingin datang secara tiba-tiba, sukses membuat waktu akan larut begitu cepat dari biasanya.
Mengingat beberapa pesan dari Dr.Ji membuat Yeri harus memikirkannya sepanjang waktu selama perjalanan pulang dari tempatnya bekerja. Kepala dan kakinya terasa letih, begitu juga dengan dirinya yang sudah lelah karena seharian penuh bekerja.
Di depan sana adalah rumahnya. Bukan, rumah nenek lebih tepatnya. Karena Yeri hanya menumpang disana bersama dengan adiknya. Apalah yang bisa Yeri andalkan untuk angannya yang ingin membeli rumah sendiri. Maaf Yer, uang mu masih belum cukup untuk itu, biaya sekolah adikmu lebih penting.
Bertanya dimanakah ayah dan ibu Yeri, jawabannya tidak tahu-Yeri dan adiknya tidak tahu siapakah ibu dan ayah mereka, keduanya hanya hidup terlantar bersama sang nenek yang sudah tua renta itu, juga mereka tidak tahu bagaimana awal mereka dapat bertemu dengan wanita tua itu, nenek renta yang baik hati dan bersedia memberikan tumpangan rumah kepada mereka berdua.
Tok.. tok..
Yeri mengetuk pintu rumah sembari meniup tangannya yang mulai terasa dingin akibat suhu yang semakin menurun dan hari terus bertambah gelap.
"Hana-ya?!"
Yeri mencoba memanggili adiknya itu namun tidak ada jawaban juga. Dengan perasaan gelisah dirinya bergegas mengeluarkan ponsel dari sakunya dan segera menghubungi Hana, adiknya itu.
Dua kali Yeri menghubungi adiknya dan tidak ada respon, hingga saat telepon diangkat-Yeri sangat terkejut bukan main saat mengetahui nenek nya yang sudah dibawa ke rumah sakit. Yeri yang kedinginan segera bergegas kesana dengan menggunakan sepeda milik Hana yang diletakkan di dekat gudang belakang rumahnya. Meskipun jalanan dipenuhi oleh salju, meskipun suhu semakin menurun drastis-tetapi Yeri bersikeras untuk tetap berusaha menjumpai nenek dan adiknya itu.
Sementara disisi lain seorang pria sedang menatap kearah luar jendela yang sudah dipenuhi oleh embun akibat salju yang berjatuhan diluar sana. Namja ini ingin sekali turun dari kasurnya yang kini sudah terikat oleh tangan dan kakinya itu disana-dirinya hanya mampu menatap salju itu dari kejauhan dibalik celah jendela.
Mengingat bahwa beberapa pekan yang lalu adalah pesta pertunangannya dengan sang kekasih tercinta. Namun semua habis dan hancur dengan cepat-begitu saja sebab sebuah kecelakaan parah yang ditimbulkan oleh pria itu sendiri saat mengendarai mobil bersama sang kekasih. Dan kisah itu harus berakhir disana dengan mengenaskan-dirinya yang harus ditinggalkan oleh orang tercinta dengan cara yang tidak bahagia. Pria ini pun frustasi dan harus dirawat di dalam ruangan ini. Selamat tinggal.
Untuk pertama kalinya Jungkook menangis setelah sekian lama isi kepalanya dipenuhi oleh kemarahan dan kegilaan yang membuatnya menjadi jauh seperti layaknya orang yang benar-benar mengalami sakit jiwa.
Lusuh sekali-namun sebab menangis dirinya menjadi semakin membaik-setidaknya menangis dapat mengurangi rasa frustasi dan kesedihannya yang ia derita dan rasakan saat ini. Setidaknya malam ini ia akan jauh merasa lebih tenang dari biasanya.
Dan diwaktu yang bersamaan, Yeri telah sampai di rumah sakit tersebut. Bergegas meletakkan sepedanya sembarang dan berlari masuk kedalam rumah sakit dengan tergesa-gesa. Menanyakan kepada seorang suster yang berjaga disana akan kamar milik neneknya itu.
Yeri menaiki tangga menuju lantai yang ditujukan. Yeri benar-benar tergesa-gesa sekali. Semua orang memandanginya dengan tatapan aneh-gadis ini berlalu begitu cepat.
'Kamar 448'
Yeri sampai, disana ada seorang dokter yang baru saja keluar dari kamar itu sementara adiknya Hana yang masih terduduk di kursi tunggu seberang ruangan.
Yeri segera memanggili dan bertanya pada dokter itu.
"Dok, ada apa dengan nenek saya?"
Yeri gelagapan sementara dokter itu malah bukan menjawabnya-dokter itu berlalu begitu saja dan pergi diikuti oleh para suster dibelakangnya.
Yeri memberikan tatapan heran dan tak mengerti dengan situasi ini-sementara adiknya yang masih menangis sembari menundukkan kepalanya dengan kedua tangannya.
Yeri menjatuhkan pandangannya pada sang adik yang kini menatapnya lamat. Seolah bertanya 'ada apa?' padanya.
"Hana-ya! Ada apa ini, bagaimana nenek didalam sana- dan mengapa dokter itu mendiami ku?"
Rentetan pertanyaan Yeri lontarkan pada sang adik dengan terburu-buru. Dirinya berbicara dengan nafasnya yang memburu.
"Nenek terserang kanker otak, dan kita perlu uang ratusan juta untuk biaya operasi nenek."
Ucap Hana lamat sementara Yeri diam membeku tak percaya. Bagaimana bisa semua ini terjadi-darimana uang sebesar itu akan Yeri dapatkan untuk membiayai neneknya yang tengah sakit keras itu.
Hana beranjak dari tempatnya-menjauh pergi meninggalkan Yeri disana yang masih berdiri mematung memandangi punggung adiknya yang ia biarkan berlalu begitu saja.
"Aku akan mencari pekerjaan paruh-kumohon kau jangan melarangnya."
Ucap Hana berjalan dengan perlahan meninggalkan Yeri yang hanya mampu menghela nafasnya dalam dan mendudukkan dirinya di atas kursi tunggu itu.
"Maafkan kami nek-"
***
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
PREDESTINATED
FanfikceSudah menjadi takdir Yeri saat bekerja di rumah sakit itu. Namun, ini bukanlah perkara mudah. Seorang suster di sebuah rumah sakit yang harus jatuh cinta kepada pasien nya. Tetapi, ini hanya settingan. Hingga Yeri mengaku bahwa benar-benar mencintai...