Cry With Me

435 77 2
                                    

"Yeri, kumohon jangan tinggalkan aku.." suara mengigau Jungkook menjadi saksi bisu keheningan ruangan yang hanya tersisa dirinya dan alat-alat rumah sakit.

Tadi ibu dan ayah Jungkook datang saat Jungkook kritis. Dan kini mereka sudah terlelap barangkali di luar ruangan, sebab rumah sakit tak mengijinkan menginap dengan pasien. Kecuali suster dan pihak terkait.

Entah mengapa Jungkook tiba-tiba pingsan saat jam istirahat Yeri yang setia menemani pria itu memainkan ponselnya gratis.

Setelah diperiksa oleh dokter, ternyata Jungkook terserang stroke ringan di bagian saraf punggung tulang belakang. Oleh karena itu, tubuhnya menjadi tak kontrol dan terkadang sering pingsan tiba-tiba.

Semuanya semakin serius sebab pria itu yang kurang jam tidurnya. Habisnya Yeri meminjamkan ponselnya pada Jungkook. Habislah sudah untuk nge-game.

Yeri harus menepati akan sip kerja 24 jam ini dengan teramat murah hati dan percaya diri. Sebab, jangan bohong jika dirinya yang juga telah teramat nyaman saat berada di dekat pria ini.

"Yeri, jangan pergi, hajima..." Suara parau itu terulang lagi dan Yeri hanya mampu mengulas senyum lalu beranjak membenahi selang infusnya sebagai penenang. Dokter telah menyuntikkan obat penenang di selang infusnya.

"Andai kau tahu Jungkook. Aku terlanjur mencintaimu. Cepat sembuh ya." Tukas Yeri sendirian, hanya dirinya yang barangkali mendengar berserta udara malam yang tak menentu-nentu, berlawanan dengan suhu AC yang dingin.

Yeri tak ingin lagi membohongi diri dan perasaannya. Ia memang sudah benar-benar jatuh di dalam hati sang pria. Boleh, kan Yeri mencintai Jungkook sebentar saja?

Lagi pula, Jungkook tak akan pernah tahu akan perasaannya ini.

***


"Nak, kau tinggal bersama siapa? Uhm?" Ibu Jungkook bertanya pada Yeri dengan nada yang lembut.

Yeri tersenyum tulus disana.

"Aku tinggal bersama adik dan nenekku, Nyonya." Kata Yeri masih dengan senyumnya.

Nyonya Jeon memberikan anggukan kepala pada Yeri, suster dari putranya.

"Kau cantik." Puji Nyonya Jeon lagi yang membuat Yeri tersipu malu disana.

Kini mereka berdua ada di kursi tunggu di sebelah ruangan Jungkook sementara ayahnya Jungkook atau suaminya Nyonya Jeon sedang tidur di dekat ranjang Jungkook.

"Terimakasih Nyonya. Anda juga cantik." Puji Yeri balik kali ini perempuan itu menatap intens, Yeri ditatap intens oleh Nyonya Jeon.

"Terimakasih ya sudah mau merawat anakku." Kosa kata itu kesannya seperti ambigu, bermakna lebih dari satu. Atau bisa kita simpulkan saat kau berkunjung ke rumah ibu mertuamu atau ibu dari suamimu ia pasti mengatakan hal yang sama seperti diatas.

Yeri kikuk disana. Duduknya jadi tak menentu. Ditatap oleh Nyonya Jeon ibarat ditatap seorang artis papan atas. Nyonya Jeon memang cantik, dan Yeri yakin ketampanan Jeon Jungkook hadir dari ibu dan ayahnya yang sama-sama serasi.

"Tidak perlu berterimakasih begitu Nyonya. Ini memang tugas kami sebagai suster." Kata Yeri mendominasi memainkan sepatunya supaya tidak terlihat gugup.

"Ah, aku boleh menyentuh rambut mu lagi?" Tanya Nyonya Jeon dengan nada canda. Dia tadi refleks mengelusi rambut indah Yeri saat bersalaman.

"A-ah ne. Tentu Nyonya, haha aku tahu rambutku memang berantakan." Oceh Yeri merendah sementara Nyonya Jeon menggeleng tak setuju sembari terus mengangumi rambut Yeri dengan senyuman yang terpatri.

"Rambut mu bagus kok, mengingatkan ku pada putriku yang menghilang." Kata Nyonya Jeon dan sontak membuat atensi Yeri menghadap kearah wanita itu sepenuhnya. Dia baru saja bercerita kan.

Yeri mengubah duduknya. Kali ini lebih dekat dengan perempuan paruh baya itu, sepertinya Yeri bisa menduga kalau wanita ini penyabar dan pekerja keras, tapi ibu yang satu ini sangatlah sulit untuk mengkoordinasi emosi. Yeri melihat itu.

"Yeri, kau mau mendengarkan cerita ku?" Tanya Nyonya Jeon dan Yeri langsung mengangguk mau.

