Na hollo Beotigo isseo

202 40 11
                                    

Mati rasa, itulah yang Yeri rasakan.

Sekujur tubuhnya kebas dan menegang seolah peredaran darahnya tak lagi bekerja. Tubuhnya lemas, matanya memerah sebab menahan air mata begitu pula saat maniknya tak sengaja melihat pemandangan di depan sana.

Yeri berusaha menahan dirinya supaya tidak menangis, supaya tidak terlihat payah, supaya tidak terlihat kecewa dengan pemandangan di depannya. Pemandangan yang benar-benar membuat kondisi hatinya remuk tak beraturan membuat diri itu mati kutu tak tahu harus berbuat apa.

"Begitu rupanya," katanya serak berusaha tak mengaminkan air mata yang nyatanya sudah lebih dulu menetes dari pelupuk.

Seperti orang yang sedang terserang stroke dan seperti ia yang baru saja tertimpa pohon yang amat besar menimpa di bagian dadanya, nyeri dan sakit, ada perasaan yang mengganjal yang tak mampu Yeri jelaskan.

Ada rasa sakit yang tak terlihat lukanya.

Yeri berusaha merangkai senyuman di sudut bibir, melihat betapa bahagianya dua orang disana yang tengah berbincang-bincang akrab seolah sudah berkenalan lama sekali bahkan sebelum Yeri.

"Ternyata-" ucapnya tercekat

"Kau sudah benar-benar sembuh Jeon Jungkook-ah," sambung Yeri lirih sambil memejamkan matanya yang membuat air matanya ikut menetes membasahi pipi.

Sungguh Yeri benar-benar tak kuasa untuk terus-menerus kuat memandangnya, hati Yerim sakit, seperti ditusuk-tusuk, seperti ada ribuan jarum yang menempel di ulu hatinya.

Sepertinya ini adalah akhir.

Akhir untuk dirinya melihat pria itu, bahkan untuk bertemu pun rasanya sangat sulit sekali saat ini Yeri sudah tak kuat untuk mengucapkan kalimat perpisahan padanya, ia tidak ingin momen itu terjadi lebih baik berpisah dengan cara memandang dari kejauhan seperti ini saja, ini terasa sedikit lebih baik.

Di bandingkan jika Yeri harus menumpahkan rasa tak terimanya langsung di hadapan pria itu, Yeri masih belum mau mengakui bahwa ia memang telah jatuh padanya tapi apakah begitu juga dengan pria itu? Apakah pria itu juga merasakan debaran yang sama? Sepertinya tidak.

Bahkan Yeri tak lagi diingat, Jungkook tampak tak mencari-cari keberadaan pun tak menunggunya, tak juga menanyakannya. Sungguh sulit mempercayai tentang kenyataan ini.

"Tak seharusnya juga aku cemburu." ucapnya sembari menyamarkan senyumnya.

Senyum yang sangat-sangat berkesan, senyuman yang menyimpan ribuan rasa luka, rasa cemburu, rasa cinta yang mendamba Yeri yakin itu semua hadir sebab gadis itu yang sudah terpikat pada pesona pria itu sayangnya pria itu tidak tahu.

Gadis itupun berbalik, memilih untuk tidak menontoni kejadian paling menyakitkan itu.

Yerim berusaha untuk menepis segalanya, menganggap bahwa kejadian di depannya adalah angin semata, melupakan fakta tentang Jeon Jungkook yang kini sudah jauh lebih baik kondisinya dibandingkan saat dahulu masih bersamanya.

"Aku pergi Jungkook, jaga dirimu, selamat tinggal Jeongguk." Ucapnya memanggil pria dengan nama panggilan khas mereka berdua saat pernah singgah ke taman belakang rumah sakit.

***

Yeri berjalan kearah sebuah lorong rumah sakit, ia tahu kemana tempat tujuan saat ini. Demi mencari tahu tentang keadilan dan tuntutan mengenai kontrak kerjanya. Ruang Lee Jieun. Itulah tempat tujuan dimana Yeri nanti akan berbicara kasar dengan wanita itu.

"Kau tidak boleh seperti itu, Yeri-ssi."

Sambil mendudukkan diri mengingat beberapa menit yang lalu adegan Jeon Jungkook yang tengah bercengkrama mesra bersama gadis lain tak ayal suster barunya, hey memangnya apa yang spesial antara dirimu dan Jungkook, yer.

PREDESTINATED Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang