•••
If I Could Why Not ?
•••Saat ambisi menempati tempat pertama dalam hidup.
Maka ia akan lupa bahagianya
kala semua belum
berubah. Karena di hidupnya
hanya ada tujuan untuk
menduduki tempat pertama.•
•
•
"Haduh, kaki gue. Perlu di gips ini, lagian biasanya juga lima kali kok sekarang nambah jadi sepuluh," keluh Nathan yang sudah membaringkan diri di tengah lapangan sembari memegangi pergelangan kakinya.
Kalian tanya Angkasa, dia sudah setengah terlelap di samping Nathan. Sahabatnya ini bila sudah kelelahan hanya butuh memejamkan mata. Beda dengan dirinya yang butuh mengkonsumsi asupan.
"Angkasa! Kebakaran!." pekik Nathan. Sukses membuat Angkasa terlonjak kaget dari tidurnya.
"Mana? Kebakaran woy lari!," latah Angkasa sembari berdiri secara mendadak. Kaki yang tidak siap itu terpaksa terjatuh tiba-tiba karena, siapa yang tidak pegal bila kalian harus mengelilingi sepuluh kali lapangan yang sudah seperti luas jarak pluto ke matahari. Sekitar satu banding satu dengan banyak nol.
"Lo gak apa-apa? Sorry gue canda tadi."
Candaan yang dibilang Nathan kenyataanya mampu membuat Angkasa memekik kesakitan. Angkasa tahu dirinya akan berakhir dimana setelah ini. Tidak masalah bagi sebagian orang untuk masuk UKS. Tapi bagi Angkasa itu sebuah larangan besar, pasalnya yang bertangung jawab di UKS setiap hari senin ada wanita gila yang terobsesi dengannya. Bisa-bisa ia tinggal tulang bila masuk ke kandang buaya.
•
•
•
Di sebuah kafe, kini kedua pria berumur tak jauh berbeda tengah duduk di dekat jendela. Galaksi dan Novan tepatnya, keputusan kakeknya tadi mampu membuat Galaksi tak fokus untuk bekerja. Bagaimana bisa ia santai bekerja bila kenyataanya tanggung jawab besar tengah dipikulnya.
"Gal, kamu mau kayak gini terus? Senyum kek, biar releks tuh otak. Lama-lama serem juga punya sahabat es berjalan kayak kamu."
Nova berusaha menghibur sahabatnya itu. Melihatnya murung seperti ayam tak diberi makan membuat hati nya tergerak untuk memberi semangat. Bagaimanapun yang di depannya ini merupakan teman refleksinya, jika refleksinya tengah bersedih ia pun begitu.
"Tapi Van,..."
"Iya aku tahu, tenang aku ada. Masalah kamu masalah aku juga, bahagia kamu bahagia aku juga. Dengar Galaksi kamu tidak sendiri, masih ada Novan. Aku selalu siap di sampingmu sebagai penyangga. Sekarang terima perlahan kenyataanya, aku akan bantu kamu, apapun itu."
"Terimakasih Van."
•
•
•
"Dari mana Than? Tumben pulang larut, biasanya sore. Kamu ada kelas tambahan?." Itu suara Novan yang berjalan menuruni tangga dari ruang kerjanya ketika mendengar suara motor di halaman.
"Gak kok bang, habis dari rumah sakit. Ngantar teman, kakinya salah urat gara-gara Nathan," jujur Nathan.
Meskipun ayah mereka jarang ada di rumah, keluarga ini tetaplah keluarga harmonis. Nathan tidak bisa berbohong pada mereka, terutama pada kakak satu-satunya ini. Pasalnya menurut Nathan, Novan terlalu lugu.
KAMU SEDANG MEMBACA
If I Could Why Not?/END [YoonTaeKook/All BTS]
Teen Fiction"Tapi kenapa? Kupikir kita sahabat?," "Kenapa ya? Karena kalian. Kalian penyebab semuanya terjadi, ..." *** "Ini pasti salah, dia gak akan mungkin ngelakuin semua itu. Dia sahabat gue, dia gak mungkin berkhianat." *** "Iya lo benar, gue anak mereka...