"Aku sebenarnya memiliki seorang putri, dan dia adiknya Jungkook." Ucap wanita itu dengan rautnya yang risau, bibirnya bergetar, setetes air mata bening jatuh membasahi pipi tirusnya.

"Tapi, dia sudah pergi melarikan diri dari rumah kami." Katanya dan Yeri skeptis terenyuh akan mendengarkan kalimat dari wanita paruh itu.

"Kami sudah mencari-carinya kemana saja. Bahkan aku sudah menghabiskan tabungan ku hanya untuk mengunjungi Eropa agar mendapatkan informasi apakah putriku ada disana atau tidak, namun semua itu hanya sia-sia. Jeon Hein tidak kembali juga. Aku sangat terpukul atas kepergian putriku. Hiks.."

Yeri menjadi tak tega saat menyaksikan wanita paruh baya itu menangis. Bagi Yeri ibu Jungkook sama seperti ibu kandungnya. Meskipun ini baru kedua kalinya pertemuan, tapi Yeri yakin kalau keluarga Jungkook berasal dari keluarga yang baik-baik.

Yeri melihat seluruh rasa kehilangan disana. Membayangkan betapa sedihnya Nyonya yang satu ini. Putranya terserang penyakit serius dan putrinya yang menghilang dari kabar. Bagaimana cara Yeri untuk tidak meneteskan air mata.

Gadis Kim memeluk Nyonya Jeon dengan air matanya. Linangan air mata itu terus tak terbendung, rasanya Nyonya Jeon tidak ingin dilepaskan pelukannya dari seorang Kim Yeri.

"Hiks.. terimakasih sudah bersedia mendengarkan cerita ku." Katanya masih dalam isakan. Dari tadi Yeri hanya mampu mengangguk sembari menatap perempuan itu dengan tatapan damai.

"Tenanglah Nyonya. Aku sudah menganggap mu sama seperti ibuku." Ucap Yeri mendominasi. Dirinya memegang erat jemari Nyonya Jeon yang meremas tangannya gemetar.

"Tapi, kalau aku boleh tahu. Mengapa putrimu melarikan diri dari rumah?" Tanya Yeri sedikit berbisik. Ia takut menyakiti perasaan Nyonya Jeon. Yeri takut menyinggung perasaannya disana.

Nyonya Jeon mengambil sapu tangannya dari dalam kantong baju yang ia kenakan. Mengelap air matanya yang terus mengalir deras.

"Hanya permasalahan kecil nak Yeri. Ia cemburu pada Jungkook karna Jungkook lebih di prioritaskan. Karna Jungkook lebih disanjung oleh keluarga dan banyak mendapatkan penghargaan." Yeri sedikit mengerti tentang permasalahan rumit yang ada di rumah tangga Nyonya yang satu ini.

"Tapi benarkah?"

"Tentu tidak sayang. Hein hanya masih terlalu muda untuk menyikapi kesalahpahaman ini. Saat itu adalah acara pertunangan Jungkook, aku dan suamiku tentu sangat sibuk dengan acara itu. Kau tahu kan bagaimana jiwa anak sekolahan. Terlebih, Hein memang sedikit berbeda dengan Jungkook. Ia lebih badung dan sulit untuk ditebak. Makanya saat berkumpul keluarga Jeon, banyak anggota tidak berpihak padanya." Kata Nyonya itu panjang lebar.

Yeri langsung menganggukkan kepalanya berulang kali. Ia tahu persis dan benar-benar mengerti akan situasi yang terjadi pada putri Nyonya Jeon. Ia mengerti tentang Hein dan memiliki alasan mengapa gadis tanggung itu kabur dari rumah.

"Aku mengerti apa yang dipikirkan Hein, Nyonya." Kata Yerim dan Nyonya Jeon langsung terkesiap mendengarkan.

"Sebab aku juga memiliki a-

"Nyonya!"

Seseorang dengan kemeja putih datang menghampiri Yeri dan Nyonya Jeon yang sedang mendudukkan diri.

"Dr. Lee?" Tukas Yeri antuasias. Berdiri dari duduknya disusul oleh Nyonya Jeon.

"Kim Yeri, sebentar." Yeri dipanggil Jieun. Perempuan bergelar dokter itu tersenyum manis kepada Nyonya Jeon.

"Kau kenapa tidak bilang kalau nenek mu belum siuman huh?" Jieun berupaya untuk menasihati Yeri dengan nada yang ditekan.

"Sekarang ayo cepat kembali ke rumah sakit nenekmu! Ayo!" Ucap Jieun yang langsung dibalas anggukan oleh Yeri dan gadis itupun melangkahkan kakinya cepat-cepat.

Sementara dibalik situasi itu, Nyonya Jeon menguping pembicaraan antara Yeri dan Dr.Lee. Setidaknya Nyonya Jeon menjadi tahu kalau Kim Yeri mempunyai nenek yang harus dirawat di rumah sakit.



-P R E D E S T I N A T E D-


PREDESTINATED Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang